Bagian - 19

423 67 1
                                    

"Kamu nggak punya kerjaan, nguntitin aku sampai mal gini?!" Lagi-lagi Gemma harus mendapati sosok lelaki masa lalu berdiri menjulang di sebelahnya.

"Aku nggak gitu dong. Habis meeting sama klien di restoran jepang. Terus nggak sengaja lihat kamu jalan masuk ke sini." Ujar si tersangka menjelaskan.

Gemma mendengus kesal. "Ya kenapa nggak langsung pulang aja sana! Kenapa mesti gangguin aku terus sih?!"

"Aku nggak akan ganggu, janji deh." Sahutnya. "Aku malah berniat bantuin kamu bawa belanjaan ini ke mobil. Biar kamu nggak kesusahan gitu."

"Nggak usah repot-repot, makasih. Mending kamu pulang aja sana!"

"Aku nggak repot. Sudah baru aja kelar meeting. Sekarang lowong."

Gemma menggeram sebal. "Emang keras kepala banget ya kamu?! Terserah kamu lah!"

Manusia adam yang kehadirannya tak diundang ini malah tersenyum lebar. Tak menghiraukan sikap jutek lawan bicaranya.

"Nggak usah kebanyakan senyum gitu! Bisa dikira orang gila kamu, sama mereka yang pada lihat."

"Aku memang gila." Bisik lelaki itu di telinganya. Posisi keduanya berdekatan, antre kasir. "Maksudnya, tergila-gila sama kamu." Lanjutnya lirih.

Gemma melengos. "Dasar aneh!"

"Kenapa chatku nggak pernah dibalas sih? Padahal kamu sempat baca loh." Protes lelaki itu, untuk yang kesekian kali perihal pesannya yang sengaja tidak dibalas oleh Gemma.

Mencari pasangan hidup tidak lagi menjadi prioritas Gemma. Untuk saat ini, ia hanya ingin berfokus pada karir dan bisnis. Magani bukanlah laki-laki yang susah untuk disukai. Terlebih keduanya pernah memiliki kisah di masa lalu. Gemma tidak ingin urusannya dengan Magani menghambat segalanya.

"Kamu mau ke panti lagi kan? Kamu beli banyak banget jajan begini?" Tanya lelaki itu setelah antrean kasir sampai di giliran mereka.

"Sebelum aku makin kesel mending kamu pergi sana deh!" Usir Gemma ketus.

"Nggak! Aku pengin temani kamu kok." Tolaknya.

"Aku sudah biasa sendiri. Aku nggak butuh teman." Sembur Gemma, namun tetap tidak membuat sosok tersebut enyah dari hadapannya.

Magani justru semakin seenaknya sendiri. Saat Gemma sedang sibuk membalas pesan dari pasien, tiba-tiba saja lelaki ini kembali berulah.

"Kamu apa-apaan sih?!" Seru Gemma, ketika baru menyadari Magani sudah membayar semua belanjaannya.

"Tadi aku lihat kamu masih sibuk balesin chat." Ujar lelaki itu.

"Ya tunggu dong! Ibankingnya baru juga mau dibuka, sudah kamu duluin aja!"

"Hei, nggak apa-apa. Santai." Magani coba menenangkan, suara Gemma sudah terlalu tinggi.

"Ini belanjaanku buat dikasih ke orang. Ini sedekahku, kamu jangan main serobot gitu aja dong!"

"Oke, oke, aku minta maaf, ya. Aku salah." Tutur Magani kalem. "Sudah, ya, kita dilihatin orang-orang."

"Biarin! Semua salah kamu!" Sembur Gemma masih mempertahankan paras garang. "Kirim rekeningmu deh, aku transferin."

"Iya, habis ini aku kirimin. Ini aku bantuin angkut ke mobil boleh ya?" Tawarnya kalem.

"Terserah kamu!" Sahut Gemma. Bukan berniat melampiaskan kekesalan pada Magani, suasana hati Gemma memang sudah buruk sejak tadi pagi. Biasanya, akan pulih saat ia sudah berkunjung ke panti asuhan dan melihat anak-anak bersorak gembira karena oleh-oleh yang dibawanya.

Jendela Kedua (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang