"Bajingan! Biadab! Dasar cewek murahan! Papamu itu terlalu percaya diri. Anaknya sudah nggak perawan pakai ditawar-tawarin segala ke aku! Jancok!" Kalimat itu tercetus saat belum genap satu minggu Gemma berstatus istri dari seorang dekan fakultas kedokteran. Sosok yang selama ini Gemma kenal baik dan santun kini berubah menjadi monster yang berhasil memberinya kehidupan bak neraka jahanam.
"Memangnya kenapa kalau aku nggak perawan? Toh, Mas juga nggak perjaka lagi. Mas sudah pernah nikah dua kali."
"Ya beda dong! Perjaka atau nggak, laki-laki rasanya akan tetap sama!" Seru sosok tersebut lantang. "Wanita sekalinya dipakai, nodanya akan membekas. Dan aku nggak sudi sama bekas orang. Aku akan ngomong ke Papamu tentang ini. Aku nggak terima ditipu mentah-mentah begini."
Gemma panik. "Mas, Mas, please, jangan ...." Jika itu terjadi, Magani yang akan menjadi sasaran untuk amukan ayahnya. Gemma tidak akan membiarkan itu terjadi. Banyak pengorbanan yang sudah dilakukan untuk berada di titik ini. "Aku janji, Mas, akan ngelakuin apa pun yang kamu perintahkan, akan nurut sama kamu. Tapi please, jangan ngadu ke Papa. Please, Mas ...."
Seperti biasa, Guntur akan menjadi sosok yang ringan tangan saat sedang marah. Dicengkeram rambut Gemma hingga wajahnya mendongak ke atas. Rasanya benar-benar menyakitkan. Seperti anak-anak rambut itu terlepas dari kepalanya. Guntur menatapnya tajam. "Aku sudah nggak nafsu mau pakai lubangmu. Aku nggak mau pakai barang sisa. Tapi, bibirmu boleh juga. Dari dulu aku selalu pengin merasakannya."
Gemma merasakan gigil yang menguyur seluruh tubuhnya. Menjadi pelampiasan nafsu dari suami yang tidak baik. Memperlakukan Gemma layaknya seorang wanita penghibur. Dan tak segan Gemma dimaki dan disakiti fisiknya saat apa yang dilakukan tak sesuai harapan.
"Mbak Gemma, Mbak Gemma!" Guncangan di tubuhnya mengembalikan Gemma dari alam bawah sadar ke kehidupan nyata.
"Ada Guntur di sini, Bik!" Serunya panik. "Ada Guntur!"
"Nggak ada, Mbak." Bik Mar mencoba menenangkan. Sudah paham dengan kondisi majikannya yang belum benar-benar sembuh dari trauma. "Pak Guntur lagi di penjara."
"Nggak, Bik, tadi ada Guntur lagi nyekik leherku!" Gemma menyentuh lehernya. "Sakitnya masih berasa sampai sekarang, Bik!"
"Itu cuma mimpi, Mbak." Sahut Bik Mar. "Mbak Gemma minum dulu, gih! Biar lebih tenang."
Gemma menuruti titah si ART, meneguk air mineral hingga separuh. Bik Mar mengusap-usap punggung majikannya.
"Bik, kasih tahu Pak Tarso dan Rudi supaya terus berjaga di depan. Gerbangnya jangan pernah dibuka. Jangan terima tamu dulu. Aku takut, Bik. Nanti Guntur nyuruh orang buat nyekik aku." Air mata Gemma sudah membanjiri pipi.
"Tenang, Mbak, tenang. Pak Guntur nggak akan bisa masuk ke sini. Dia sekarang ada di penjara. Komunikasinya sama orang-orang pasti terbatas banget. Nggak mungkin bisa nyuruh orang untuk ngusik Mbak Gemma lagi." Bik Mar mendekap tubuh majikannya. Meyakinkan Gemma agar tak perlu risau berlebih.
"Aku takut banget, Bik." Keluhnya lirih. "Aku takut banget."
"Tenang, Mbak, jangan takut. Mbak Gemma aman. Banyak yang melindungi Mbak Gemma. Pak Guntur nggak akan bisa nyakitin Mbak Gemma lagi. Percaya sama saya, Mbak."
.
.Reni : Mbak, aku sudah buat janji sama arsitek yang bikin rumah Rengganis. Agak sorean orangnya baru bisa datang ke klinik untuk cek lokasi. Gimana? Mbak Gemma bisa datang ke klinik sore ini?
Hanya pasien vip yang bisa membuat Gemma menyambangi klinik di akhir pekan.
Gemma : Kenapa sabtu-sabtu masih aja kerja sih? Maleslah aku ke klinik. Kamu urus aja lah, Ren. Aku ngikut. Yang penting hasilnya bagus.
Reni langsung menelepon. "Mbak Gemma, sori, nggak bisa gitu dong. Nanti kalau nggak sesuai gimana?"
"Selaramu bagus, Ren. Pasti sesuai." Gemma baru kelar mengadon kue, sebentar lagi ia akan menuangkan adonan ke loyang, lalu setelahnya dimasukkan ke dalam oven. "Aku lagi sibuk bikin kue. Nanti teman-temanku mau datang ke rumah. Minggu kemarin aku menang arisan."
"Ya ampun, Mbak, kok nggak bilang-bilang sih. Aku pikir biasanya weekend free. Dari kemarin nyocokin jadwal ini arsitek susah banget loh. Dia sibuk pol. Terus gimana dong? Mana bisa dicancel. Nggak enak aku!"
Gemma mengatur mode loudspeaker agar bisa disambi melanjutkan urusan dapur. "Sudahlah, Ren. Kamu urus sendiri aja. Suruh temani Kiki deh. Biar kamu nggak hanya berdua doang sama si arsitek. Ribet amat sih gitu doang. Biasanya juga kamu paling bisa diandelin."
Tiba-tiba sambungan terputus. Gemma sudah hafal tabiat menagernya itu.
Hari sudah sore, para sahabat Gemma dari zaman biru dan abu-abu yang kemudian lanjut membuat grup arisan hingga sekarang. Kekompakan tetap terjalin. Mereka semua yang jumlahnya hampir dua puluh orang sudah berkumpul di ruang keluarga miliknya.
Reni : Sama Mas Gani langsung dibikinin gambar ini, Mbak. Keren banget kan desainnya. Katanya belum ada yang pakai desain ini. Coba tadi sampean bisa ke sini. Kita bisa ngobrol seru. Mas Gani pinter banget.
Astaga, dunia memang sangat sempit. Reni mengirimkan gambar sketsa taman dari ipad milik si arsitek. Tak lupa pula penampakan sosoknya tertangkap kamera.
Reni : Tadinya ku pikir orangnya buluk. Secara arsitek kerja lapangan. Tapi ternyata dugaanku salah. Mas Gani ganteng pol. Putih. Tapi sayangnya sudah punya istri. Coba belum, sudah aku pepet deh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Kedua (TAMAT)
Romance"Jodoh nggak akan salah tempat. Cukup percayai itu."