Tinggal bersama bukan gagasan yang buruk, tetapi bukan pula gagasan yang baik sepenuhnya. Mungkin karena terbiasa hidup sendiri, keduanya masih sulit beradaptasi ketika pilihan mereka membawa dua kepala berada di bawah satu atap yang sama.
"Duh, kalau habis dipakai, kembalikan lagi sepatunya di rak, jangan asal diletakkan sembarangan."
Di belakangnya, Shizune menaruh sepatu Kakashi yang berserakan dari lantai ke rak sepatu. Pria yang sudah berjalan semakin dalam lantas berbalik.
"Maaf, aku lupa," cicitnya pelan. Tidak ada rasa bersalah dari suaranya. Dalam batinnya, dia terlalu lelah untuk mendengar omelan setelah sepanjang hari berkutat dengan suara keributan saat rapat diplomatik aliansi.
Shizune menghela napas. "Aku sudah bilang berkali-kali, tetapi kau tidak terbiasa juga," kesalnya. Wanita itu kemudian masuk ke dalam rumah, meninggalkan seorang pria yang hanya menatapnya diam.
Mereka berdua tak bersuara hingga makan malam usai. Bahkan, kebiasaan saling menggoda ketika mencuci piring juga hilang sementara. Akan tetapi, keduanya masih tahan untuk bersama, berdampingan, bersisian. Seperti yang mereka berdua lakukan (hanya) hingga menjelang tidur.
"Matikan lampunya. Aku tidak suka ada cahaya sedikitpun saat tidur," pinta dan protes Kakashi, untuk pertama kalinya.
Shizune yang baru saja menyalakan lampu tidur lantas menoleh kepada pria yang bersiap untuk berbaring di sisinya.
"Kau tidak pernah protes selama sebulan ini. Kenapa baru sekarang mengatakan itu? Balas dendam karena aku sering memarahimu?" Dengan berani Shizune menaruh curiga.
Kakashi mengernyit. Dia sedikit jengkel dengan sikap Shizune akhir-akhir ini.
"Ya, karena awalnya aku tidak mengira kita akan tinggal bersama, jadi aku menahannya. Selain lampu tidur, aku juga tidak suka ada tanaman hias di ruang tamu, aku tidak suka kalau kau membangunkanku sebelum alarmku berbunyi, aku tidak suka saat kau membawa anak-anak dan ujung-ujungnya kau malah pergi karena urusan mendadak sehingga aku yang terpaksa mengurus mereka—kita bukan tempat penitipan anak dan kau tahu kalau aku tidak suka anak kecil. Banyak sekali yang tidak ku sukai!"
Kakashi menyibakkan selimutnya, napasnya terengah-engah setelah sedikit berteriak dalam satu penggalan napas. Dia hendak pergi sembari membawa bantal. Kakinya melangkah, menyentuh gagang pintu, kemudian dia berhenti ketika Shizune kembali membuka suara.
"Apa yang kau lakukan? Mau kabur dari pembicaraan kita yang belum selesai? Kau seperti pengecut, Kakashi."
Kakashi menggertakan giginya, dia menghela napas kasar. Alisnya menukik tajam ke dalam, kemarahan terlihat dari raut wajahnya yang tegas.
"Dengar, Shizune. Selama satu bulan ini aku menahannya—kewarasanku rusak karena kau selalu marah-marah tidak jelas padaku. Kau tahu, aku mulai menyesal telah mengajakmu hidup bersama. Kau semakin menjengkelkan hari demi hari."
Ujaran kasar itu selesai bersama suara bantingan pintu yang cukup keras. Mungkin saat ini amarah keduanya masih memuncak, sehingga tidak ada yang merasa bersalah sama sekali.
Semoga tidak ada yang saling membenci.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life After Eleven
Fanfiction' Kakashi Hatake x Shizune fanfiction ' Tidak ada yang baik-baik saja setelah berpisah dengan cara yang baik-baik saja. Apalagi bersama fakta bahwa sebetulnya mereka berdua tidak terikat oleh hubungan apa-apa. Hanya bertemu, bersama untuk waktu yang...