II. Sake

222 21 0
                                    

"Bagaimana keadaanmu, Naruto?"

Uzumaki Naruto, Hokage Ketujuh, tampak masih lemas. Dia duduk di kursinya—kursi yang dulu 'milik' gurunya. Pemuda itu memegangi perutnya, kemudian tatapannya menunjukkan trauma.

"Sudah lebih baik," jawabnya.

Kakashi menghela napas lega. "Syukurlah. Tetapi sayang sekali kau tidak bisa hadir di upacara pelantikanmu sendiri,"

"Beruntung Konohamaru bisa menggantikanmu," tambah pemuda Nara. Posisinya kini sebagai asisten dan penasihat resmi Nanadaime Hokage, bukan lagi 'anak magang' seperti yang ia dapatkan pada awal-awal rezim Hokage sebelumnya.

"Maa, pokoknya aku yakin kalian bisa mengatasi kantor," ujar Kakashi. Dia hendak pergi.

Naruto dan Shikamaru mengangguk bersamaan. Ada optimisme yang membersamai mereka.

"Kalau begitu, aku pergi dulu."

Kakashi memutar kenop, membukanya, kemudian mendapati seseorang yang hendak memasuki ruangan Hokage.

Kedua alisnya terangkat, menunjukkan keterkejutan. Juga hal serupa yang dilakukan wanita bersurai hitam pendek di hadapannya—dengan beberapa dokumen yang ia pegang di kedua tangannya.

"Kakashi-sama!" Shizune merespons terlebih dahulu. Nadanya menunjukkan keceriaan, seolah bertemu seseorang yang telah lama sekali pergi dari hidupnya. Kakashi sedikit berbeda, mungkin karena jaket jounin yang ia gunakan sekarang sama seperti yang digunakan para jounin lain, berwarna hijau.

Kakashi membeku, dia pikir waktu berhenti selama beberapa detik.

"A-ah, Shizune," balasnya. Kakashi tahu tentang rencana Shizune yang akan membantu pemerintahan Hokage baru di awal-awal masa jabatannya, tetapi anehnya dia tetap terkejut mendapati Shizune berada di sana. Padahal, itu sesuatu yang wajar.

"Saya... ingin masuk," ungkap Shizune. Kakashi memblokade langkahnya di depan pintu.

"O-oh! Tentu saja! Maaf!" Kakashi gugup, dia segera menyingkir, membiarkan Shizune melewatinya setelah memberinya kekehan kecil.

Wanita itu berjalan mendekati Shikamaru dan Naruto, sedikit mengatakan sesuatu tetapi tak bisa Kakashi tangkap dengan jelas. Oh, tentu suaranya dapat terdengar, tetapi fokus Kakashi hanya melayang pada sosoknya.

Pria itu masih berada di ambang pintu yang sedikit terbuka, memegang kenopnya, mematung di sana dengan tatapan kosong pada wanita yang baru saja menyelesaikan kalimatnya.

"Kakashi-sensei, kau tidak jadi pergi?" Shikamaru menyadarinya. Pertanyaan itu membawa Kakashi kembali pada dunia nyata setelah hentakan kecil. Dia tampak linglung.

Perhatian Naruto dan Shizune juga turut beralih padanya. Semburat merah tercipta pada kedua pipi Kakashi, meski masker menghalangi semua orang untuk menyadarinya.

"Oh, ya, tidak, aku hanya," Kakashi memutus kalimatnya begitu dia bertemu wajah bingung Shizune. "Baiklah, aku permisi."

•••

Untuk mengisi waktu luangnya, dia pikir mengunjungi rumah sahabat sekaligus rivalnya, Might Guy, adalah pilihan yang tepat. Selain itu untuk membantu suasana hatinya membaik. Ia terganggu dengan hal yang tidak jelas.

Guy menerimanya, tentu saja. Dia akan memiliki banyak waktu bersama sahabatnya ke depannya. Sebab itu, meski hari masih terang, dia menyajikan alkohol pada Kakashi. Pada awalnya pria bersurai perak itu menolak, tetapi Guy memaksa atau Kakashi akan dinyatakan kalah—entah untuk kompetisi apa.

"Akhirnya kau kembali menjadi Kakashi yang dulu," ujar Guy bersama pipi yang merah akibat segelas alkohol. Dasar, dia lemah sekali.

Kakashi tersenyum samar. Dia kembali mengambil gelasnya. Meskipun begitu, dia berniat untuk tidak mabuk sedikitpun. Dalam bayangannya masih ada seseorang yang akan memarahinya ketika ia terlalu mabuk.

"Hei, Kakashi, kapan kita pergi ke onsen? Kau berjanji padaku!"

"Iya, iya. Kita lihat waktu yang cocok,"

"Kapan?"

"Entahlah. Saat aku sudah benar-benar tidak dibutuhkan? Naruto baru saja menjadi Hokage, aku perlu berada di kantor untuk sesekali membantu sebagai pendahulunya. Seperti yang dulu dilakukan Tsunade-sama selama setahun pertama masa jabatanku," jelasnya. Kakashi memutuskan untuk menyudahi tenggakannya.

Guy memegang botol sake, dia menyerahkannya pada Kakashi, memaksa sahabatnya untuk minum lebih banyak.

"Ayolah, nikmati hari ini!" seru Guy. Dia benar-benar sudah mabuk.

"Kau mabuk, Guy," Kakashi mengambil botol sakenya. Dia juga mengambil (atau menyita) botol yang lain agar Guy tidak lebih mabuk. "Sudah, cukup. Terlalu banyak minum alkohol tidak baik untuk kesehatanmu."

Guy mendengus malas. Dia menopang dagunya dengan sebelah tangan. "Apa itu? Sepertinya kau terlalu banyak bergaul dengan Shizune."

Dari kursinya, Kakashi sedikit tersentak ketika mendengar nama itu dari mulut Guy. Meski mabuk, Guy juga dapat melihat keterkejutan kecil yang dilontarkan pria di seberangnya.

"Kau bereaksi saat aku menyebut nama Shizune. Kau sebegitu traumanya? Dia selalu memarahimu saat kau terlalu mabuk, lalu mengantarmu pulang," Guy menguap. Entah mengapa dia mengantuk. "Seperti suami-istri saja."

Kakashi kembali mengambil gelasnya. Dia kembali menenggak alkoholnya. Guy tersenyum puas. Namun, alasan Kakashi adalah agar ia melupakan kalimat terakhir yang keluar dari mulut temannya, supaya dia terbiasa dengan absennya Shizune di sisa hidupnya.

Life After ElevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang