AL 24

81 25 2
                                    

"Nyaaaa..." Pekik Cindy histeris saat sambungan video callnya pada Anya terhubung.

"Tuh kan kata gue juga apa, dia ada rasa sama lu." Sahut Anya.

"Tapi gue nggak."

"Ya udah tolak aja."

"Kasian nggak sih?!"

"Kasian, tapi lebih kasian kalau lu PHP-in dia."

"Terus kalau dia nanya alasannya, gua harus jawab apa?" Cindy serba salah.

"Ya bilang aja, dia bukan tipe lu. Susah amat." Cetus Anya sekenanya.

"Duuuh ada-ada aja. Coba Bhima yang ngutarain, langsung syukuran tujuh hari tujuh malam gue." Seloroh Cindy yang membuat Anya tergelak.

"Hahaha bisa aja lu."

***

Bhima mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia tengah membelah jalanan menuju sebuah tempat. Selepas beranjak dari samping Doni, ia memang segera keluar dari kafe.

Bhima menarik nafas dalam-dalam. Berharap dengan begitu hatinya lebih tenang. Tapi tidak semudah yang ia kira karena nyatanya dadanya masih saja terasa sesak. Lututnya pun lemas tak bertenaga.

Sha... Gumamnya pedih sembari menatap sebuah bangunan tempat di mana Shasa tinggal.

Meski tahu orang yang dicari tengah berada di luar, Bhima tetap turun dari mobil. Ia ingin menghirup udara luar beberapa saat. Lama ia bersandar pada badan mobilnya sampai akhirnya seseorang menghampiri.

"Ehh si Mas. Mau ketemu Neng Shasa?" Tanyanya menyapa.

"Belum pulang ya, Pak?!" Ujar Bhima lemas.

"Siapa? Neng Shasa?" Bapak paruh baya itu memastikan. Bhima mengangguk. "Neng Shasa udah pulang kok. Mau saya panggilkan?"

"Shasa udah pulang?" Bhima balik bertanya.

"Udah."

"Jam berapa, Pak?"

"Tadi sekitar jam lima gitu ya kalau nggak salah teh." Jawab security tempat kost Shasa yang membuat kerutan halus di kening Bhima terlihat. "Mau dipanggilin?" Tawarnya.

"Boleh, Pak." Angguk Bhima cepat.

"Sebentar." Ujar security yang mana memang merasa familiar dengan Bhima meski baru beberapa kali bertemu dan berinteraksi. "Duduk dulu aja." Tambahnya mempersilakan Bhima duduk di teras kost Putri Bungsu.

"Iya, Pak. Makasih." Angguk Bhima yang mana langsung beranjak menuju teras.

Bhima menunggu dengan perasaan yang tidak karuan. Sedang bapak tersebut kini tengah berjalan menuju salah satu kamar penghuni kost.

"Pak Aep?! Ada apa?" Tanya Shasa sembari membuka pintu setelah beberapa kali diketuk itu.

"Itu, Neng. Ada tamu nunggu di teras." Jawab Aep, security tempat kost Shasa. Mendengar penuturan Aep, seketika pikiran Shasa langsung tertuju pada Aji. Ia menghela nafas kasar.

"Siapa, Pak? Cewek atau cowok?" Shasa memastikan.

"Cowok." Jawab Aep. "Si Mas-Mas Jawa." Tambahnya.

Shasa yang hendak menolak kedatangan tamunya itu pun mengernyitkan kening. Mas-mas Jawa? Bhima bukan sih?! Batin Shasa.

"Hah?! Mas Jawa? Bukan....?!"

"Iya, bukan si Aa. Ini mah Mas-Mas Jawa."  Potong Aep. "Si Neng diem-diem punya pacar cadangan." Canda Aep. "Tapi nggak apa-apa, bagus. Buat bahan perbandingan."

"Bapak...." Shasa geleng-geleng kepala sembari tersenyum geli.

Shasa pun akhirnya beranjak menuju teras berjalan beriringan dengan Aep. Dan benar saja, sesampainya di teras ia mendapati Bhima tengah duduk gelisah di salah satu kursi.

"Bhim..." Sapa Shasa.

"Sha?!" Bhima segera berdiri, ia langsung mendekat.

"Ada apa?" Tanya Shasa biasa.

"Kamu ada di kost-an?" Tanya Bhima antara bingung, heran tapi juga senang dan lega.

"Ini aku. Emang kamu pikir yang berdiri di depan kamu sekarang siapa? Hantu? Atau kembaran aku?" Shasa merasa geli dengan pertanyaan Bhima.

"Pulang jam berapa tadi?" Jika Shasa mengulas senyum berbeda dengan Bhima yang masih tegang akibat menahan rasa kesal dan emosi lainnya.

"Langsung pulang kok. Ehh ayo duduk." Shasa mengajak Bhima untuk kembali duduk. "Kamu bukannya lagi kerja?"

"Aku lagi istirahat."

"Lho lagi istirahat bukannya istirahat cari makan malam malah ke sini."

Bhima menatap Shasa lekat, ia pastikan kondisi rambut Shasa saat ini. Harusnya kalau dia habis mandi, basah kan rambutnya. Dia kan pasti keramas. Batin Bhima.

"Kenapa?" Tanya Shasa kebingungan ditatap lekat oleh Bhima.

"Bentar." Sahut Bhima sembari bergerak. Shasa hendak menghindar tapi secepat kilat Bhima memegang helaian rambut Shasa.

"Kenapa?" Ulang Shasa.

"Nggak itu.... ada semut." Ujar Bhima mencari alasan. Seketika ada kelegaan yang ia rasakan saat itu juga. "Mandi belum?"

"Belum. Males mandi, udah sore."

"Iya nggak usah. Besok aja. Lagian kamu mau mandi atau nggak juga tetep cantik kok."

"Heh?! Gombal." Cibir Shasa. "Baru tahu seorang Bhima bisa gombal juga."

"Bisalah." Cengir Bhima yang akhirnya bisa mengikis perasaan negatifnya perlahan. "Sha."

"Iya."

"Mungkin nggak sih posisi Aji digantiin sama aku? Dan bukan keluarga Aji yang bakal jadi keluarga kamu tapi keluarganya aku."

Shasa seketika terpaku mendengar pertanyaan Bhima. Tatapnya langsung mengarah ke laki-laki di sampingnya itu.

"Nggak usah dijawab sekarang." Sambung Bhima cepat. Karena ia saat ini sedang tidak siap menerima penolakan. "Tapi seandainya nggak mungkin, aku harap kamu bisa jaga diri baik-baik." Ujarnya kemudian. "Yang udah, udah aja. Jangan diulang." Tekannya.

"Heh?! Yang udah, udah aja. Jangan diulang?! Emang aku kenapa? Kayak abis ngelakuin kesalahan aja." Seloroh Shasa yang membuat Bhima tersenyum tipis.

"Aku pamit dulu ya?!"

"Ehh jawab dulu." Tahan Shasa.

"Pokoknya aku pengen kamu jaga diri baik-baik mulai malam ini. Sayangi diri kamu sebelum kamu sayang sama orang lain." Tutur Bhima tanpa berusaha melepaskan diri dari genggaman tangan Shasa.

"Terus sekarang kamu mau ke mana?"

"Ke kafe lagi." Jawab Bhima. "Kenapa mau ikut?" Tanya Bhima sembari kembali tersenyum. "Yuk, nginep di rumah." Ajaknya kemudian.

"Heh?!"

"Tapi besok harus mau aku ajak ke KUA." Cengir Bhima.

"Bhim...?!" Shasa kehilangan kata-kata.

"Emang nggak boleh, aku tahu itu. Maaf ya, aku cuma berusaha jujur sama diri sendiri dan kamu. Maaf kalau bikin kamu nggak nyaman." Bhima beranjak sesaat setelah mengelus pipi kanan dengan jari telunjuknya. Sedang satu tangannya masih digenggam Shasa.

Dan tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang melihat itu dari kejauhan. Orang tersebut langsung menggelengkan kepalanya berkali-kali, berusaha mengingkari apa yang ia lihat.

Aku LelakimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang