"Kamu kenapa sih, Mas? Kok aku perhatiin akhir-akhir ini kamu banyak diam. Murung, ngelamun. Di depan laptop, tapi pandanganmu kosong. Cerita dong! Ada masalah sama kerjaan?"
Magani sudah berusaha untuk mengenyahkan bayang-bayang tak baik itu, tapi rasanya susah sekali. Semakin Magani mencoba abai, paras yang ditemuinya dua minggu lalu semakin melekat di pikirannya.
Sudah pasti Magani merasa bersalah pada perempuan yang sedang bergelayut di lengannya. Digelengkan kepalanya singkat, Magani mencoba untuk berkonsentrasi, hati dan fokusnya hanya untuk perempuan yang tengah mengandung buah hatinya.
"Kamu tuh kalau kayak gini jadi ngingetin aku waktu awal-awal kita nikah. Kamu yang nggak luwes. Kamu yang sering anggurin aku. Belakangan ini kamu balik kayak gitu lagi, Mas. Kamu jadi jarang godain aku, padahal aku seneng banget kalau digodain. Jadi ngerasa disayang banget sama kamu. Ada apa sih, Mas?"
"Maaf ya, Sayang." Telapak tangan Magani membelai pipi istrinya yang lembut dan terawat dengan perasaan campur aduk. "Maaf sudah bikin kamu khawatir."
Diandra menatapnya lugu. "Kamu kenapa? Kamu nggak mau cerita sama aku?"
Magani berusaha menarik sudut bibirnya ke atas. "Mungkin aku cuma capek aja." Kilahnya.
"Serius cuma capek?" Istrinya menatap intens. "Nggak kesambet setan pas lagi survei atau ngerenovasi bangunan jadul kan?" Magani sering bercerita tentang aktivitasnya di luar pada istrinya saat sudah pulang ke rumah. Itu sebabnya Diandra mencoba untuk menghiburnya dengan pertanyaan-pertanyaan konyol. "Mungkin kamu ketemu sama penunggu rumah jadul yang cantik banget. Terus bikin kamu terbayang-bayang dan jatuh cinta. Gimana? Tebakanku pasti salah kan?"
Sontak saja Magani tergelak. Ditarik tubuh istrinya, dan didekap gemas.
Hening. Sejenak, keduanya meresapi kedekatan dan keintiman yang dirasakan tubuhnya.
"Jangan kayak gini lagi dong, Mas. Aku sedih lihat Mas Gani murung. Sebagai istri, aku jadi ngerasa nggak berguna."
Magani mendorong pundak istrinya pelan agar bisa menatap wajahnya. "Maaf, Sayang. Janji nggak." Gumamnya.
"Hem, aku punya ide!" Tiba-tiba saja Diandra beranjak dari sofa, yang membuat jantung Magani mau copot.
"Dian, kok nggak pelan-pelan!" Serunya kaget. Mengingat usia kandungan perempuan yang berdiri di hadapannya ini sudah semakin membesar.
Diandra hanya nyengir. "Aman, aku nggak apa-apa kok! Hehehehe."
"Hati-hati, Sayang!" Tegur Magani.
"Siap! Tunggu, aku ambil sesuatu." Tak lama istrinya kembali membawa sesuatu di kedua tangannya. "Silakan dipilih, mau aku pakai yang mana?"
Magani tidak tahan untuk tergelak. "Jadi ini yang kamu bilang ide tadi? Pinter kamu, ya!"
"Yaps! Setelah begituan biasanya kamu akan tertidur pulas sambil tersenyum bahagia. Istrimu ini paling paham sama kebiasaanmu yang itu."
"Hahahaha, kamu emang istri yang top!" Magani mengacungkan dua jempol tangannya.
"Sudah, nggak usah kelamaan ngakaknya. Buruan pilih!" Titah Diandra yang langsung dituruti oleh suaminya.
"Katanya kamu sudah nggak cocok pakai beginian? Terus katanya sudah pada kamu buangin." Beo Magani. Memilih salah satu dari banyaknya pakaian kurang bahan yang disuguhkan. Magani paling suka saat Diandra mengenakan yang warna hitam.
"Yang lama memang sudah pada aku buangin. Banyak yang sobek. Kamu sih bukanya nggak hati-hati. Nggak sabaran banget. Sayang loh, lingerieku nggak ada yang murah."
"Nanti aku kasih uang buat beli ini yang banyak, ya." Ujar Magani sambil terkekeh. Perasaannya yang kacau beberapa menit yang lalu, berhasil disingkirkan oleh bujuk rayu istrinya.
"Padahal tadinya aku pikir aku malu pakai ginian pas perutku buncit."
"Yang ini aja!" Magani memilih yang berwarna hitam. "Ini cocok banget sama kulitmu." Hanya dengan membayangkannya saja sudah membuat aliran darah Magani naik ke ubun-ubun.
Diandra malah mencibir. "Sumpah ya, Mas, kamu itu mesum banget. Lihat ekspresimu, coba ngaca deh! Kenapa ya cowok selalunya kalau urusan seks paling semangat? Langsung gercep. Huft."
"Buruan dipakai, aku ke kamar mandi dulu." Magani beranjak dari sofa, menuju ke tempat yang baru saja di sebutkan. "Sayang, jangan pakai apa-apa selain itu!"
"Astagaaaa, dingin banget. Kecilin AC, Mas!" Teriak istrinya yang masih terdengar di telinga Magani.
Setelah keluar dari kamar mandi, Magani lekas mengurangi suhu penyejuk. "Nanti kamu juga bakalan gerah." Ujarnya sambil melangkah mendekati sang istri yang sibuk mengganti terusan panjang dengan pakaian kurang bahan yang sudah dipilihnya tadi. "Mau aku bantuin pakai nggak?" Ditatapi sosok ayu tersebut.
"Nggak! Tunggu aja di kasur!" Titah istrinya.
Magani tidak ingin melewatkan suguhan tubuh tanpa busana di depannya.
"Mas! Jangan dilihatin gitu ih! Tunggu di kasur!" Teriak Diandra.
"Siapa bilang kamu nggak cocok pakai ginian pas lagi hamil?" Bukannya menjauh, Magani justru semakin mendekat. "Menurutku, pakaian ini malah lebih bagus kamu pakai sekarang. Kamu kelihatan makin seksi."
"Hiiiih, dasar mesum!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Kedua (TAMAT)
Romance"Jodoh nggak akan salah tempat. Cukup percayai itu."