Bab 61

875 77 20
                                    

Setelah rapat berakhir, Kinsley dan Anne segera bergegas meninggalkan kantor menuju rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Kinsley merasa jantungnya berdebar kencang, seolah-olah ingin melompat keluar dari dadanya. Kecemasannya bertambah saat menerima pesan dari Steve dan Thomas yang mengatakan bahwa mereka sudah berada di rumah sakit. Bahkan orang tuanya pun ada di sana, menambah tekanan yang dirasakannya. Tidak biasanya mereka berkunjung bersamaan seperti saat ini. Ada apa sebenarnya?

Di sampingnya, Anne merasakan kecemasan yang sama. Langit mendung dan gerimis yang mulai turun menambah perasaan tak menentu. Anne terus memainkan jemarinya, berusaha mengusir rasa gugup yang melanda.

Setibanya di rumah sakit, Kinsley melangkah dengan tergesa-gesa, membuat Anne khawatir.

“Kin, ingat lo lagi hamil. Ingat bayi lo,” kata Anne mengingatkan dengan lembut.

“Gue benar-benar khawatir, An.” Kinsley tahu dia harus berhati-hati, tetapi dirinya sudah tidak sabar untuk mengetahui kabar tentang suaminya. Dokter Elena hanya meminta agar dia segera datang tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.

“Gue ngerti, Kin. Tapi gue nggak mau sesuatu terjadi sama lo atau bayi lo,” ujar Anne, berusaha menenangkan.

“Iya, An. Terima kasih. Tapi selama enam bulan ini, gue cuma bisa menyaksikan Brian dari kejauhan. Dia begitu menderita, menangis tanpa bisa gue peluk, ketakutan tanpa bisa gue tenangin. Dia merasa hancur, dan gue nggak bisa ada di sampingnya,” kata Kinsley, suaranya serak dan matanya berkaca-kaca.

Anne menatap sahabatnya dengan penuh simpati. Dia tahu itu dan maksudnya bukan untuk membangkitkan kenangan menyakitkan itu. Dia tahu betapa sulitnya bagi Kinsley untuk bangkit setelah melewati masa-masa yang sangat berat.

“Maaf, ya. Gue nggak bermaksud bikin lo sedih,” kata Anne dengan nada menyesal.

Kinsley menarik napas panjang, mengusap air matanya. “Nggak, gue yang minta maaf. Gue tahu maksud lo baik. Terima kasih udah selalu ada,” ucap Kinsley, menghargai dukungan Anne.

Anne mengangguk, lalu mereka melanjutkan langkah menuju ruangan Dokter Elena. Kali ini, Kinsley berjalan lebih tenang, tidak terburu-buru.

Di ruang tunggu, Kinsley melihat Dokter Elena bersama Thomas, Steve, dan orang tuanya. Tanpa ragu, dia mendekat.

“Dok, sebenarnya bagaimana kondisi Brian? Apa dia baik-baik saja?” tanya Kinsley, suaranya penuh harap dan kecemasan.

Dokter Elena menatap Kinsley dengan lembut. “Kin, tenanglah ...,” katanya, mencoba menenangkan.

“Tolong, Dok. Katakan sesuatu yang baik. Saya mohon,” pinta Kinsley, suaranya bergetar.

Dokter Elena mengangguk pelan, menatap satu per satu wajah keluarga yang hadir. “Kamu bisa ke taman belakang rumah sakit. Di bangku dekat pohon, kamu akan melihatnya sendiri,” katanya dengan lembut.

Kinsley bingung. “Dok, saya ingin tahu kondisi Brian sekarang. Saya tidak punya waktu untuk berjalan-jalan ke taman,” desaknya.

“Kamu akan tahu kondisinya ketika kamu ke sana,” jawab Dokter Elena penuh makna.

Dengan perasaan campur aduk, Kinsley akhirnya memutuskan untuk menuju taman. Hujan gerimis masih turun perlahan, membasahi jalan setapak menuju taman. Setiap langkah terasa berat, dan dia terus berdoa agar segalanya baik-baik saja. Setiba di sana, dia melihat seorang pria duduk sendiri di bangku, mengenakan pakaian rumah sakit, terlindung di bawah rimbunnya pohon yang menahan sebagian besar hujan.

Dari belakang, Kinsley mengenali postur tubuh itu, tetapi keraguannya tetap ada. Jika itu benar-benar Brian, mengapa Dokter Elena menyuruhnya ke sini? Bukankah selama ini dia harus menjaga jarak agar tidak memicu alter ego Brian? Apa yang akan terjadi jika pertemuan ini justru memperburuk keadaan?

“Pergi.” Logikanya menyuruhnya untuk segera pergi, tetapi hatinya memintanya untuk tetap tinggal. Hingga pria itu menoleh, dan Kinsley merasa tubuhnya kaku.

Jantung Kinsley terasa diremas kuat. Antara bahagia dan takut, terutama dengan kondisinya yang sedang mengandung. Suaminya sama sekali belum tahu tentang kehamilannya.

Mata biru pria itu menatapnya penuh cinta, tatapan yang sangat dirindukannya. Namun, Kinsley tidak yakin, apakah itu benar-benar Brian atau alter egonya?

Air mata mulai mengalir saat kesadarannya kembali. Dia berbalik berniat pergi, tetapi suara pria itu menghentikannya. Suara yang lembut dan penuh cinta.

“Sayang,” panggil Brian.

Kinsley merasa kakinya tak bisa bergerak. Napasnya tersendat, dan tangisnya mulai pecah. Rindu yang selama ini tertahan kini membuncah. Bagaimana bisa dia menahan perasaannya yang selama ini dia pendam demi kebaikan mereka berdua.

Kinsley tidak menoleh, tapi juga tidak pergi. Sampai derap langkah kaki mendekat, dan lengan Brian melingkar lembut di pinggangnya. Aroma khasnya tercium jelas. Napas pria itu terasa di telinganya. Kini mereka sangat dekat. Tanpa harus terhalang pembatas lagi.

“Apa kamu tidak merindukanku sampai ingin lari dariku?” bisik Brian, membuat bulu kuduk Kinsley meremang.

Sementara itu, tim medis dan keluarga memantau dari jauh, wajah mereka tampak cemas.

“Dok, apa langkah ini sudah tepat?” Eleanor bertanya khawatir.

“Kami telah melihat perkembangan yang signifikan pada Brian. Dia lebih mampu mengendalikan emosinya dan terlihat lebih tenang. Dia juga terbuka selama sesi terapi,” jelas Dokter Elena dengan tenang.

Eleanor menghela napas, masih mencemaskan menantu dan anaknya. Khawatir Brian lepas kendali.

Dari kejauhan, mereka melihat Brian memeluk erat istrinya. Kinsley semakin tegang saat tangan Brian mengelus perutnya. Apa yang harus dia katakan pada suaminya? Apalagi sekarang Brian membalikkan tubuh Kinsley agar menatapnya.

Bibir Kinsley membisu, padahal ada begitu banyak hal yang ingin dia ceritakan. Ada banyak cerita yang ingin dia bagi.

Mulai dari rumah mereka yang kini dipenuhi bunga-bunga dan pohon cherry blossom berkat ibunya yang rajin menanam. Sampai keberhasilannya memenangkan proyek Phoenix. Namun, semua itu tertahan di tenggorokannya.

“Siapa sebenarnya yang berada di depanku saat ini? Apa dia Brian? Ah, ya, pasti dia Brian, karena Dokter Elena tidak mungkin membiarkanku ke sini kalau dia masih dalam pengaruh alter egonya. Tapi, bagaimana kalau melihatku malah memicu itu?” pikir Kinsley. Begitu banyak pergulatan dalam benaknya, hingga ....

“Akh!”

***

TBC

Hehehe, baru post kalian garcep juga ternyata bacanya 😂😚

Dua bab hari ini cukup yekan? 😚

Istri Dingin Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang