25

5.1K 158 7
                                    

Di tengah hiruk-pikuk lokasi proyek yang penuh debu dan suara mesin berat, Kinsley berdiri di sebuah sudut, memperhatikan semua aktivitas yang terjadi. Langit berwarna abu-abu dengan awan tebal menggantung rendah, seakan menambah beban suasana. Orang-orang lalu-lalang dengan helm proyek dan rompi keselamatan, sibuk dengan tugas masing-masing. Mereka bekerja dalam ritme yang teratur, seperti sebuah orkestra konstruksi yang tiada henti.

Sejak bertemu Steve di kafe tadi pagi, pikirannya tak bisa lepas dari perkataan pria itu. "Sesuatu yang besar?" Kata-kata itu terus berputar di kepalanya. Terlebih lagi, Steve bilang kalau ini bisa membahayakan Brian jika tidak ditangani dengan hati-hati. Segalanya terasa seperti teka-teki yang rumit dan mengganggu pikirannya, membuatnya merasa seperti berjalan di atas lapisan es yang tipis.

Kinsley mencoba memfokuskan diri pada tugas yang ada di tangan, tetapi perhatiannya terus terpecah. Tiba-tiba, suara langkah kaki yang ringan mendekat. Cora muncul dengan senyum lebar, seperti biasa, meski wajahnya agak kotor terkena debu proyek.

"Kin, melamun aja terus," kata Cora sambil menyengir dan meneguk sekaleng soda yang baru saja ia ambil dari kantin proyek.

Kinsley memandanginya cukup lama, mungkin terlalu lama untuk ukuran normal, sampai Cora memicingkan mata. "Kenapa ngeliatin gue sampai segitunya?"

"Ra, gue punya masalah besar. Gue khawatir sama kondisi suami gue. Apalagi Aloandra dan Davis selalu muncul di sekitarnya," Kinsley menghela napas, mencoba meredakan kecemasannya.

"Lah, bukannya mereka rekan kerja? Wajar, dong kalau muncul di sekitarnya." Cora mengangkat bahu, seolah masalah Kinsley hanyalah hal kecil.

"Masalahnya bukan itu. Semalam di pesta, Davis mempermalukan Brian. Dia mengungkit ...." Kinsley mulai menceritakan segalanya kepada Cora, setiap detail kejadian yang membuat hatinya semakin resah. Memilih terbuka dengan masalah rumah tangganya, termasuk siapa Brian sebenarnya.

Cora sontak membuka mulut setengah dengan mata membulat setelah selesai mendengar cerita Kinsley. Wajahnya yang biasanya ceria kini berubah serius. "Gila, ya. Aku jadi nggak kagum sama Miss. Aloandra. Emang lebih suka sama Anne Carson saja. Ternyata gadis itu seperti rubah," sungutnya kesal.

"Lalu, bagaimana dengan teka-teki rahasia Brian? Gue sampai detik ini belum paham kenapa dia kayak gitu," kata Kinsley, merasa frustrasi dengan misteri yang terus menghantuinya.

Cora menepuk pelan bahu Kinsley, mencoba menenangkan. "Selain itu, apa lagi? Apa Mr. Brian pernah ngamuk?"

"Yeah, pernah. Sekali di kolam renang," kata Kinsley mengingat kejadian awal-awal mereka menikah. Insiden di kolam renang itu masih terpatri jelas di ingatannya.

"Gue rasa itu kayak trauma. Mungkin dia punya riwayat penyakit tertentu setelah insiden masa lalunya," kata Cora dengan nada tegas, seolah ia telah menemukan jawaban dari teka-teki ini.

"Meski kita belum paham sepenuhnya, dengan kamu bilang dia dibenci keluarganya, bahkan dikhianati dan ... lo bilang dia hasil dari hubungan gelap, mungkin dia punya trauma soal itu semua," lanjutnya sedikit pelan saat menyebut status latar Brian.

Kinsley tertegun, menyambungkan satu per satu kalimat Cora dengan ucapan Steve di kafe. Ah! Mungkin ini maksudnya. Sebuah pencerahan mulai muncul di benaknya.

"Kin, kalau misalnya lo ngerasa butuh bantuan untuk cari tahu, satu-satunya orang yang bisa lo cari saat ini Anne Carson," kata Cora yakin. Mengingat reputasi idolanya itu, dia yakin Anne pasti punya koneksi yang bisa membantu. Apalagi dia tahu kalau Steve dan Anne juga punya hubungan pertemanan yang cukup dekat.

Semua media bahkan tahu itu. Meski mereka kerap tampil mesra, Anne nggak pernah bilang kalau mereka punya hubungan khusus, sementara Steve yang punya reputasi playboy bikin isu itu terbantahkan.

Istri Dingin Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang