Jam praktik usai Gemma langsung menuju ke restoran yang selalu jadi tempat nongkrong bersama para geng arisan. Gemma datang paling akhir, teman-temannya menunggu di vip room. Total ada sepuluh orang. Mereka memiliki profesi yang berbeda-beda, ada yang pengusaha fashion, ada yang seorang banker, ada yang presenter stasiun tv, ada yang pula yang dokter, dan lain-lain.
"Nyonya kita ini akhirnya muncul juga!" Celetuk Siska, langsung ditimpali oleh temannya yang lain. "Satu jam loh telatnya kamu, Beb!"
"Sori, Gaes! Baru keluar banget." Ujar Gemma, mendekati anggota gengnya satu-satu untuk cipika-cipiki. "Klinikku lagi ada tukang. Jadi aku sempatin ngecek dulu, sebelum jalan. Namanya pekerja seprofesional apa pun tetap harus dipantau."
"Bikin apa sih, Beb? Perasaan sudah klir deh luxury beauty clinik-mu. Masih ada yang kurang, ya?!" Tanya Nuri, yang duduk di kursi paling pojok.
"Taman sama rooftop sih yang lagi proses sekarang. Biar yang pada antre nggak jenuh, ada spot buat nongkrong." Jawab Gemma sambil meletakkan pantat di sebelah Siska.
"Wih, bisa dong nanti kita pindah ke tempat you. Cari suasana baru gitu. You kan yang paling sering telat, kita samperin deh." Sahut Melodi, temannya yang lain.
"Nah, ide bagus tuh." Dan semua ikut bersuara.
"Boleh-boleh aja, kalau nanti sudah kelar." Respon Gemma.
"Eh, kemarin aku ketemu Magani lagi jalan sama istrinya. Istrinya hamil besar." Tiba-tiba saja Siska berbisik di telinga Gemma. Kenal Magani karena dulunya satu almamater. "Aku sapa, terus sempat basa-basi bentar. Istrinya kelihatan ramai, dan seru. Aku masih nggak nyangka kalian nggak jodoh. Padahal dulu couple goals banget."
Gemma mencebik. "Se-couple goals apa pun kalau Tuhan nggak berkehendak, nggak bakal jadi jodoh."
"Aku mau ngebahas kamu juga jadi canggung. Soalnya di situ ada istrinya." Lanjut Siska, masih dengan suara lirih. Mengingat teman-temannya yang lain tidak tahu menahu soal masa lalu Gemma sebelum menikah dengan Guntur.
"Ya iyalah, ngapain?! Sudah kelar juga." Sembur Gemma.
"Coba dia belum nikah, aku suruh balikan deh sama kamu. Aku bakalan bilang kalau selama ini kita masih sambung. Aku bakalan ceritain penderitaanmu selama ini. Biar dia bisa jadi obatmu. Soalnya aku kayak punya keyakinan kalian bakal berjodoh, Gem. Entah gimana caranya nanti, kalian bakal balikan lagi."
Gemma melambai. "Halu!"
"Gani tuh makin ganteng loh. Sumpah deh, kalau kamu nggak percaya. Dulu sudah ganteng, tambah umur, tambah mateng, tambah macho, tambah hot dilihatnya." Siska tidak tahu aja jika sebelum ini Gemma sudah pernah bertemu dengan Magani.
"Ck, apaan sih! Pedro dengar ini ngamuk entar!" Gemma menyebutkan nama suami Siska.
"Pedro ganteng, tapi kurang keker. Kalau Magani keker badannya. Pasti rajin ngegym dia."
"Beberapa bulan yang lalu aku juga nggak sengaja ketemu dia. Waktu aku nyari kado buat ultah Fina. Nah, kebetulan, istrinya Gani itu temanku SMP. Dia nyapa duluan gitu."
"Ohya?! Terus-terus?!"
"Basa-basi bentar doang, terus aku cabut."
"Respon Magani?"
"Diam aja dia! Temanku nggak tahu kalau aku sudah kenal suaminya."
"Jadi ada adegan pura-pura nggak kenal gitu? Setdah!" Siska mencibir.
"Ya gimana? Masa aku mau bilang ke istrinya kalau sebenarnya kami sudah saling kenal. Nanti pasti bakal panjang. Kenal dari mana? Bisa aja dijawab satu kampus. Tapi kan beda jurusan. Panjang kan?"
Siska manggut-manggut. "Iya juga sih. Hem, jadi kalian sudah pernah ketemu? Gimana perasaanmu, Gem? Masih ada ser-ser nggak?"
"Beberapa hari setelahnya, adiknya Gani datang ke klinik. Ada keluhan sama jerawat. Terus akhirnya kami tukeran nomor WA. Pas kemarin dia nikah, aku juga diundang."
"Terus? Ketemu lagi kalian?!"
Gemma mengangguk. "Dia pas lagi sibuk jadi wali akad adiknya."
"Kalian nggak sempat ngobrol dong?" Tanya Siska lebih lanjut.
"Nggak, aku bahkan buru-buru pulang." Jawab Gemma, tidak memberitahu alasan kenapa dia enyah sebelum acara kelar.
"Kenapa gitu?!"
"Sebenarnya Gani tuh yang seharusnya ngerjain taman sama rooftopku, Sis. Tapi tiba-tiba dilimpahin ke Virgo."
"Astaga, baper dia. Takut oleng, terus main gila di belakang istrinya gitu? Dih."
"Mungkin. Hahahaha."
"Yang diajak selingkuh juga ogah kali. Jadi kesel aku sama Gani."
"Nggak usah kesel, yang dilakukan bener kok."
"Huh! Virgo masih aja sama Gani."
"Satu perusahaan."
"Gaes, dikocok sekarang aja, yuk! Suamiku sudah neror mulu nih!" Suara temannya yang bertugas mengocok arisan menyela.
Semua yang ada di dalam vip room serempak mengangguk.
"Aku juga sudah diteleponin muluk sama anakku. Sudah dibilangin Mamanya lagi metime. Masih aja ganggu."
"Mairaaaa!" Teriak si tukang kocok. "Kirim no rek, Beb."
"Alhamdulillah." Yang bernama Maira menyahuti. "Putaran selanjutnya ditambah napa, Gaes. Lima puluh jutaan gitu. Minimal kebeli Lindy. Biar habis itu aku kerja makin semangat lagi."
"Halah, tujuan kita bikin arisan bukan buat itu sih, Mai. Cuma biar kita bisa silaturahim." Sambar Siska.
"Yang gaji bulanan tiga digit sih gampang ngomongnya. Lha aku?!"
"Makanya, cari suami kaya. Yang bisa ngasih bulanan tiga digit."
Seisi ruangan serempak tertawa.
"Jadi ani-ani aja kali. Nikah risiko punya anak. Aku masih belum siap."
Selain Gemma, temannya yang baru menang arisan juga masih berstatus lajang.
"Kenapa sih, Mai? Apa yang bikin kamu trauma banget sama pernikahan? Coba aja dulu deh."
"Ih, ogah coba-coba. Kalau entar nggak cocok terus cerai lelah diomongin orang."
"Yaelah. Nggak usah dengerin omongan orang. Mereka nggak biayain hidupmu."
Gemma hanya menyimak sahut-sahutan di sekitarnya, tanpa berniat menimpali.
"Kalau bulan depan taman sama rooftopnya Gemma sudah kelar, kita bolehlah samperin sambil botox sekalian." Siska mengerling ke arahnya.
"Boleh, asal bayar full. Jangan lagi-lagi kalian minta discon." Sembur Gemma, sudah beberapa kali teman-temannya ini numpang perawatan.
"Itulah gunanya teman punya klinik kecantikan, Beb. Harus mau direpotin gitu."
"Kalau caranya gitu, sama aja dengan kalian berencana bikin bangkrut usaha teman. Dahlah, aku cabut duluan." Gemma beranjak dari kursi. Diikuti oleh teman-temannya yang lain, ikut bubar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Kedua (TAMAT)
Romance"Jodoh nggak akan salah tempat. Cukup percayai itu."