23

4.9K 176 2
                                    

Brian dan Kinsley melangkah memasuki Ballroom Hotel dengan tangan tergandeng, melanjutkan langkah mereka dengan anggun menuju meja pesta khusus yang telah disiapkan. Suasana malam itu begitu meriah, dengan para tamu yang datang dari berbagai latar belakang bisnis berkumpul untuk menikmati malam yang penuh kegembiraan ini. Namun, di balik keramaian dan gemerlap lampu, ada ketegangan yang tersembunyi, terutama bagi Brian dan Kinsley.

Di tengah kerumunan, seorang pria tua dengan penampilan yang penuh karisma berdiri di atas panggung. Pria tersebut adalah Samuel Donovan, pemilik acara malam itu dan mitra kerja terbaik dari Thomas William Santley, kakek Brian. Dengan usia lebih dari 50 tahun, Samuel masih menunjukkan semangat dan wibawa yang luar biasa. Ia memegang mikrofon dan bersiap untuk memberikan pidato pembukaan acara.

"Selamat malam, para tamu yang terhormat," suara Samuel menggema di seluruh ruangan, menarik perhatian semua orang. "Saya sangat berterima kasih atas kehadiran Anda di acara malam ini. Malam ini kita merayakan keberhasilan proyek pembangunan resor mewah di tepi pantai, yang telah kita selesaikan dengan kerja keras dan dedikasi bersama."

Samuel berhenti sejenak, menatap ke arah Brian dan Kinsley. "Dan saya ingin mengucapkan terima kasih khusus kepada Brian Holland Santley, yang mewakili kakeknya malam ini. Kehadirannya di sini adalah penghormatan besar bagi kita semua."

Brian mengangguk singkat sambil tersenyum, merasakan beban tanggung jawab yang kini berada di pundaknya. Kinsley menggenggam tangan Brian dengan erat, memberikan dukungan yang ia butuhkan.

Namun, di sudut ruangan, Davis yang telah merasa dipermalukan oleh Brian sebelumnya, terus merencanakan sesuatu. Dengan tatapan penuh dendam, ia melihat celah untuk merusak reputasi Brian melalui acara malam ini.

Setelah pidato Samuel selesai, para tamu kembali ke percakapan mereka, sementara Brian dan Kinsley menuju meja khusus yang telah disiapkan. Davis, yang telah menunggu saat yang tepat, mendekati Samuel dan berbicara dengan nada yang meyakinkan. "Mr. Samuel, bisakah saya memberikan sedikit kata sambutan? Saya memiliki sesuatu yang penting yang ingin saya sampaikan kepada semua orang."

Samuel, yang tidak menyadari niat jahat Davis, mengangguk dan memberikan mikrofon kepadanya. Davis naik ke podium dengan senyum sinis di wajahnya.

"Selamat malam, semua," Davis memulai, menarik perhatian semua orang. "Saya ingin berbicara tentang seorang pria yang kita semua kenal di sini, Brian Holland Santley."

Brian merasakan dadanya mulai sesak, kenangan masa lalu yang kelam mulai menghantuinya. Kinsley merasakan perubahan pada suaminya dan menggenggam tangannya lebih erat.

"Brian bukanlah siapa-siapa tanpa kakeknya, Thomas William Santley. Dia adalah anak yang diusir dari rumah oleh orangtuanya sendiri. Dan tahukah kalian kenapa? Karena dia tidak mampu menjaga keluarganya. Bahkan kekasihnya, Aloandra, meninggalkannya dan memilih menikah dengan saya."

Ruangan terdiam, mata semua tamu tertuju pada Brian yang terlihat pucat dan gemetar. Kinsley melihat suaminya yang berada di ambang serangan panik, dan dengan cepat berdiri.

"Davis," suara Kinsley dingin dan tajam, seperti pisau yang menusuk. "Kau mungkin berpikir bahwa dengan mengungkit masa lalu Brian, kau bisa mempermalukannya. Tapi yang sebenarnya terjadi adalah kau menunjukkan betapa kecilnya dirimu."

Davis terkejut dengan keberanian Kinsley, tapi ia tetap berusaha mempertahankan kendali. "Saya hanya mengungkapkan kebenaran, Kinsley. Semua orang berhak tahu siapa Brian sebenarnya."

Kinsley melangkah mendekati podium, tatapannya tidak pernah lepas dari Davis. "Kebenaran yang kau ungkapkan hanyalah sebagian kecil dari cerita. Brian mungkin memiliki masa lalu yang sulit, tapi itu adalah masa lalu. Apa yang kau lakukan hanya menunjukkan betapa rendahnya dirimu dan betapa tidak amannya kau dengan pencapaianmu sendiri."

Para tamu mulai berbisik-bisik, beberapa terlihat setuju dengan kata-kata Kinsley. Davis mencoba berbicara, tapi Kinsley memotongnya dengan tegas.

"Dan satu hal lagi, Davis. Kau tampaknya lupa, siapa sebenarnya yang seorang parasit di sini. Kau menumpang hidup di kediaman keluarga Brian, memalukan! Kau hanya seorang penumpang yang tak tahu diri. Dan Aloandra? Dia wanita tanpa hati yang meninggalkan Brian saat dia sedang terpuruk. Kau dan dia sama saja, tak punya moral!"

Davis terdiam, wajahnya memerah karena marah dan malu. Kinsley menarik napas panjang, merasakan udara di ruangan yang tiba-tiba terasa berat dan menyesakkan. Tanpa berkata-kata lagi, ia meraih tangan Brian yang gemetar dan menggiringnya keluar dari Ballroom. Langkah-langkah mereka cepat dan tegas, meninggalkan keramaian dan bisik-bisik para tamu yang masih terkejut dengan pemandangan yang baru saja mereka saksikan.

Mereka mencapai parkiran hotel yang gelap dan sepi. Kinsley membuka pintu mobil dengan gerakan cepat namun tetap anggun. Ia mendorong Brian dengan lembut ke kursi pengemudi. Tatapannya tetap dingin namun penuh perhatian.

"Brian, bisakah kau mengemudi?" suaranya tegas namun penuh kasih sayang, seperti seorang ratu yang memberi perintah dengan kelembutan seorang istri.

Brian, yang masih terkejut dan terguncang, hanya bisa mengangguk pelan. "S-sure, Kinsley." suaranya bergetar sedikit, tetapi ia berusaha keras untuk tetap tenang.

Kinsley menutup pintu mobil dengan lembut, lalu bergegas masuk ke kursi penumpang. Brian meraih kunci dan menyalakan mesin, tangannya masih terasa sedikit gemetar. Mereka mulai melaju keluar dari parkiran hotel, meninggalkan gemerlap lampu dan hiruk-pikuk pesta di belakang.

Selama perjalanan, suasana di dalam mobil hening. Hanya suara mesin yang terdengar, mengisi kekosongan di antara mereka. Kinsley memandang keluar jendela, mengamati pemandangan kota yang berlalu dengan cepat. Tatapannya tetap dingin dan tenang, seolah merencanakan langkah-langkah berikutnya yang harus mereka ambil.

Brian mencuri pandang ke arah istrinya, merasa bersyukur atas keberanian dan ketegasan yang ditunjukkannya malam ini. Ia tahu bahwa tanpa Kinsley, ia mungkin tidak akan mampu menghadapi penghinaan di depan umum seperti tadi.

Setelah beberapa saat, Kinsley akhirnya memecah keheningan. "Brian," suaranya lembut namun tegas, "Kau harus ingat bahwa masa lalu tidak menentukan siapa dirimu sekarang. Kau lebih kuat dari yang kau pikirkan."

Brian mengangguk pelan, meresapi kata-kata istrinya. "Aku tahu, Kinsley. Terima kasih."

Kinsley mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Brian yang berada di atas setir. "Kita akan melewati ini bersama, seperti selalu."

Brian merasakan kehangatan dan kekuatan dari sentuhan Kinsley, dan untuk pertama kalinya malam itu, ia merasa sedikit lebih tenang. Mereka terus melaju dalam keheningan, tetapi keheningan itu kini terasa lebih menenangkan, penuh dengan harapan dan kekuatan yang baru ditemukan.

***
TBC

Hihihi, kena juga kan si Davis😂

Btw, makasih banyak supportnya.

Aku akan membuatkan jadwal rutin p karena terlalu banyak novelku yang on going.

Update Rutin:  Kamis

Istri Dingin Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang