V. Scenario

140 22 0
                                    

"Jadi, kenapa Anda tidak baik-baik saja?"

Kakashi menggeser posisinya, memberi tempat pada wanita itu untuk duduk di bangku taman yang sama.

"Sudah selesai dengan urusanmu?" tanya Kakashi. Tidak berniat mengganti topik, tetapi dia hanya ingin memastikan bahwa kehadirannya tidak mengganggu Shizune.

Shizune mengangguk kecil. "Sudah. Sudah semua," jawabnya.

Hening terjadi cukup lama. Sebab itu, Shizune kembali bertanya. "Apa yang terjadi?"

Di sisi kanannya, Kakashi menghela napas berat, seakan dia telah hidup ratusan tahun dan bersiap menumpahkan pengalamannya.

"Kesulitan beradaptasi," ungkapnya tanpa keraguan. Pandangannya menuju ke depan, menyaksikan bagaimana pasien-pasien kecil tampak riang di sore hari, berlarian di taman rumah sakit.

Dari tempatnya, Shizune menelengkan kepalanya. "Perihal?"

"Hubungan kita." Kakashi menyadari kalimatnya yang ambigu, tetapi dia tidak peduli.

"Memangnya kita punya hubungan apa?"

Pertanyaan Shizune membuat Kakashi mati kutu. Benar juga, mereka itu apa?

"Aku juga bingung, Shizune. Menurutmu, apa hubungan kita?" Kakashi menjawab dengan pertanyaan.

Pertanyaan itu menambah beban pikiran Shizune. Dia mengingat-ingat mereka yang dulu, mulai dari tahun pertama mereka sebagai

"Hokage dan asisten?" usul Shizune.

Pria di sampingnya mengangkat kedua bahunya. "Sekarang tidak lagi."

"Teman?"

Kakashi menautkan satu alisnya. "Sulit menemukan teman berbeda gender yang tidur bersama." Lagi, dia bicara ambigu.

"Hei! Kita tidak pernah tidur bersama!" protes Shizune. Nadanya sedikit tinggi, tetapi beruntung tidak banyak orang di sekitar mereka.

Kakashi menatapnya, membalas sorot mata Shizune yang tajam. "Aku bilang tidur bersama, bukan seks."

Wajah Shizune merah sepenuhnya. Pria itu gemar sekali bermain kata!

Shizune menjauhkan pandangannya dari Kakashi. Secara spontan, dia bahkan sedikit menggeser posisi duduknya, menjauh dari mantan atasannya.

"Ma-maaf, saya salah mengira,"

Kakashi melambaikan tangannya, meminta Shizune untuk tidak perlu meminta maaf.

"Tidak apa-apa. Yang ada di pikiranmu juga pernah hampir terjadi beberapa kali."

Baik, saat ini Shizune benar-benar kesal.

"Jadi, apa yang sebenarnya ingin Anda katakan?" Wanita itu mengembalikan mereka ke topik awal. Jika yang sebelumnya dilanjutkan, Kakashi akan semakin menyebalkan bersama pikiran mesumnya.

Pria itu menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Dia bersikap lebih tenang, santai, dan damai. Dia membutuhkan hati yang siap untuk berbicara.

"Tidak tahu."

"Apa?"

"Hanya ingin bertemu denganmu."

Shizune mendapati seorang ayah yang menggendong putrinya. Hari sudah semakin petang, jadi dia mengerti mengapa pria itu menggendong putrinya yang tak lagi memiliki rambut untuk meninggalkan taman.

Ya, Shizune mendengar ungkapan Kakashi. Dia hanya sedikit terdistraksi.

"Kenapa ingin bertemu saya?"

Giliran Kakashi yang terdistraksi pada seorang anak laki-laki di atas kursi roda. Dia tidak sendirian, melainkan bersama ibunya yang tengah menghiburnya melalui boneka beruang. Kira-kira usianya 3 tahun, dia tampak kesal akan sesuatu. Tubuhnya kurus kering, entah penyakit apa yang ia derita.

"Tidak mengerti. Bukan otakku yang membawaku ke sini."

Shizune menutup mulutnya. Dia bingung harus merespons seperti apa. Karena itu, keduanya dilanda keheningan hebat, tanpa satu pun yang mengalah untuk kembali berbicara.

Selanjutnya, Kakashi berdiri. Tindakannya membawa tanda tanya di dalam kepala Shziune. Wanita itu menatapnya bingung.

"Maaf. Aku bicara omong kosong," tutur Kakashi, nadanya menyiratkan penyesalan. "Aku pergi dulu-"

Satu kaki melangkah, tetapi pergelangan tangannya ditarik oleh Shizune, membuat otaknya memerintah untuk berhenti. Pria itu menoleh ke belakang, bertemu Shizune yang terlihat hendak mengatakan sesuatu.

"Makan malam,"

Kakashi menanggapi melalui sorot tidak mengerti.

"Ayo kita makan malam bersama," ajak Shizune sekali lagi.

"Maksudnya... kau mengajakku kencan?"

Kakashi dapat melihat pipi Shizune benar-benar merah padam. Mungkin wanita itu demam sekarang.

Pria itu terkekeh. Ternyata kebiasaannya mengganggu Shizune sulit sekali dihilangkan.

Namun, Kakashi tetap memberi anggukan, menyetujui ajakan Shizune yang entah ada maksud apa di baliknya.

"Tetapi hari ini kau yang mentraktirku, ya? Sebagai hadiah untuk masa pensiunku...?"

Dari bangku taman, Shizune mendengus kesal. Tidak benar-benar kesal, hanya berpura-pura kesal. Dia genggamannya dari pergelangan tangan Kakashi, kemudian berdiri dan hendak meninggalkan pria itu.

"Hadiah pensiunnya nanti saja-yang jangka panjang."

Ah, rupanya Shizune juga mengerti caranya memberi teka-teki. Pikiran Kakashi sudah terlanjur melayang jauh. Shizune harus bertanggung jawab atas ucapannya.

Life After ElevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang