Mama : Gem, ini Mama lagi di klinik, mau detox. Katanya kamu keluar sama tukang arsitek yang ngerjain rooftop. Ke mana? Toko bangunan? Kenapa kamu mau-mau aja urusin beginian. Suruh Reni atau asistenmu yang urus aja!
Bukan ibunya jika tidak hobi mengatur. Untung saja Gemma sudah dalam perjalanan kembali ke klinik saat ibunya mengirim pesan. Gemma sengaja meminta Magani menurunkan di pinggir jalan, agar indentitas tukang arsitek yang dimaksud ibunya tidak ketahuan.
"Kenapa nggak masuk aja sih? Panas-panas loh." Tanya Magani setelah menepikan kendaraannya.
"Di sini aja. Kamu mau langsung ke kantor kan, nggak pakai mampir dulu." Sahut Gemma sambil membuka pintu mobil. "Sudah, ya! Makasih untuk makan siangnya."
Lelaki itu menatapnya. "Kapan-kapan lagi, ya?!"
Gemma berhenti sejenak. "Nggak deh kayaknya."
"Kenapa?!" Magani mengerutkan kening dalam.
"Ya nggak ada alasannya. Sudah, ya. Hati-hati di jalan." Lalu pintu itu ditutup dan Gemma segera melangkah masuk ke pelataran klinik.
Kendaraan milik ibunya sudah berapa di tempat parkir khusus. Reni menghampirinya, tampak ada hal penting yang ingin disampaikan pada Gemma. Tapi, sebelum Reni mengutarakan unek-uneknya, Gemma sudah lebih dulu menduganya, pasti tentang kedatangan ibunya.
"Mbak, ya ampun, ada ibu di dalam. Ibu tahu kalau Mbak Gemma lagi jalan sama Mas Gani. OMG, langsung ngomel ibu!" Lapor Reni menggebu-gebu.
"Kok Mama bisa tahu?" Tanya Gemma.
"Ibu tiba-tiba tanya nama arsitek yang ngerjain rooftop, ya aku jawab aja namanya Mas Gani."
Tepok jidat. Reni benar-benar!
"Di mana Mama sekarang?"
"Sekarang ibu masih perawatan sama Dokter Jessica." Reni mengikuti langkah Gemma yang masuk ke dalam ruangannya, dan menutup pintu. "Memangnya ibu kenal Mas Gani ya, Mbak? Eh, bodoh banget sih aku, ya pasti kenal lah. Kan Mas Gani mantannya Mbak Gemma."
Berurusan lagi dengan Magani, sama halnya melawan orang tuanya. Dulu saat ayahnya masih ada, Gemma mungkin akan menjadi anak penurut, dan tidak akan membantah semua yang dilarang orang tuanya. Terbukti, ia memilih pasrah saat dinikahkan dengan laki-laki yang jarak usianya terpaut jauh, yang berhasil menorehkan trauma tak berkesudahan.
Tubuh Gemma babak belur akibat kemarahan Guntur saat mendapati kondisinya yang sudah tidak perawan. Saat mengetahui hal itu, ibunya justru membela Guntur, dan mengomeli Gemma habis-habisan. Pelaku utama yang ingin ibunya singkirkan saat itu adalah Magani. Namun Gemma berhasil mengurungkan niat orang tuanya dengan berjanji akan menjadi istri yang nurut pada suami.
Perih sekali saat mengingat kehidupannya di tahun-tahun yang lalu. Sekarang Gemma hanya bisa bersyukur, karena Tuhan masih melindunginya, dan membuatnya berada di titik sekarang. Gemma tidak membayangkan akan bisa berkarir dan mewujudkan cita-citanya yang sempat tertunda.
"Mas Gani cakep. Pekerjaannya bagus. Ya kali ibu nggak suka." Lanjut Reni.
"Apaan sih, Ren?!" Sentaknya. "Antara aku sama Gani nggak ada apa-apa, ya. Jangan kebiasaan punya pikiran macem-macem. Waktu itu kamu juga nuduh aku sama Virgo. Padahal juga kita ini dulunya teman sekampus, wajar kalau sekarang akrab."
Reni meringis. "Iya juga sih."
"Ren, kamu keluar dulu. Ibu mau ngomong sama Mbak Gemma." Ibunya Gemma masuk ruangan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Baik, Bu." Reni buru-buru melipir.
"Kamu berhubungan lagi sama laki-laki yang sudah bikin Papamu kena serangan jantung?! Yang sudah bikin Papamu nggak punya muka di depan Guntur?! Kamu memang sembrono, Gem!" Ibunya langsung membombardir Gemma dengan tuduhan-tuduhan tak benar.
"Magani nggak salah." Sahut Gemma tegas. "Aku melakukannya saat sudah kuliah, sudah cukup umur. Coba saja Papa nggak paksa aku nikah sama Guntur, Papa nggak akan pernah ngalamin semua itu. Harusnya Mama sadar, kalau laki-laki yang Papa dan Mama pilihin itu bukan laki-laki baik-baik. Masih aja nyalahin orang yang nggak ada sangkut pautnya sama masalahku. Heran banget deh."
"Pokoknya Mama nggak setuju!" Sambar ibunya. "Kalau kamu tetap ngotot sama dia, lebih baik kamu nggak usah jadi anak Mama!"
"Mama nggak perlu melakukannya, antara aku sama Magani nggak ada hubungan apa-apa. Mama lupa kalau anakmu ini mandul? Harus tahu diri, Ma. Mana ada sih laki-laki yang mau nikahin perempuan nggak sempurna kayak aku? Biar tubuhku sendiri yang dituntut untuk nerima kekuranganku, bukan tubuh orang lain."
"Ada kok. Rajendra. Faisal." Ibunya menyebutkan satu-satu nama laki-laki yang pernah berniat mengajak Gemma berkomitmen. "Mereka dari keluarga terpandang, tapi masih mau sama kamu. Tadi itu, tukang arsitek, dia juga masih mau sama kamu. Alasan dia ajak kamu makan siang di luar? Pasti karena dia masih suka kamu. Mama punya mata-mata di sini. Jangan mencoba membelanya."
"Maksud Mama ngomong kayak gitu itu apa? Kalau pun aku mau sama Magani, ya terserah aku dong. Cukup sekali aja Mama jodohin aku sama orang nggak benar. Selanjutnya nggak akan lagi."
Ibunya maju mendekat. "Tapi jangan sama tukang arsitek. Setidaknya Mama harus punya besan yang sepadan. Yang akan nyambung saat Mama ajak ngobrol. Jangan yang nggak paham botox dan nggak pernah holiday ke luar negeri, Mama nggak mau. Mama malu kalau teman-teman Mama sampai mengetahuinya."
Astaga, astaga, astaga. Gemma tidak bisa mengontrol dirinya lagi. Keputusannya tinggal terpisah dari orang tuanya setelah menjebloskan Guntur ke penjara adalah benar. Ibunya memang ratu drama yang tidak akan pernah berubah dari dulu. Saat mengetahui kondisi anaknya yang sempat berurusan dengan psikitater, ibunya masih saja menggampangkan, dan sekarang, ibunya kembali berulah.
"Anakmu ini sudah dewasa, Ma. Aku nggak harus minta pertimbangan pada siapa pun untuk keputusan yang aku ambil dalam hidup. Aku pernah ngalamin fase yang nggak semua perempuan kuat menjalaninya. Jadi, cukup, aku nggak ingin jadi anak durhaka, tolong Mama keluar dari ruanganku sekarang. Aku mau siap-siap kerja pasien."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Kedua (TAMAT)
Romance"Jodoh nggak akan salah tempat. Cukup percayai itu."