18 - ungkapan terakhir

94 62 36
                                    

happy reading!





Malam itu, suasana kota begitu hidup, dipenuhi dengan sorak sorai para penonton yang antusias. Lampu-lampu kuning menerangi jalanan, menciptakan pemandangan yang memukau di bawah langit malam yang berbintang.

Saat keduanya sampai di lokasi, kerumunan sudah memadati area konser. Senja dan Flavio berusaha mencari tempat yang strategis untuk menonton. Mereka akhirnya menemukan tempat yang cukup nyaman di dekat panggung, cukup dekat untuk merasakan getaran musik namun tidak terlalu berdesakan.

"Ngga expect bakal seramai ini," ucap Flavio pada Senja. Dirinya pikir hanya konser biasa seperti saat musical showcase dulu.

"Kayaknya ini dibuka untuk umum juga," balas Senja yang fokus ke panggung, ia tidak tahu kapan Khadafy akan tampi. Entah kenapa rasanya tidak sabar sekali melihat cowok itu.

Waktu terus berlalu, dan akhirnya, Khadafy dan bandnya muncul di atas panggung. Sorak-sorai penonton semakin menggema, mengisi setiap sudut area konser. Senja merasakan perasaannya bercampur aduk.

Khadafy masihlah orang yang sama, seorang leader yang akan membuka penampilannya dengan beberapa kata-kata. Khadafy masihlah Khadafy yang dulu, yang selalu baik, suara nya lembut, jokesnya aneh, namun semuanya menjadi sebuah candu untuk Senja.

Khadafy masihlah orang yang sama dengan orang yang selalu membantu Senja dahulu. Dan Khadafy adalah orang yang bisa meluluhkan hatinya.

"Selamat malam semuanya, kita adalah Rapsodi. Pada malam yang indah ini, kami membuat dua lagu sederhana yang akan kita nyanyikan untuk mengakhiri konser ini. Kemudian akan dilanjutkan dengan dua lagu penutup," ujar Khadafy pada para penonton yang kembali bersorak gembira.

"Saya harap, dua lagu buatan saya ini, bisa enak terdengar di telinga kalian," lanjut Khadafy diselingi kekehan kecil di akhir kalimatnya. Sebelum akhirnya cowok itu menatap Harsa, keyboard dan vokalis utama band mereka mengambil posisi.

"Lagu pertama kita, kita buatnya bareng-bareng, judulnya adalah 'Ungkapan Perasaan'," ucap Harsa mengawali lagu mereka. Alunan piano yang ia mainkan mulai terdengar, kemudian diikuti oleh drum milik Khadafy.

"Mereka bener bener bikin lagu sendiri?" tanya Flavio keheranan. Pasalnya alunan musik instrumen yang mengawali lagu terdengar begitu asing.

"Sepertinya begitu," balas Senja yang terfokus pada seseorang yang bermain drum dibelakang panggung. Sepertinya Khadafy tidak kebagian part bernyanyi, mengingat bernyanyi sambil bermain drum akan susah.

"Hari hari berjalan seperti biasa
Kudengar suara mu mulai menggema
Binar mu berkilauan saat kita bersapa
Melupakan penyesalan yang pernah ada"

Senja melebarkan matanya, tidak expect lagu akan dibuka dengan suara Khadafy. Suara lembut yang selalu menanyakan keadaannya, melemparkan jokes aneh, dan selalu menemaninya akhir-akhir ini kini bernyanyi dengan sangat indah.

"Keinginan ku, kau tetap tersenyum
Hiraukan aku, jangan pernah terluka
Meski ku tahu, dunia sangat kejam
Aku disini 'kan menjagamu"

Suara berat Karel terdengar, Senja terpukau tiap detik mereka menyanyikan baris lirik yang begitu indah itu.

"Meski ku bertekad, kau 'kan jadi milikku
Takdir mungkin saja salah
Perasaan itu, perasaan cintaku
Ingin segera ku ungkapkan"

"Ku takut, saat kamu menghilang dari sisi ku
Berharap dirimu, kembali pada diriku"

Highnote dari Harsa cukup membuat para penonton histeris, Senja ikut terpukau.

Hai, Senja [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang