XVIII. Silent, Distant

132 12 0
                                    

"Wah! Shizune-senpai~!"

Shizune berdiri diam, menerima pelukan Sakura, junior sekaligus teman dekatnya akhir-akhir ini. Dokter yang lebih tua tersenyum tipis dan terlihat dipaksakan.

Dia berada di kediaman Uchiha malam ini—pesta perayaan rumah baru Uchiha. Sakura sengaja menyiapkan pesta sederhana sekadar untuk berkumpul bersama kenalannya—dan mungkin rencana lainnya.

"Di mana Kakashi-sensei?" Istri Uchiha Sasuke itu bertanya setelah dia melepas pelukannya, matanya berkeliling di sekitar Shizune.

Shizune memainkan jari-jemarinya. Dia tidak tahu apakah Kakashi akan datang atau tidak, mereka tidak bicara selama 2 hari. Jadi, yang bisa ia katakan hanya, "tidak tahu. Mungkin sedang tersesat di jalan bernama kehidupan?" balasnya, asal bicara. "Aku langsung dari rumah sakit, tidak sempat bertemu." Lanjut Shizune untuk mengurangi kecurigaan.

Sakura terkekeh untuk penggalan yang pertama, "memang tipikal Kakashi-sensei. Jalan bernama kehidupan...." Wanita bersurai merah muda itu tidak tahu kalau senior yang ia hormati sedang memiliki masalah dengan guru yang ia hormati juga.

"Oh ya, ini, untukmu." Shizune menyerahkan bingkisan berukur sedang di dalam paperbag. Mungkin peralatan untuk rumah baru—seperti mesin pembersih ruangan, air purifier, atau lainnya.

Sakura tersenyum lebar, dia menerima hadiah dari Shizune dengan gembira. "Terima kasih, Senpai~"

"Ayo masuk, Senpai. Yang lain sudah datang," ajak Sakura.

Shizune melangkah masuk. Rumah itu terlihat luas dan nyaman, halamannya pun tak kalah luas. Dia melihat sebuah simbol Klan Uchiha yang besar pada salah satu sisi dinding.

"Rumahmu terlihat bagus, Sakura," puji Shizune dengan jujur. Senyumnya sedkit mengembang.

"Hehe, terima kasih. Sarada membantuku untuk semuanya, termasuk pemilihan interior."

"Benarkah? Dia pintar sekali."

Sampailah kedua murid dari salah satu Sannin di ruang utama. Ngomong-ngomong dengan Sannin, Tsunade tidak datang karena tidak berada di Konoha—Sakura sedikit kecewa dengan berita itu.

Sudah ramai, setidaknya ada keluarga Uzumaki dan Yamanaka di sana.

Tim 7.

"Shizune-basan!" Sarada melihat kehadirannya, dia berlari riang dari kursi di sebelah Himawari dan nemeluk Shizune.

"Sarada-chan, hisashiburi~" Barangkali dengan memeluk anak kecil akan membangun moodnya. "Kau sudah sebesar ini, ya?" Shizune mencubit kedua pipi anak perempuan berusia 8 tahun itu. Bukan mencubit dalam artian sesungguhnya, itu hanyalah pemilihan kata untuk tindakan 'entahlah'nya saat ini karena Shizune terlalu gemas.

Setelah bertukar sapa dengan Uchiha termuda, Shizune bertukar sapa pula dengan yang lain, termasuk Naruto yang menyempatkan diri untuk hadir.

Tak lama, kediaman Uchiha mendapat tamu lagi. Suara bel yang menggema membuat sang Tuan Rumah pergi untuk menerima undangan. Bersama dengan itu, Shizune duduk di tempat yang kosong, tepat di sebelah ibunya Inojin.

Shizune sedikit cemas dengan kehadiran tamu baru. Hatinya terus bertanya-tanya, apakah Kakashi-san? Dia tidak tahu bagaimana harus menghadapi pria itu di hadapan banyak orang.

Sayangnya, terkaan Shizune benar. Hatake satu-satunya nampak dari ujung lorong, bersama Sakura yang memeluk bingkisan kotak.

"Akhirnya sudah lengkap semua!" seru Sakura.

Kakashi duduk di sebelah Naruto usai basa-basi singkat. Posisi itu jauh dari Shizune—ujung dan ujung.

Sakura menepuk kedua tangannya sekali, untuk memfokuskan perhatian.

Saatnya sambutan dari pemilik rumah, sekaligus pengundang mereka.

Usai itu, seperti biasa dan seperti seharusnya, mereka makan-makan dan berbincang santai. Anak-anak dibiarkan bebas di ruang bermain, sementara orang dewasa berkumpul di ruang keluarga.

Lagi-lagi Shizune dan Kakashi memilih tempat duduk yang berjauhan.

"Apa ini? Rokudaime dan Shizune-san sedang bertengkar, ya?" Sayang sekali. Kepekaan Sai muncul di waktu yang tidak tepat. Istrinya bahkan bingung ingin memuji atau memarahi suaminya karena asal bunyi—meskipun fakta.

Kakashi dan Shizune sama-sama diam, sama-sama tidak saling menatap. Mereka tidak ingin orang lain tahu urusan dapur mereka, tetapi mereka juga tidak ingin mengatakan bahwa mereka tidak bertengkar—terdengar seperti kekalahan jika salah satu berucap lebih dulu.

"Tidak," Kakashi bersuara. Dia mengalah. "Kami tidak bertengkar."

Tidak ada respons yang mendukung dari Shizune. Dia tidak mau menatap Kakashi. Jika diingat lagi, perasaannya masih terluka, sedih bercampur marah setelah mendengar dengan telinganya sendiri bahwa Kakashi mulai menyesal telah mengajaknya tinggal bersama.

Itu seperti... Shizune tidak lagi memiliki tempat untuk pulang. Dia kecewa.

Life After ElevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang