XX. What We Did

133 12 3
                                    

"Shizune-senpai, kau terlihat pucat. Senpai sedang sakit?" Ino mendatangi Shizune dengan laporan medis.

Seharusnya dia melapor pada Sakura selaku atasannya yang baru, tetapi saat ini si Merah Muda sedang cuti sehingga pekerjaan kembali dialihkan kepada penasihat mereka.

Shizune sedikit mendongak, bertemu dengan Ino yang berdiri di hadapannya. Tangan kanannya melepaskan pena untuk menerima laporan yang dibawa Ino.

"Terima kasih, Ino," Shizune menarik senyum. "Aku tidak sakit. Mungkin sedikit kurang darah," sambungnya, untuk menjawab pertanyaan Ino.

Ino ber-oh. "Apa sedang datang bulan? Yah, kalau kasusku juga begitu sih, lemas sepanjang waktu. Senpai harus banyak makan bayam," nasihat si pirang.

Shizune mengangguk, masih dengan senyumannya yang hangat. "Ya, Ino, terima kasih sudah mengkhawatirkanku."

Wanita muda itu menyengir. Tak lama, dia pergi dari ruangan Shizune untuk menyelesaikan pekerjaan lainnya, meninggalkan Shizune yang termenung setelah pintu ditutup.

Satu tangannya menopang dagu, pandangannya jatuh, pikirannya kosong.

Dua bulan lalu, dia pergi berlibur bersama Kakashi, dan hal itu terjadi. Kemudian dia tinggal bersamanya satu bulan terakhir, dan hal itu (baiklah, seks) juga pernah terjadi beberapa kali. Jadwal haidnya terlambat satu minggu dari yang seharusnya.

Ah, mengapa dia baru menyadarinya?

Tiba-tiba saja pikirannya berkelana jauh. Kemudian dia menggigit jarinya, pelipisnya memproduksi cairan keringat, napasnya tertahan tak beraturan.

"Tenang, Shizune," gumamnya untuk menenangkan diri sendiri. "Yang pertama harus kau lakukan adalah mengganti sepatu hakmu dengan flat shoes."

Satu hari berlalu terasa sangat lama. Shizune terus dihantui pikiran yang tidak-tidak, bahkan hingga dia tiba di kamar hotelnya. Ah, dia sudah berada di sana selama 3 hari, setelah dia meninggalkan rumahnya. Mungkin tidak ada yang tahu hal itu, tentang dirinya yang kabur ke penginapan. Sebetulnya dia ingin mencari apartemen secepatnya, tetapi akhir-akhir ini dia ikut sibuk untuk mempersiapkan konferensi kesehatan yang akan diselenggarakan pada beberapa pekan mendatang. Jadi, sedikit sulit untuk membuat janji dengan pemilik apartemen.

Wanita itu duduk di tepi ranjang. Pencahayaannya remang-remang untuk menutupi raut wajahnya yang campur-aduk. Di tangannya memegang lima buah test pack dengan merek berbeda. Dia menunggu hingga besok pagi. Karena itu, malam ini dia memilih untuk masuk ke dalam selimut. Meskipun begitu, sebanyak apapun domba yang ia hitung tetap tidak bisa membawanya ke dalam tidur.

Keesokan harinya, Shizune terbangun. Sebetulnya tidak betul-betul bangun karena dia tidak betul-betul tidur. Keadaannya seperti mayat hidup sekarang.

Wanita itu langsung bergegas ke kamar mandi bersama lima buah test pack pada genggamannya.

Shizune menunggu hasilnya sambil duduk di atas toilet yang tertutup. Dia memegang benda itu, kelimanya, dengan kekhawatiran yang memuncak. Di setiap detiknya dia selalu menduga-duga mengenai kemungkinan Kakashi pernah tidak sengaja melakukan kesalahan saat bercinta. Kesalahan. Baiklah, Shizune tidak menyukai kata itu.

Sekian menit dia menunggu. Itu adalah waktu yang sangat lama seumur hidupnya. Sungguh, dia tidak menyukai momen yang saat ini sedang dia rasakan. Bukan membenci atau mengharapkan ketidakhadiran hidup baru secara mutlak, hanya saja yang ia pikirkan adalah respons Kakashi ketika pria itu mengetahui bahwa yang tampak pada alat tes kehamilan itu adalah—

"Dua garis?"

Shizune harus menentukan apakah sekarang dunianya runtuh atau justru akan dibangun kembali.

Life After ElevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang