Bab 5- Kau Bawa Serta

35 5 0
                                    

Apakah hal yang wajar, diamku mengalun seiring waktu, tapi hatiku bergema pilu? Apakah benar kata orang bahwa hal yang sewajar ini terlalu diagung-agungkan? Apakah perihal perasaan memang tak terlalu penting untuk sekarang ini? Raga setegap batu karang, hati hancur bak gelas kaca berserakan.

Tiket yang berkilau emas di tangan Yvonne terasa hangat bukan karena dipanaskan, melainkan pikirannya berkelana pada kemungkinan-kemungkinan yang ingin diwujudkannya. Yvonne mulanya berpikir jika itu hanyalah tiket emas biasa bisa digunakan untuk konsultasi tentang apa saja dalam hidupnya, entah percintaan, keuangan atau kehidupan. Yvonne tersenyum miris, membalik tubuh dari meja rias mungil ke lemari pakaian dan berjongkok di bawah. Jemarinya menarik keranjang berukuran tanggung berwarna cokelat tua, lalu menyelipkan tiket emas itu ke salah satu buku notes dan mengembalikan keranjang kembali ke tempatnya.

"Ck, konsultasi? Terakhir kali konsultasi soal perasaan aku dicap lebay dan kekanak-kanakan," gelak Yvonne sembari menggelengkan kepala.

Yvonne meraih kacamata dan mengenakannya, lalu duduk bersila kembali di depan meja mungil yang available dijadikan meja rias ataukah dijadikan meja kerja seperti sekarang ini. Wilf mengiriminya pesan dan memintanya mengecek lewat email hasil jepretannya yang kali ini akan diunggah ke akun sosial media milik Wilf dan tak lupa mencantumkan tag ke akun sosial media Yvonne seperti biasa. Ponsel Yvonne yang tergeletak di sisi laptop berwarna hitam itu bergetar, pesan dari Wilf meminta tanggapannya segera. Yvonne membalas sebaris kalimat berisi kepuasan hasil jepretan Wilf yang tak pernah mengecewakan. Yvonne mulanya akan meninggalkan laptopnya, tetapi benaknya menahan untuk menjelajahi kabar terbaru soal seseorang.

Jemari Yvonne tertahan di atas papan tombol, menimbang rasa apakah yang dilakukannya nanti memberikan dampak positif ataukah negatif. Jari tengahnya bergerak menekan lebih dulu sebelum hatinya benar-benar yakin jika ini yang diinginkannya, disusul jari tengah tangan lain merangkai sebaris nama yang dimasukkan ke mesin pencari dan berita mengenai orang dicarinya muncul, mulai dari email, akun sosial media hingga berita terbaru mengenainya lengkap dengan foto atau video yang diunggah. Ponsel yang terakhir kali digunakan membalas pesan singkat Wilf kini bergetar beberapa kali dalam kurun waktu berdekatan.

Dira
Akhirnya punya nomor ponselmu, Yvonne!

Anggun
Yvonne! Apa kabar?

Wyna
Yvonne! Apa kabar? Aku mau menikah, mau ya jadi bridalku nanti?

Dira
Wyn, beneran mau nikah? Kukira gimmick aja!

Anggun
Gimmick gimana, sih, udah isi dua bulan. Ups!

Wyna
Besok jam makan siang kita ngumpul bahas ini gimana? Bisa enggak?

Anggun
Bee cafe!

Dira
Lihat ntar deh, soalnya jam makan siangku kadang enggak tentu, bos minya dikepret!

Yvonne
Aku baik, kangen kalian semua! Besok siang, ya, oke deh!

Wyna
Wajib dateng! Kita berempat harus segera ketemu pokoknya, mumpung aku masih di kota ini loh!

D

ira
Yvonne! Besok wajib dateng! Aku usahain deh!

Anggun
Pokoknya besok harus dateng semua, titik!

Yvonne tersenyum melihat isi chat dengan tiga teman semasa sekolahnya yang terpisah berbeda beberapa kota karena pekerjaan, tahun ini dua teman lain berada di kota yang sama dan Wyna akhirnya pulang ke rumah orang tua karena hendak menikah. Yvonne mengalihkan pandangannya dengan menaruh ponselnya di samping laptop ke arah layar terpaku yang menampilkan postingan terbaru dari akun sosial media Elliot—pria yang memutuskan untuk mengejar cita-citanya memintanya menunggu. Namun, beberapa rumor terdengar tentang kabar terbaru Elliot jika pria itu sudah mempunyai kekasih baru.

Sweven Where stories live. Discover now