AL 26

102 23 5
                                    

Shasa
Ji, bisa ketemu nggak?

Aji yang mendapat pesan Shasa itu sontak membuat sudut bibirnya terangkat begitu saja. Bunga-bunga beraroma kemenangan bertebaran di hatinya.

Aji
Bisa. Mau ketemu di mana? Di Kafe Batas Kota atau villa SG? Aku masih nginep di sana soalnya.

Shasa terdiam membaca balasan pesan dari Aji. Simalakama, maju kena mundur kena. Jika memilih di Kafe Batas Kota ia tidak enak pada Bhima. Jika di villa, ia takut suasana bukannya kondusif untuk berbicara serius tapi malah kondusif untuk lainnya.

Shasa
Di kafe 88.

Balas Shasa yang mengajak Aji bertemu di kafe yang juga terkenal di kota Sukabumi. Netral.

Aji
Kok di kafe 88? Kafe Batas Kota aja kalau mau di kafe.

Shasa mendesah pelan. Ia bingung harus membalas pesan Aji seperti apa. Dan baru saja mendapat penerangan hendak membalas apa, pesan dari Aji kembali masuk.

Aji
Kenapa? Takut ketauan managernya kita janjian?!

Bola mata Shasa membulat membaca pesan terbaru Aji. Ia geleng-geleng kepala. Shasa pun menarik nafas panjang sebelum akhirnya mengetuk balasan untuk tunangannya itu.

Shasa
Oke. Di Kafe Batas Kota.

Aji tersenyum lebar, menang. Setidaknya ia merasa menang, Shasa yang lebih dulu menghubunginya bahkan mengajak dirinya bertemu. Dan ia membuat pilihan yang sulit untuk Shasa. Villa SG atau kafe Batas Kota.

Si Bhima pokoknya harus tau terus liat gue ngedate sama si Shasa. Batin Aji.

Aji baru saja hendak kembali bekerja saat sebuah panggilan masuk dari Cindy. Cindy ngapain? Gumamnya sembari mengangkat panggilan tersebut.

"Halo."

"Halo, Ji. Maaf ganggu."

"Nggak kok, kan emang masih jam istirahat meski sisa cuma lima menit doang." Guyon Aji. "Ada apa?"

"Nanti sore bisa ketemu nggak? Ada yang mau aku omongin."

"Tumben. Ada apa nih?"

"Pokoknya penting. Bisa kan? Tapi kalau bisa jangan di Kafe Batas Kota."

Aji mengernyitkan kening. Kenapa cewek-cewek dadakan ajak gue ketemu ntar sore ya? Terus kenapa juga pada nolak ke kafe batas kota hari ini? Kompakan? Batin Aji geli.

"Jam berapa?"

"Pulang kamu ngantor."

"Yaa aku keburu ada janji kalau pulang ngantor banget. Paling pas abis jam makan malam."

"Ya kemalaman dong?!" Rajuk Cindy.

"Emang ada apa? Nggak bisa diomongin lewat telepon?"

"Nggak. Enak ngomong langsung biar jelas. Ya udah deh kalau gitu, boleh abis jam makan malam juga. Tapi ketemu di mana malam-malam gitu?"

"Rumah kamu di mana? Aku samperin ke rumah aja."

"Ohh iya boleh kalau gitu. Nanti aku chat ya alamat rumahnya."

"Oke."

***

Bhima
Jangan lupa makan siang.

Shasa tersenyum simpul. Ia tidak membalas hanya memberi reaksi acungan jempol. Shasa tengah malas berbasa-basi. Percakapan yang ia dengar di pusat perbelanjaan tadi masih terasa mengganggu gendang telinganya.

Shasa pun memutuskan untuk tidur siang terlebih dahulu sebelum nanti sore ia keluar untuk bertemu Aji di Kafe Batas Kota.

***

"Cin, jadi ketemu Aji? Di mana? Gue ikut." Ujar Anya yang merasa ini momen penting. Ia ingin melihat sendiri reaksi Aji mendengar berita yang hendak disampaikan Cindy.

"Jadi tapi ketemunya malam."

"Kok malam? Kenapa nggak sore?!"

"Dia keburu ada janji katanya."

"Ketemu di mana?"

"Dia mau nyamperin ke rumah."

"Ohh...." Mendadak Anya tidak suka. Ia takut Bhima diambil Shasa, Cindy jadi pindah haluan dari Bhima ke Aji. "Emang Aji tau rumah lu?"

"Nggak makanya tadi dia minta." Jawab Cindy yang membuat Anya tiba-tiba speechless.

***

Shasa turun dari ojek online tepat di depan kafe batas kota. Shasa serba salah. Ia pun berjalan perlahan menuju pintu masuk.

"Sha?!" Sapa Bhima yang ternyata tengah standby di pintu masuk.

"Hai." Balas Shasa kikuk.

"Sama siapa?" Tanya Bhima lembut.

"Sha..." Panggil Aji sembari cepat-cepat menghampiri. Sesampainya di area parkir ia memang secara samar melihat Shasa hendak masuk lebih dulu ke dalam kafe. Maka dari itu, ia cepat-cepat memarkirkan kendaraannya dan secepatnya keluar dari mobilnya itu. Ia tidak rela Shasa lama-lama dengan Bhima. "Bhim..." Sapanya pada Bhima saat Aji sudah berada di antara Bhima dan Shasa.

"Ji. Ehh ayo, silakan." Bhima berusaha  untuk bersikap biasa.

"Thanks." Aji menepuk pundak Bhima akrab. "Si Doni ke sini nggak?" Tanya Aji berbasa-basi sembari melingkarkan tangannya di pinggang Shasa.

"Gue belum liat dia hari ini." Jawab Bhima dengan intonasi mulai turun naik.

"Ohh ya udah kita ke sana dulu."

"Iya, silakan." Angguk Bhima cepat.

Sudut bibir Aji terangkat, sinis. Dia pasti badmood liat gue jalan sama Shasa. Sorry, bro. Shasa milik gue, Shasa tunangan gue, calon istri gue. Enak aja lu mau main rebut.

"Kok di sini?" Tanya Aji saat Shasa memilih meja di sudut ruangan.

"Lebih enak dan lebih private." Jawab Shasa.

"Kalau mau lebih private, kenapa nggak ikut aku ke villa?" Tanya Aji.

"Ji...." Shasa mengabaikan perkataan Aji itu.

"Apa?"

Shasa menunduk sekilas lalu di depan Aji, ia melepas cincin pengikat yang pernah disematkan Aji padanya. Aji mengernyitkan kening.

"Maaf aku nggak bisa lanjutin hubungan kita." Ujar Shasa pelan nyaris tanpa suara sembari meletakkan cincin itu di atas meja dan agak didorong cincin itu ke arah Aji.

Aku LelakimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang