Jungkook POV
Apa aku tidak cukup baik? Apa aku terlalu tua? Terlalu pendek? Atau apa karena aku tidak bekerja cukup keras? Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku mengalami kemunduran seperti ini. Sebuah rumah mode yang telah bekerjasama denganku selama bertahun-tahun tiba-tiba membebaskanku dari kontrak. Ini tidak masuk akal. Aku baru saja muncul di Paris Fashion Week. Berguling di tempat tidur, aku menatap langit-langit. Mereka bilang padaku, kau adalah desainer dengan brand pakaianmu sendiri... kami tidak ingin menahanmu, kau harus melebarkan sayapmu dan terbang tinggi. Itu tentu saja terdengar sebagai alasan yang menyenangkan. Tapi, aku merasa aku tahu alasan sebenarnya mereka memecatku. Meskipun aku tidak ingin mempercayainya, mereka pasti memiliki masalah dengan usiaku, tinggi badan, dan pekerjaanku secara keseluruhan. Mereka mungkin merasa aku tidak cocok dengan citra mereka lagi. "Jadi... Apa yang bisa aku lakukan?" Aku bertanya pada diriku sendiri. Pasti ada sesuatu. Meskipun, bahkan jika aku mengetahuinya sekarang, tak ada jalan untuk kembali ke masa lalu. Aku menatap ke langit-langit saat aku mendengar ketukan di pintu.
"Jungkook?" Aku mendengar suara Seokjin di sisi lain pintu, tapi aku tidak berminat untuk bicara dengan siapa pun. Mengubah posisi, aku membelakangi pintu.
"Makan malam sudah siap. Kurasa kau sedang tidak ingin makan, tapi... aku akan menunggu di ruang tamu."
"..." Dia pasti masih berdiri di depan pintu. Aku tidak mendengar dia berjalan pergi. Cepatlah pergi. Menutup mataku, aku tetap diam. Kemudian, setelah beberapa saat, aku mendengar suara sandalnya berjalan menjauh. Ada apa denganku? Kenapa aku ingin dia pergi? Saat aku mendengarkan langkah kakinya memudar, sebagian dari diriku dengan putus asa berharap dia akan tetap disana.
Akhirnya, aku meninggalkan kamarku dan berjalan ke ruang tamu. Duduk untuk menyantap sup yang dia siapkan, aku diliputi oleh perasaan tenang yang aneh. Aku tidak tahu banyak tentang makanan, tapi ada sesuatu yang menenangkan dari rasa sup ini. Semua rasa frustrasi itu karena semua kebanggaanku yang rusak. Aku telah bereaksi terhadap rasa sakit itu dengan sikap defensif yang keras kepala, tapi sekarang hatiku perlahan-lahan mulai melunak. "Apa kau tidak mau makan sesuatu?" Tanyaku."Oh, aku sudah makan."
"... Pfft."
"Kecewa? Biar kutebak, kau ingin aku menunggu dan makan denganmu."
"..Aku tidak bilang begitu." Aku biasanya ingin sendirian pada saat seperti ini. Tapi ada dia di sekitarku juga tidak membuatku merasa tidak nyaman. Aku tidak merasa harus waspada. Tidak pernah ada pria yang masuk ke dalam hatiku seperti ini sebelumnya. Kebaikannya menyentuh hatiku. Mungkin aku bisa mempercayaimu. Hatiku yang membeku sejak skandal memalukan itu, akhirnya mulai mencair. Aku bisa mempercayainya, kan? Tapi kenangan lama yang menyakitkan terlintas dengan jelas di benakku. Itulah yang aku dapatkan karena mempercayai seseorang terakhir kali. Tapi aku memikirkan kembali betapa baik dan hangatnya Seokjin padaku. Kau tidak seperti wanita itu. Denganmu... kurasa aku bisa mencoba untuk percaya lagi. Semakin yakin dengan setiap momen yang berlalu. Aku berbalik untuk melihat Jin. "...Maaf untuk yang tadi."
"...!"
"Aku kehilangan kontrak dengan seorang desainer besar. Aku berada dalam suasana hati yang buruk." Aku mengatakan kebenarannya. "Tapi itu bukan alasan sebenarnya. Rumah mode berpikir bahwa aku tidak sesuai dengan citra mereka lagi." Rasanya sakit untuk mengakui kebenaran dengan lantang. Dan mencurahkan isi hatiku pada orang lain membuatnya lebih buruk lagi. Meskipun, pada saat itu, aku merasa agak bingung dengan perasaanku sendiri, tapi tidak ada yang lain selain keteguhan di mata Jin saat aku menatapnya.
"Dengar, dan untuk kali ini, jangan abaikan aku karena aku tidak bekerja di industri fashion. Aku tidak peduli apakah itu rumah mode terkenal atau apa pun... Jika mereka tidak menghargaimu, kau seharusnya tidak bekerja dengan mereka!"
"Apa..?"
"Mereka bilang menginginkanmu untuk 'bebas' agar menemukan kesuksesan internasional yang lebih besar, dan itulah yang akan kau lakukan. Jungkook, ada banyak pekerjaan di luar sana yang tidak bisa dilakukan orang lain kecuali kau!!"
"...!" Apa yang dia bicarakan...? Tapi bahkan saat aku berpikir seperti itu, perasaan baru mulai mengakar di hatiku.
"Pakaian yang cocok untuk seseorang adalah pakaian yang membuat mereka merasa percaya diri dan bisa mengangkat kepala tegak, bukan?"
"..."
"Aku TAHU ada pakaian di luar sana yang cocok untukmu! Dan aku tahu ada rumah mode di luar sana yang akan menganggapmu sangat dibutuhkan!"
".....!" Meskipun pikiranku sedikit skeptis, sinar cahaya lembut bersinar menembus kabut di dalam hatiku. Senang rasanya memiliki seseorang yang memihakmu. Tidak, bukan hanya seseorang. Ini adalah Seokjin. Meskipun pikiran logisku masih berjuang untuk memproses semuanya, hatiku sudah membengkak dengan emosi yang tak terbantahkan. Aku... Aku ingin bersamamu.
.
.Mengantisipasi kesulitan tidurku malam ini, aku meminta Seokjin berbaring bersamaku. "Selamat malam." Ucapku.
"Selamat malam." Percakapan singkat kami berakhir disana. Rambutnya begitu indah sekarang. Rambut Jin terurai di bantal. Tanganku bergerak dengan sendirinya untuk menyentuh rambutnya. Rasanya begitu nyaman. Membelai rambutnya yang halus membuatku merasa semuanya akan baik-baik saja. Aku tahu aku akan bisa tidur denganmu di sisiku. Aku tidak memahami bagaimana aku bisa tertidur dalam perjalanan pulang dari Paris. Tapi aku pasti mengerti sekarang. Ini adalah apa yang orang sebut kebahagiaan. Hal-hal yang dia katakan membuat hatiku merasa lebih ringan, baik malam ini maupun hari itu saat di pesawat. Dia menerima dan mendukungku. Dan aku bisa merasakan bagaimana ekspresinya melembut saat aku menatapnya. Aku tahu perasaan ini. Aku akan melakukannya besok. Aku akan memberitahunya bagaimana perasaanku. Aku harus melakuksnnya. Karena sekarang aku telah merasakan kedamaian dan kebahagiaan ini, aku ingin lebih. Bermain dengan rambutnya yang lembut dalam gelap, aku tidak pernah mengalihkan pandanganku dari Jin.
Tapi, hari-hari bahagia kami tidak berlangsung lama. Suatu malam, aku membuat keputusan tiba-tiba untuk menghadiri pesta, dan kami putus setelah itu karena kesalahpahaman yang belum terselesaikan.
Klik
"..." Sekarang, aku selalu menunggu sampai aku yakin Jin sudah pergi sebelum aku naik lift ke lantai 1. Kami sudah menghindari satu sama lain sejak malam itu. Kami telah berhenti makan bersama sepenuhnya dan bahkan jarang bertemu satu sama lain. Jika kami kebetulan berada di ruang tamu pada saat yang sama, salah satu atau kedua dari kami segera pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku menikmati berada di sekitar seseorang seperti halnya aku menikmati berada disekitarnya, dan sekarang semuanya menjadi kacau. Aku menatap pintu depan, mengajukan pertanyaan tak terucapkan yang tak akan pernah didengarnya. Oh. Aroma lembut yang tersisa membuat hatiku sakit. Ini adalah aroma lembut yang hanya aku alami selama beberapa hari kebahagiaanku. Aku mungkin tidak akan pernah bisa merasakannya dari dekat lagi. Kenapa dia harus menyamakanku dengan mantan suaminya? Adegan dari malam itu, setelah pesta, muncul kembali di pikiranku.
"Aku tidak pernah ingin ada orang yang mengatakan padaku, 'Aku tidak membutuhkanmu dalam hidupku' lagi. Aku takut kehilangan kebahagiaan yang telah kubangun untuk diriku sendiri."
"Aku tidak seperti mantanmu, aku—" Dia memotongku.
"Aku sangat menyadari hal itu. Itu sebabnya aku sangat membenci diriku sendiri karena meragukanmu..."
"Lalu..."
"Tapi aku masih takut. Karena aku tidak bisa dengan percaya diri mengatakan bahwa hari itu tidak akan datang saat kau memutuskan kau tidak membutuhkanku lagi."
"Kau tidak pernah benar-benar ingin berubah." Aku berkata pada diriku sendiri. Tiba-tiba, aku melihat diriku yang dulu dalam dirinya. Saat aku dibully, aku ingin menjadi berbeda. Aku ingin menjadi model yang bisa mengatasi skandal apa pun untuk menemukan kesuksesan. Namun, aku tidak berubah dalam semalam. Itu adalah sebuah proses, dua langkah maju, satu langkah mundur. Tidak peduli seberapa berani dan bertekadnya dirimu. Saat kau telah terluka parah, kau sangat mudah tergelincir kembali ke kebiasaan lama. Masih menatap pintu saat dia berjalan beberapa menit sebelumnya, aku bergumam. "Kebahagiaan itu nyata. Kebahagiaan yang tidak pernah bisa hancur. Kau bisa bahagia denganku. Kau hanya perlu berikan kesempatan." Dia menyinari hatiku saat aku tersesat dalam kegelapan, dan sekarang aku ingin melakukan yang sama untuknya. Aku ingin melihatmu tersenyum lagi. Dan, saat itu juga aku membuat keputusan.
![](https://img.wattpad.com/cover/365597891-288-k673799.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Majesty of Zion | Kookjin ✔️
FanfictionSeokjin mengira dia sudah selesai dengan cinta... Dan Jungkook membuktikan bahwa dia salah. Baru saja bercerai, Jin masuk ke sebuah tempat glamor, yang diatur oleh seorang pria yang luar biasa. Jungkook menawarkan banyak hal padanya... Setelan serta...