AL 8

78 17 0
                                    

Shasa duduk bersandar di atas tempat tidurnya. Ia menatap hampa jari manis kirinya. Tersemat cincin pengikat dari Aji sejak hampir setahun ini.

Shasa bertemu Aji tanpa sengaja di sebuah kafe yang baru launching di kota Sukabumi. Mereka iseng berkunjung ke kafe tersebut karena tempat itu menawarkan promo grand opening yang menarik.

Pertemuan pertama ternyata membekas untuk Aji. Ia pun berusaha mencari tahu kontak Shasa. Dan saat ia mendapatkan contact person Shasa, segera ia menghubungi gadis itu.

Perkenalan berlanjut kedekatan. Sampai akhirnya Aji mengungkapkan perasaannya kepada Shasa. Shasa yang merasa nyaman dan juga menyimpan rasa jelas tidak menolak. Akhir kata mereka pun menjalin hubungan.

Tepat satu tahun mereka berhubungan, Aji tiba-tiba menyematkan cincin pengikat antara dirinya dan Shasa. Setelah memastikan Shasa menerima cincinnya itu, baru sebuah acara tukar cincin digelar di depan keluarga besar juga para sahabat.

Jika dulu Aji begitu bangga dengan kehadiran Shasa di sampingnya, tidak dengan saat ini. Dulu jika ada undangan ke resepsi pernikahan teman Aji, baik teman sekolah, kuliah atau kantor, Shasa pasti diajak ikut serta guna mendampingi dirinya. Tapi sekarang, Aji lebih nyaman pergi ke acara seperti itu seorang diri atau mengajak Doni.

Dulu Aji begitu sering mengajak Shasa bertemu dan berkumpul dengan keluarganya tapi sekarang Aji mulai jarang mengajak Shasa dalam acara kumpul keluarga. 

Dulu jika hendak kumpul dengan teman-temannya, Aji selalu izin bahkan mengajak. Kini jangankan mengajak atau meminta izin, memberitahu pun tidak.

Aji kenapa ya?! Gumam Shasa.

Shasa lalu mengeluarkan cermin lipatnya dari dalam tas. Ia tatap wajahnya melalui pantulan cermin tersebut.

Aku jelek gitu sekarang?! Sampai Aji malas bawa-bawa aku?! Ujarnya pelan, insecure.

Alih-alih rendah diri, Shasa malah bertekad memperbaiki penampilan. Ia mulai sibuk mencari cara glow up di internet.

Biar Aji nggak malu punya aku. Batinnya.

***

"Ini yang sakit... Gimana sekarang?" Tanya Doni pada Bhima yang sore ini menghampiri dirinya juga Aji.

"Masih sih lemes. Tapi demamnya udah nggak. Makanya maksain masuk. Nggak enak."

"Padahal istirahat dulu aja, Bhim." Ujar Aji.

"Iya, Bhim. Si bos masa iya nggak ngerti?!" Timpal Doni.

"Nggak apa-apa. Tadi gue masuk pagi. Bentar lagi juga balik."

"Ehh padahal sakit tipus mah katanya bagus pake air cacing." Tutur Aji.

"Lu yang bener aja kalau ngasih saran." Sambar Doni.

"Beneran, kata orang-orang mah lumayan ampuh." Aji tidak mau kalah.

"Iya kemarin udah minum." Sahut Bhima.

"Serius, Bhim?" Tanya Doni cepat. Bhima mengangguk. "Gimana rasanya?"

"Gue dapat yang tawar. Kayak air mineral aja."

"Ohh yang di kemasan botol gitu ya?!" Aji memastikan.

"Iya." Angguk Bhima.

"Dapat dari mana lu?" Tanya Doni.

"Dikasih."

"Ohh...." Doni akhirnya manggut-manggut.

Beruntung keingintahuan Doni tidak berlanjut. Karena makanan ringan mereka sudah datang diantar pramusaji.

Aku LelakimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang