Bab 2-Kau Meninggalkanku

66 7 0
                                    

Hiasan meja pendulum bergerak mengikuti pola unik ketika pertama kali digerakkan. Namun, gerakannya kadang terganggu bila ada angin yang menerobos masuk menggerakkan tirai dan menyapunya, polanya sedikit berbeda, tetapi tak akan kentara disadari oleh pemilik. Pemilik pendulum baru saja datang dari luar untuk beberapa jam ke belakang, kali ini berdiri di depan meja kerjanya untuk beberapa saat dan menunduk, tangannya meraih kotak ukuran sedang di bawah meja. Ia membukanya dan benda pertama yang dilihat adalah kalender meja, bukan kalender baru karena sudah terdapat coretan dan berhenti pada tanggal tiga puluh Maret tiga tahun lalu.

Pria itu memasukkan kalender itu lagi ke kotak, di dalam sana hanya ada benda itu saja dan sempat mengira akan dikembalikan lagi ke tempat semula, nyatanya tidak! Kalender itu dibawa keluar dari ruangan setelah dimasukkan ke sampah non organik dan berbalik kembali ke ruang kerjanya.

"Kau yakin melakukannya, Lyon?" tanya sebuah suara yang membuat pria berhidung mancung itu berhenti melangkah. Seorang wanita cantik duduk di sofa ruang tengah dan menatap sendu pada pemilik rumah.

"Kau yang melakukannya lebih dulu, kau menghapus jejakmu di rumah ini hingga tak ada satupun benda mengingatkan keberadaanmu. Kenapa hanya benda yang kauhapus, ingatanku seharusnya dihapus sekalian, menyiksa." Pria itu bertutur kata tanpa ekspresi, seolah benar-benar akan mengatakan hal itu jika suatu saat nanti bertemu dengan Eloish.

Lyon melewati ruang tengah dan menaiki tangga ke lantai dua, melewatkan kegiatan duduk di ujung ranjang untuk memeriksa apakah masih ada barang Eloish yang tertinggal setelah bertahun-tahun berlalu. Ya, Lyon justru merasa terganggu bila melihat benda yang pernah digunakan Eloish di rumah ini, bila dulu menangisinya, sekarang justru membencinya. Lyon tak menyukai dirinya yang tak berdaya bila menyangkut satu nama. Ia menutup tirai abu-abu separuh bagian dan merebahkan diri di ranjang, langit-langit lantai dua yang terbuka itu jauh lebih menenangkan daripada pikirannya.

"Istirahatkan pikiranmu, Lyon. Berhentilah memikirkan orang yang tak pernah memikirkanmu," ingat Lyon pada dirinya sendiri.

Lyon memejamkan mata, mengesampingkan kebisingan kota yang tak pernah mati meski terik matahari tengah berada di ubun-ubun. Namun, waktu menenangkan itu hanya berlangsung empat puluh lima menit saja, sebab pintu smart lock itu terdengar diotak-atik oleh seseorang. Rasanya, tak cukup hanya itu saja, seseorang menggedor pintu dan memanggil namanya sukses membuat Lyon terjaga.

"Hhh, Orel what are you doing!" keluh Lyon menghela nafas.

Ponsel di meja bawah televisi LED di sisi lain ruangan kamar itu bergetar, Lyon mengabaikan semua hal yang mengganggunya, tetapi suara lain terdengar sebagai bentuk protes, suara tetangganya! Lyon melompat dari ranjang dan tetap mengabaikan ponselnya yang bergetar, memilih menuruni tangga yang mengantarkannya langsung dekat dengan pintu utama.

"Tunggu sebentar, Sayang. Jangan rewel, ya." Suara Orel terdengar panik dan tetap mengotak-atik pintu utama.

Lyon mendorong pintu dan mengejutkan Orel di depannya. "Ada apa?"

"Lyon. Oh, Lyon syukurlah kau keluar. Biarkan aku masuk dulu," pamit pria yang berpakaian lain tak seperti terakhir kali bertemu dengannya saat makan siang tadi.

Orel menggendong seorang bayi berusia sekitar satu tahun setengah yang berpipi gembul. Orel melepas gendongan dan menaruh bayinya di sofa besar sembari menghela nafas. Bayi berjenis kelamin perempuan itu berguling menatap Lyon, lalu tersenyum.

"Ada apa kemari membawa bayi?" tanya Lyon.

"Sebentar, aku haus," ujar Orel meninggalkan bayinya di sofa besar dan membuat Lyon reflek mendekat demi menahan bayi perempuan itu tak melompat.

Bayi perempuan itu tersenyum ke arah Lyon dan pipinya bersemu merah muda. "Phapah!"

"Aku bukan papamu, papamu di sana!" Lyon memberi tahu bayi perempuan Orel, tetapi bayi itu justru tersenyum.

Sweven Where stories live. Discover now