Happy Reading!
Di pagi yang bahkan matahari saja belum datang untuk menyinari bumi, seorang cowok yang tidur bersama temannya itu terbangun dengan suara alarm. Dengan tubuh dan kesadaran setengah pun cowok itu meraih benda yang mengeluarkan suara berisik itu. Setelah mendapatkannya pun langsung ia matikan alarm dari benda pipih itu.
Pukul 04.30.
Khadafy, cowok itu, menegakkan badannya, meski terasa berat untuk meninggalkan kasur nya yang empuk dan nyaman itu.
"Va, ikut sholat subuh gak?" Tanya Khadafy pada seorang cowok yang tidur disampingnya, cowok itu tertidur dengan posisi tengkurap dan kepala yang jatuh ke lantai, memang kasur Khadafy tidak di ranjang, jadi tubuh Rava merosot ke lantai karena kasur Khadafy tidak mampu menampung dua tubuh.
"Hng," Rava bergumam tidak jelas membuat Khadafy malas menanggapi, akhirnya cowok itu berdiri dari tempat tidur dan memilih untuk sholat subuh sendiri.
Membuka pintu kamar menimbulkan suara nyaring yang berhasil membuat Rava menggeliat, mengetahui kasur sebelah kosong membuat cowok itu berguling menguasai kasur sendiri. Sementara Khadafy mengeluarkan kepalanya terlebih dahulu dari kamar, mengecek lorong kost-an nya yang begitu sepi dan gelap tentu saja.
Bohong, kalau Khadafy tidak takut syaiton.
"Va, ayok sholat yuk!" Khadafy akhirnya kembali berjongkok disamping Rava, menggoyangkan tubuh Rava agar cowok itu tersadar dan menemani Khadafy sholat. Bukankah mengajak teman ke jalan yang benar akan semakin bagus, dapet pahala juga.
"Hng," gumam Rava lagi, tidurnya pulas sekali, nyaris seperti orang meninggal, meski wajah Rava sedikit memerah akibat kedinginan terkena lantai tadi.
Khadafy berdecak lelah, ia berdiri, namun tidak meninggalkan Rava. Bisa ataupun tidak bisa, ya harus bisa, Khadafy harus sholat bersama Rava. Jadi, kaki Rava ia tarik hingga tubuh itu sedikit terbentur ke lantai keramik yang dingin.
"Akh! Anj*ng!"
Pekik Rava kala kepala nya yang memiliki kapasitas IQ diatas 100 itu terbentur lantai keramik, namun Khadafy kepalang senang karena Rava akhirnya bangun, mendudukkan dirinya kemudian menggaruk-garuk lehernya yang sedikit gatal.
"Kenapa sih?! Emang udah pagi?" Tanya Rava sambil mendongak menatap Khadafy yang berdiri didepannya.
"Belum, emang lu gak mau sholat? Kafir lu?" Tanga Khadafy telak sambil berkacak pinggang, seperti emak emak yang memarahi anaknya karena tidak sholat tepat waktu.
"Ck, bilang aja kalau lu takut," ujar Rava telak kemudian berdiri, meski Khadafy sedikit kicep karena di ulti, dirinya harus tetap merasa bangga karena mengajak Rava ke jalan yang benar.
Khadafy akhirnya berjalan di lorong, menoleh sejenak memastikan Rava mengikutinya di belakang, namun cowok itu berjalan lambat sekali seperti siput, tidak lupa menggaruk-garuk rambutnya yang sudah acak-acakan. Karena kesal dengan langkah lambat Rava, Khadafy pun menggandeng tangan Rava di lengannya dan berjalan bersama cowok yang masih linglung itu.
Kost-an Khadafy memiliki fasilitas mushola kecil di ujung lorong, selalu sepi karena penghuni kost lebih memilih sholat di kamar kost mereka masing masing, lagipula mushola itu benar benar kecil dan selalu gelap.
"Mau kemana?!" Tanya Khadafy panik kala Rava akan meninggalkannya yang hendak mengambil wudhu. Tangan Rava di tahan oleh Khadafy sampai cowok itu mendengus dengan sifat penakut Khadafy.
"Kencing bentar, ngga lama, lu wudhu aja duluan." Balas Rava telak, melepaskan cengkraman tangan Khadafy di lengannya, lalu meninggalkan Khadafy yang luntang-lantung karena ketakutan.
![](https://img.wattpad.com/cover/361129373-288-k249045.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Senja [ END ]
Teen Fiction"Hidup itu seperti perjalanan naik motor," "Kadang jalannya mulus, kadang juga berlubang, atau dipenuhi polisi tidur," "Tapi selama kita bersama, menghadapi segalanya bersama, semuanya akan baik-baik saja." Khadafy selalu terpesona oleh Senja. Hingg...