Bab 32

4.1K 164 14
                                    

Jax Group tampak sangat sibuk hari ini. Karyawan-karyawan berlalu-lalang dengan cepat, sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk rapat penting yang akan segera berlangsung. Dari arah barat, sekelompok pria berjas hitam muncul dengan langkah cepat dan tegas, menarik perhatian siapa saja yang melihatnya.

Mereka berbelok ke lorong yang dijaga ketat oleh penjaga berseragam. Lorong ini memiliki suasana yang sangat berbeda; sunyi dan sepi, seolah memancarkan aura misteri yang kontras dengan hiruk-pikuk di luar. Dindingnya dihiasi dengan karya seni modern yang tampak mahal, dan lantainya dilapisi karpet tebal yang meredam setiap langkah kaki.

Tak lama kemudian, seorang pria berjas rapi muncul dari arah depan. Dengan sikap penuh hormat, ia menundukkan kepala dan berkata, "Selamat datang, Mr. Davis dan Ms. Aloandra di Jax Group. Ruang Pertemuan sudah siap. Silakan ikuti saya."

Mr. Davis dan Ms. Aloandra saling bertukar pandang sebelum mengikuti pria berjas rapi itu. Rombongan mereka, terdiri dari beberapa pria asing yang tampak mencurigakan, mengikuti di belakang dengan sikap waspada. Mereka melangkah masuk ke sebuah ruangan yang tampak mewah namun tersembunyi, seolah-olah ruangan itu dirancang khusus untuk pertemuan penting.

Mr. Davis memandang sekeliling dengan ekspresi puas. "Tempat yang sempurna untuk diskusi kita," gumamnya.

Ms. Aloandra hanya tersenyum tipis, menandakan persetujuannya. Mereka kemudian duduk di sofa yang empuk, menunggu kehadiran Mr. Andrew.

Sementara itu, di sisi lain, Cora berdiri diam, matanya mengamati rombongan tadi dengan penuh kecurigaan. Ia kemudian menyelinap menuju taman, berusaha menghindari keramaian sambil terus memikirkan apa yang baru saja dilihatnya.

"Mengapa Mr. Davis dan Ms. Aloandra ada di sini? Bukankah seharusnya hanya Ms. Aloandra yang datang?" pikir Cora dalam hati, penuh kebingungan.

Ingatan tentang cerita Kinsley mengenai proyek yang sedang berjalan kembali muncul di benaknya. Matanya membulat saat menyadari bahwa beberapa pria dalam rombongan tadi tampak berasal dari negara asing, menambah kecemasannya.

Dengan cepat, Cora merogoh tas dan mengambil ponselnya, berniat menelepon Kinsley. Namun, terlambat. Ia melihat Kinsley sudah tiba bersama timnya dan memasuki kantor.

"Gawat! Ini tidak beres. Pasti ada sesuatu yang terjadi," gumam Cora dengan cemas, lalu bergegas mengejar Kinsley, berharap bisa memperingatkannya.

Namun, nasib berkata lain. Kinsley sudah masuk ke dalam lift, dan Cora ditahan oleh penjaga yang melarangnya naik ke lantai yang hanya boleh diakses oleh tamu khusus. Dengan perasaan cemas dan putus asa, Cora hanya bisa menatap lift yang menutup, membawa Kinsley ke atas.

"Aku harus melakukan sesuatu," gumam Cora dengan gelisah, matanya menatap lurus ke depan seolah menemukan tujuan yang mendesak. Tanpa berpikir panjang, dia segera berlari menuju ruangannya. Namun, langkah kakinya terhenti dengan tiba-tiba ketika pandangannya tertangkap oleh sosok pria yang pernah bersama Aloandra sebelumnya. Pria itu tampak berdiri tak jauh dari sana, berbicara dengan nada rendah namun tegas.

Niat Cora untuk ke ruangan pun seketika berubah. Perlahan dia menyusup ke balik dinding, memilih untuk mengintai dengan hati-hati. Jantungnya berdegup kencang, seolah-olah bisa terdengar oleh pria itu jika dia tidak berhati-hati. Tubuhnya gemetar, namun rasa ingin tahu dan waspada membuatnya tetap bertahan.

"Halo, tenanglah. Kinsley sudah menuju ke tempat yang kita rencanakan. Pastikan wanita itu malu sampai ke ubun-ubun dan buat Brian mengalami kerugian besar. Proyek ini akan segera melahap habis mereka," ujar pria itu dengan suara yang dingin, terdengar jelas melalui telepon yang dipegangnya.

Cora membekap mulutnya dengan tangan, menahan napas yang hampir terengah. Tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya, dia merasa seolah-olah dunia di sekitarnya berputar. Rencana busuk itu begitu kejam, dan dia tak menyangka bisa mendengarnya.

"Hm, tenang saja. Mr. Andrew adalah patner yang bisa dipercaya. Selama ini dia sudah memerankan tugasnya dengan baik. Kita sudah memberikan upah yang setimpal untuknya," lanjut pria itu dengan nada puas, sebelum melangkah pergi dengan langkah tenang.

Cora masih terpaku di tempatnya, pikirannya kalut. "Oh, Tuhan! Aku tidak menyangka kalau Mr. Andrew yang terkenal bijak dan berwibawa itu ternyata rela melakukan apapun demi uang," batinnya. Sosok Mr. Andrew yang dikenal sebagai CEO yang ambisius dan berwibawa kini terasa begitu jauh dari citra yang selama ini dia percaya.

Mr. Andrew dikenal sebagai pemimpin yang berambisi untuk membawa Jax Group maju dan berkembang secepat mungkin, agar perusahaan itu dapat bersaing dengan perusahaan besar lainnya. Impiannya adalah membuat Jax Group layak untuk menembus perusahaan bergengsi tanpa harus melalui prosedur panjang yang berbelit.

Namun, Cora tak pernah menyangka bahwa ambisi itu akan mengorbankan integritas dan kesempatan emas yang diberikan oleh Santley Group. Santley Group adalah jembatan menuju kesuksesan bagi Jax Group, dan Cora tahu betapa berharganya kesempatan ini, terutama karena Kinsley pernah bekerja di perusahaan mereka.

"Aku harus memberitahu Kinsley," gumam Cora dengan penuh tekad. Dia merogoh ponselnya dengan cepat, mencoba menghubungi sahabatnya itu. Namun, sambungan internet Kinsley tampaknya tidak aktif. Cora merasa semakin panik, napasnya mulai memburu. Tanpa berpikir panjang lagi, dia memutuskan untuk pergi ke kantor Brian, berharap bisa menyampaikan berita buruk ini secepat mungkin.

Dia segera bersiap keluar dari kantor, tetapi kembali terkejut saat melihat pria yang dulu datang ke kantor mereka muncul dengan ekspresi datar, seolah tidak ada yang bisa mengganggunya.

"Mr. Steve," gumam Cora dengan sedikit lega, namun tetap waspada.

Dia mendekat dengan langkah cepat. "Mr. Steve, saya perlu bicara," katanya, suaranya bergetar.

"Saya tidak punya waktu," jawab Steve sambil melewati tubuh Cora begitu saja, tanpa sedikitpun memperlambat langkahnya.

Gadis itu menggigit bibir, merasa frustrasi. "Tapi, ini menyangkut keselamatan perusahaan Anda dan juga Kinsley," katanya dengan nada mendesak, membuat Steve berhenti melangkah dan berbalik menatapnya.

"Katakan, apa yang sebenarnya kamu ketahui," ujar Steve dengan tatapan tajam, matanya menelusuri wajah Cora yang kini berdiri di depannya dengan gugup.

"Saya mendengar percakapan salah satu rombongan Mr. Davis bahwa ...." Cora menceritakan dengan detail apa yang baru saja didengarnya, sementara rahang Steve semakin mengeras, menunjukkan betapa seriusnya dia menanggapi informasi tersebut.

"Mengapa kamu memberitahu saya soal keburukan perusahaanmu? Bukankah itu sama saja kamu berkhianat pada bosmu?" tanya Steve dengan nada skeptis, matanya tak lepas dari wajah Cora.

"Saya ... saya, tidak mau Kinsley mengalami hal buruk. Dia sahabat saya. Saya rela kehilangan pekerjaan saya," kata Cora dengan jujur, wajahnya penuh kegugupan namun juga tekad kuat.

"Saya hanya menginginkan kamu sekarang mengatur agar di depan kantor ini baik-baik saja. Akan ada rekan saya di depan dan kamu alihkan wartawan," kata Steve dengan tegas, membuat Cora semakin bingung.

Cora menatap kepergian Steve dengan dahi berkerut, mencoba mencerna instruksi yang baru saja diterimanya. "Kenapa ada wartawan?" gumamnya.

Dengan langkah cepat, dia menuju ke depan gedung, dan matanya terbelalak melihat kerumunan orang yang sudah berkumpul, termasuk para wartawan dengan kamera dan mikrofon siap di tangan mereka. Dunia di sekitarnya seakan berubah menjadi panggung besar, dan dia harus memainkan perannya dengan hati-hati.

***

TBC

Terima kasih antusias kalian mengikuti kisah Kinsley dan Brian.

Sampai jumpa di part selanjutnya dan kalian akan menemukan jawaban rencana yang mereka lakukan.

Dan nasib Kinsley

Maaf telat post karena aku demam dan sekarang sudah mendingan jadi bisa kembali up.

Jaga kesehatan kalian, ya :)

Istri Dingin Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang