XII. Cruise

124 15 0
                                    

Sorot cahaya matahari senja masuk melalui jendela besar yang berada di kamar itu, membuat ruangan berwarna oranye da  menyilaukan mata. Perlahan, kelopak mata Shizune bergerak, irisnya nampak bersama kesadaran yang mendatangi otaknya.

Dia ketiduran setelah makan siang.

Tubuhnya sudah terasa lebih baik, nyaman. Sebab itu, kedua tangannya terangkat ke atas, meregangkan tubuhnya untuk bersemangat dan meninggalkan tidurnya.

Shizune duduk, menoleh ke jendela besar di sisinya. Air laut terlihat tenang, burung-burung terbang bebas dan terarah di langit, semburat oranye-kemerahan tampak berkilau di atas samudra.

Perasaannya membaik. Sejujurnya, dia sempat merasa bersalah pada Kakashi karena mengalami mabuk laut. Meski hanya beberapa jam, tetapi setiap detik pada liburan mereka akan mengukir cerita.

"Shizune..." Seorang pria bersuara serak memanggilnya dari sebelah. Kakashi juga baru saja terbangun, tetapi matanya terlihat sangat berat untuk dibuka.

Shizune menoleh, memperhatikan bagaimana pria itu berjuang untuk meninggalkan alam mimpinya. Dia tersenyum, bersamaan dengan itu pula, Kakashi membalas senyumannya.

"Bagaimana? Sudah merasa lebih baik?"

Shizune mengangguk. Kemudian dia kembali pada lukisan indah di cakrawala.

Kakashi penasaran apa yang diperhatikan wanita itu. Jadi, dia ikut duduk, memperhatikan hal yang sama dari belakangnya.

"Bagaimana kalau kita pindah ke Kota Baru yang di atas monumen Hokage?"

Pertanyaan Kakashi yang tiba-tiba membuat Shizune mengerut bingung.

"Apa maksudnya?"

"Sandikala. Kau menyukai matahari terbenam. Apartemen di unit paling atas sepertinya bagus untuk menikmati senja."

Satu garis senyuman tersimpul. "Tidak sampai seperti itu juga."

"Itu basa-basiku, sih... supaya kita serumah."

Shizune terdiam. Tanpa sengaja, dia menggigit bibir bawahnya. Dia bertanya-tanya, sudah sejauh itukah hubungan mereka? Selama satu tahun terakhir ini?

Wanita itu menyandarkan punggungnya pada dada Kakashi, mencari kedamaian di sana sembari matanya terus menandangi hamparan biru yang luas.

Kakashi menerima Shizune. Dia melingkarkan kedua tangannya melalui pinggang wanita itu, memeluknya dari belakang. Dagunya ia sandarkan pada bahu Shizune, pandangannya menatap keindahan yang sama dengan wanita di dalam dekapannya.

"Jadi?"

Shizune mengangkat kedua alisnya. "Apa?"

"Aku berencana membeli sebuah rumah di pinggiran Konoha—sedikit jauh dari pusat keramaian. Ada 3 kamar: 1 untukku, 1 untukmu, 1 lagi tidak tahu."

"1 untuk kita, 1 untuk ruang kerja, 1 untuk...." Shizune membiarkan kalimat koreksinya yang terakhir mengambang.

Dari belakang, Kakashi tersenyum. Dia menyukai gagasan bahwa kamarnya dan kamar Shizune berubah menjadi "kamar kita".

"Aku menyukai itu," sahut Kakashi. "Kamar terakhir bisa kita pikirkan nanti."

Dari pelukannya, Shizune mengangguk. Meski begitu, batinnya tetap tidak tenang. Apa yang kau pikirkan saat menerima ajakannya, Shizune?!

Baiklah, Shizune, kau harus bertanggung jawab atas ucapanmu.

Life After ElevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang