happy reading.
Memasuki musim hujan, banyak mahasiswa mahasiswi Satya Radja yang menggerutu karena hujan di siang bolong. Kebanyakan dari mereka membawa kendaraan seperti motor, jadi mereka harus mengenakan jas hujan, namun tidak seperti cowok yang satu ini.
Khadafy, yang justru hanya berbekal jaket, kini menepi sejenak di halte untuk membenarkan jaketnya. Disana ada Senja, yang sedang menunggu jemputan.
Kesempatan dalam kesempitan, kalau kata Rava.
"Senja, nunggu jemputan?" Tanya Khadafy, basa-basi yang sangat basi, jelas-jelas hujan deras menerjang Satya Radja dan wilayah sekitarnya. Mana mungkin Senja pulang sambil hujan-hujanan.
"Hujan." Balas Senja singkat, Khadafy mengangguk kikuk.
Khadafy melepas jaket anti air bewarna perpaduan biru dongker dan abu-abu. Ini sebuah kesempatan, Khadafy tidak akan menyia-nyiakan nya. Ditatapnya gadis yang ternyata juga menatapnya sedari tadi, Senja langsung kalangkabut kala Khadafy tiba-tiba menatapnya dan berjalan kearahnya.
"Ayok, aku anter pulang, perkiraan hujan bakal sampe sore nanti, kelamaan kalau nunggu terang," ajak Khadafy sembari menyodorkan jaket anti air itu kepada Senja. Gadis itu menoleh, bingung.
"Aku udah telpon ayah ku, dia bakal dateng habis ini." Balas Senja. Menolak Khadafy. Khadafy memang sudah biasa ditolak mentah-mentah oleh Senja, meski terkadang bisa berdekatan dengan gadis itu secara sengaja dan tidak sengaja.
"Kamu yakin ayah kamu bakal dateng sambil hujan-hujanan begini?" Tanya Khadafy. Cosplay Rava pula cowok itu.
Senja jadi berfikir dua kali, mungkin benar, ayahnya akan menunggu hujan reda. Seingat Senja, jas hujan di rumahnya hanya ada satu, tidak mungkin ayahnya membiarkan Senja kehujanan juga.
"Telpon lagi ayah kamu, bilang aja kamu bareng temen," suruh Khadafy, ia maju satu langkah, tangannya tidak menyerah untuk menyodorkan jaket anti air itu kepada Senja.
Untuk saat ini, Khadafy mohon, jangan tolak Khadafy, Senja.
"Kalau aku pake ini, kamu pake apa?" Tanya Senja, jaket anti air milik Khadafy cuma satu, sementara sekarang Khadafy hanya mengenakan crewneck hitam yang sudah setengah basah.
"Aman, aku gak gampang sakit." Balas Khadafy dengan percaya dirinya, Senja mencebik kesal. Persetan dengan akhir-akhir ini keadaan Khadafy sedikit mengenaskan.
"Gak usah berlagak pahlawan, nanti kamu sakit, aku jadi merasa bersalah," balas Senja. Khadafy terkekeh, Senja itu perhatian, meski kata-kata nya sedikit sarkas.
"Aku gak papa, asal kamu pulang dan gak sakit, itu udah lebih dari cukup buat aku," balas Khadafy sambil tersenyum kecil, senyumnya masih secerah matahari meski kini awan sangatlah hitam.
"Ayok, nanti kamu kedinginan, minggu depan ujian!" Ajak Khadafy, cowok ini memaksa sekali.
"Nanti kamu yang sakit, aku balikin deh perkataan kamu, minggu depan ujian." Balas Senja membuat Khadafy menahan senyum entah itu menahan tawa atau senyum ceria. Akhir-akhir ini Khadafy baik sekali kepada Senja, hubungan mereka semakin dekat setelah musical showcase.
Tentu saja, Khadafy memulai langkah untuk mencintai Senja dan membuat Senja membalasnya.
"Aku cowok, cowok itu kuat. Kamu lebih butuh, Senja." Khadafy jadi gemas sendiri, ditariknya lengan baju Senja dan memberikan jaket anti air itu pada Senja.
Senja mau tidak mau menerimanya, memperhatikan Khadafy yang mulai memakai kembali helmnya, dan berjalan menuju moge klasik yang selalu ia gunakan kemana-mana. Senja pun segera memakai jaket anti air itu. Ragu-ragu ia naik ke atas moge klasik Khadafy, ini bukan pertama kali, namun rasanya kali ini berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Senja [ END ]
Teen Fiction"Apa yang membuatmu merasa nyaman?" "Entahlah, mungkin ... sebuah kebebasan, dan kenyamanan yang menghangatkan," "Kalau begitu, bolehkah aku memberi sebuah kebebasan dan kenyamanan buat kamu?" Khadafy selalu terpesona oleh Senja, keindahan yang meng...