Rafa sudah dilarikan ke rumah sakit dan suster segera membawa cowok itu ke UGD karena mereka sudah hafal dengan pasien yang satu itu.
“Kok, dibawa ke UGD, kayak orang sakit parah,” gumam Agatha pada dirinya.
“Maaf Mbak, dimohon untuk menunggu pasien di luar saja,” pinta salah satu suster yang akan menutup pintu UGD.
Ia mengerti lalu mengangguk, tiba-tiba saja perasaannya mendadak cemas. Sebenarnya Rafa kenapa dan mengidap penyakit apa? Semua pertanyaan bersarang di kepalanya, ia harus mencari tahu. Tapi ke mana ia harus mencari tahu?
Agatha beranjak dari duduk lalu kembali ke lobi untuk mencari sesuatu di dalam mobil. Di dalam mobil ia merogoh dashboard mencari sesuatu. Ia menemukan sebotol obat dengan jumlah yang sangat banyak, rasanya agak familiar melihat obat-obat itu. Dan sekarang ia ingat bahwa obat itu pernah ia lihat saat cowok itu menemuinya di rumah sakit saat mamanya koma dan mengatakan bahwa obat itu milik mamanya. Tapi kenapa obat itu dibawa dirinya? Bukan diberikan ke mamanya?
Dari pada pikir panjang, ia langsung membawa obat itu dan menanyakan obat itu kepada farmasi di rumah sakit itu.
“Permisi, Mbak. Saya mau tanya dong, ini obat apa ya?” tanya Agatha sambil menunjukkan obat-obat itu kepada salah satu farmasi.
Farmasi bernama Keenan mengambil obat-obat itu dan melihatnya secara teliti, sambil melihat isi kandungannya. “Ini obat untuk meredakan nyeri kepala, Mbak.”
Agatha menghela napas lega. Ternyata hanya obat meredakan nyeri kepala.
“Tapi obat ini khusus dikonsumsi untuk orang penderita kanker darah, Mbak.” lanjut Keenan, hingga membuat dirinya terkejut.
“Ka–kanker?”
“Iya, Mbak.”
“Makasih ya, Mas. Kalau gitu saya permisi,” ucapnya dengan cepat lalu kembali ke ruang UGD tempat Rafa sedang ditangani oleh dokter.
Sampai di depan ruang UGD ia terkejut melihat dua orang yang sedang menunggu. Dilihat-lihat wajahnya mirip seperti Rafa.
Apa jangan-jangan itu orang tuanya Rafa? tanya batin Agatha.
Dengan keberanian penuh, ia menghampiri Vera dan Ibnu yang sedang gelisah. Mereka juga sama terkejutnya melihat kehadiran sosok wanita cantik di hadapan mereka.
“Kamu Agatha ya?” tanya Vera.
Gadis itu sedikit terkejut. Bagaimana bisa wanita paruh baya itu mengetahui namanya?
“I–iya Tante. Saya Agatha,” jawab Agatha sambil menyalami Vera dan Ibnu, “Tante sama Om itu orang tuanya Rafa, ya?”
Vera dan Ibnu mengangguk bersamaan.
Pintu UGD terbuka menampilkan sosok dokter tua dengan wajah lesunya. Dokter itu menghampiri Ibnu dan Vera lalu berkata, “anak Ibu sudah siuman, pasien ingin bertemu dengan wanita bernama Agatha. Apa di sini ada keluarga pasien bernama Agatha?”
“Saya, dok!” sahut Agatha sambil mengacungkan tangan.
“Silakan masuk. Kalian boleh masuk tapi jangan terlalu bising, ya.”
Mereka bertiga mengangguk paham lalu masuk ke dalam ruang UGD dan di sana sudah ada Rafa yang sedang terbaring lemah dengan tangan terpasang cairan infusan.
“Rafa,” lirih Agatha sambil meneteskan air matanya. “Kamu sebenarnya sakit apa, Raf? Kamu ngidap kanker, 'kan? Kenapa kamu nggak bilang sama aku, Raf! Kenapa!?”
Rafa terkejut bukan main, ia menatap kedua orang tuanya secara bergantian seolah bertanya 'siapa yang memberi tahu tentang penyakitnya kepada Agatha?' tetapi mereka berdua menggeleng lemah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Berbeda [END]
Teen FictionApa yang terjadi jika mencintai terhalang oleh sebuah perbedaan? Kisah cinta yang begitu rumit dialami oleh gadis SMA bernama Agatha Almasyifa Morgan. Hubungannya terus diuji dan dihantam banyaknya perbedaan, membuat dirinya sedikit putus asa. Ras...