Bab 50

1.2K 55 3
                                    

Kinsley melangkah ke kantor dengan perasaan bercampur aduk. Sesampainya, ia terkejut melihat deretan staf menunggunya dengan senyum lebar. Steve dan Anne berada di antara mereka, menyambutnya dengan penuh hormat. Kinsley membalas dengan anggukan kecil, merasa sedikit canggung dengan perlakuan istimewa ini. Meskipun tak nyaman, ia sadar harus bersikap profesional sebagai CEO.

"Selamat datang, Mrs. Santley," sapa Steve dengan nada resmi. Kinsley hanya tersenyum tipis, menatap para staf yang tampak antusias. Beberapa dari mereka tampak terkejut mengetahui status Kinsley sebagai istri Brian, terutama mengingat posisinya sebelumnya di proyek kafe yang relatif kecil bagi Santley Group.

Setelah menyambut kedatangan Kinsley, Steve berbalik menghadap para staf. "Mulai hari ini, kalian akan bekerja di bawah arahan Mrs. Santley sebagai CEO sementara kita," ucapnya dengan suara tegas namun bersahabat. "Pastikan kalian memberikan dukungan penuh untuknya, seperti yang selalu kalian lakukan."

Dengan ucapan itu, Steve memastikan bahwa peralihan kepemimpinan tersebut diterima dengan baik oleh seluruh staf, tanpa menyinggung kondisi Brian yang dirahasiakan.

"Baik, Pak!" seru para staf serempak. Setelah sambutan itu, Kinsley berjalan bersama Steve dan Anne menuju lift khusus yang membawa mereka ke lantai 16, tempat ruangan Brian berada.

Begitu pintu lift tertutup, Kinsley menghela napas lega. "Kalian nggak perlu seformal itu sama gue. Gue lebih nyaman kalau kita santai," katanya, mencoba mengendurkan suasana.

Steve mengangguk, tersenyum. "Harus begitu di depan karyawan. Bagaimanapun, lo adalah CEO di sini," jawabnya dengan nada pengertian.

Anne hanya terdiam, terlihat gugup. Kinsley tahu bahwa sahabatnya mungkin merasa terbebani dengan pekerjaan barunya, terlebih karena tekanan dari Steve.

"Steve, hari ini lo bisa bantu gue, 'kan?" Kinsley bertanya, berharap bisa memahami tugas barunya lebih baik.

"Tentu, gua sudah siapkan semuanya," jawab Steve dengan semangat.

Kinsley menoleh ke Anne. "Gimana, An? Lo bisa beradaptasi? Kalau butuh, minta bantuan Steve," usulnya, mencoba memberi dukungan.

Anne menggeleng cepat, senyum tipis menghiasi wajahnya. "Gue bisa sendiri, kok. Gue udah belajar semalam," jawabnya, berusaha meyakinkan Kinsley.

Steve hanya menyeringai, menahan komentar. "Nanti juga lo bakalan minta bantuan gue," pikirnya sinis.

Kinsley kemudian sibuk mempelajari berkas-berkas yang diberikan Steve. Dia sesekali bertanya, menunjukkan keseriusannya. Ternyata, tugas seorang CEO tidaklah semudah yang dibayangkannya. Namun, dengan tekad kuat, Kinsley mulai bisa memahami sedikit demi sedikit.

"Aku nggak kebayang gimana Brian bisa tahan sama tumpukan berkas seperti ini," gumamnya sambil merenggangkan otot-otot yang mulai kaku. Melihat jam, dia sadar sudah hampir waktu makan siang. Setelah menyimpan filenya, dia berdiri dan mengajak Anne. "An, yuk makan siang."

Anne yang tampak kusut hanya mengangguk, membuat Kinsley mengangkat alis. "Berat banget tugas lo?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.

Anne menghela napas, menatap Kinsley dengan tatapan lelah. "Ngeselin aja nyusun jadwal lo. Banyak yang harus diubah dan dinegosiasi," jawabnya sambil meraih tas. "Lo sendiri gimana, hari pertama jadi CEO?"

Kinsley tertawa kecil. "Gue merasa hampir botak," katanya dengan nada bercanda, memancing tawa Anne.

"Wajar aja, sih. Brian 'kan banyak proyek besar yang harus ditangani, kliennya juga bukan orang sembarangan. Santley Group ini cabangnya banyak banget," Anne menjelaskan.

Kinsley mengangguk, mencoba mencerna semua informasi. "Mau makan di mana?" tanyanya, mengalihkan pembicaraan.

"Di restoran dekat sini aja. Gue malas kalau jauh-jauh," jawab Anne santai.

"Oke, gue ngikut aja," kata Kinsley setuju.

Mereka turun ke lobi, dan Kinsley melihat Cora berjalan sendirian. "Ayo, kita samperin Cora," ajaknya pada Anne, seraya bergerak menghampiri wanita itu.

Kinsley mengayunkan langkahnya ke arah Cora yang tampak sedikit terkejut melihatnya. "Cora," sapanya dengan senyum hangat.

Cora menegakkan tubuhnya, menatap Kinsley dengan rasa segan. "Eh, Mrs. Kinsley," jawabnya sedikit kaku, berusaha menjaga sopan santun.

Kinsley melirik ke sekeliling, memastikan percakapan mereka tetap privat. "Kalau kita cuma bertiga, santai aja. Gue tetap teman lo, kok," ujar Kinsley, suaranya menenangkan, seolah memecah formalitas yang Cora coba pertahankan.

Cora, yang sudah mengenal baik sifat Kinsley, tahu bahwa membantah akan sia-sia. "Iya ... iya," gumamnya setuju, meski masih sedikit gugup. "Jadi, kalian mau ke mana?" tanyanya, mencoba lebih rileks.

"Cari makan. Lo ikut aja, ya," ajak Kinsley dengan nada bersahabat.

Cora melirik Anne sekilas, merasa segan. "Eum, nggak apa-apa?" tanyanya ragu, takut mengganggu kebersamaan mereka.

"Nggak apa-apa," jawab Kinsley dengan senyum.

Anne menambahkan, "Iya, malah lebih seru kalau ramai-ramai," ujarnya dengan nada ceria.

***

Mereka bertiga akhirnya melangkah menuju restoran yang tak jauh dari kantor, hanya sepuluh menit jalan kaki. Restoran itu mewah, dengan menu yang menggugah selera. Saat mereka duduk, Cora mengelus tengkuknya, merasa sedikit gugup saat melihat harga di menu.

"Waduh, gaji gue bisa habis kalau makan di sini tiap hari," pikir Cora, merasa terjebak. Namun, dia tetap berusaha santai dan menyebutkan pesanannya. "Pokoknya gue nggak boleh berak Minggu ini. Sayang banget makanan semahal itu keluar jadi tai," jeritnya dalam hati sambil tersenyum tipis.

Di tengah keraguannya, Steve tiba-tiba muncul, menarik kursi dan duduk di sebelah Anne. Kehadirannya membuat Anne mendengus tak suka, sementara Cora tampak senang dengan kedatangan Steve. Seperti melihat Malaikat penolong.

"Boleh gabung, 'kan?" tanya Steve dengan nada santai.

"Boleh," jawab Kinsley dan Cora dengan ramah.

"Nggak," sahut Anne cepat, menatap Steve dengan pandangan tajam.

Kinsley hanya bisa tersenyum melihat perbedaan reaksi itu. Steve, dengan santainya, mulai memesan makanan. "Hari ini gue harus gabung. Gue traktir kalian, anggap aja ini sambutan buat hari pertama kalian di Santley Group. Cora, ini buat kamu juga," ujarnya sambil mengedip pada Cora, membuatnya tersipu malu.

Anne, yang merasa muak dengan pesona Steve, berujar, "Gue bisa bayar sendiri. Nggak perlu ditraktir. Gue 'kan sekretaris CEO, jadi gaji gue banyak," katanya sambil menegaskan statusnya.

Steve tersenyum miring, tahu Anne masih kesal. "Baiklah, karena Anne adalah sekretaris CEO yang gajinya banyak, biar dia yang traktir kita," katanya tanpa rasa bersalah, lalu menambah pesanannya dengan santai.

Anne hanya bisa menggertakkan giginya, menahan amarah. "Ya, kalian tenang aja. Makan dan pesanlah sepuasnya. Aku yang traktir," jawabnya sambil menatap Steve dengan pandangan menantang, enggan kalah.

Kinsley hanya menggeleng pelan, mulai menikmati makanannya sambil mengamati perang dingin antara Anne dan Steve. Mengurungkan niat untuk membahas masalah kontrak Anne. Sementara itu, Cora merasa seolah menonton sebuah drama menarik yang terjadi di depan matanya. Tanpa perlu lagi memikirkan harga makanan di hadapannya. Dia hanya perlu menyantapnya.

***

TBC

Thanks vote dan komentarnya :)

Sampai jumpa besok lagi, ya.

Istri Dingin Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang