Page 15🌼

118 10 0
                                    

--

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

--

Dimalam yang sunyi, seorang pemuda fokus dengan buku yang ia baca. Sejujurnya, matanya sudah minta diistirahatkan, namun ia tak boleh berhenti sekarang.

Cklek!

Pemuda itu menoleh, mendapati eksistensi papahnya. Entah sadar atau tidak, tubuh pemuda itu bereaksi berlebihan, seluruh tubuhnya terus bergetar.

"Bagus, tingkatkan lagi. Papah berharap lusa nanti, saat Papah mengetes mu, tidak ada pertanyaan yang tidak bisa kamu jawab. Paham, Re?" Dewa menatap dingin putranya, Re.

"Iya, Pah," jawab Re sembari menunduk, sebisa mungkin ia menyembunyikan tangannya yang bergetar.

Setelah itu, Re bisa bernapas lega saat Papahnya keluar dari kamarnya. Ia menatap kedua tangannya yang masih bergetar, entah apa penyebabnya.

"Sebenarnya apa yang terjadi sama gue akhir-akhir ini? Kenapa tubuh gue bereaksi berlebihan ketika berhadapan sama Papah?" monolog Re.

"Gue ... enggak mungkin gila 'kan?" Re menggeleng keras.

"Enggak mungkin. Apa besok sepulang sekolah gue periksa aja ya? Lebih baik mencegah daripada mengobati 'kan?"

"Gue harap apa yang gue pikirkan, enggak pernah terjadi. Mana ada pengacara yang gila?" Re menghela napas kasar lalu terkekeh kecil. Mulutnya terkekeh, namun hatinya begitu gundah. Ia benar-benar takut, takut kembali mengecewakan Papahnya.

Keesokan harinya, tepatnya sepulang sekolah, Re benar-benar pergi untuk memeriksakan dirinya, sesuai rencananya semalam. Ia menatap bangunan rumah sakit jiwa dengan tatapan penuh keraguan.

Menarik napas pelan, lalu mencoba menyemangati diri sendiri. "apa yang lo takutkan, belum tentu terjadi, Re. Mari ber-positif thinking."

Setelahnya, secara perlahan ia melangkahkan kakinya, menginjak ubin rumah sakit jiwa. Matanya tak lepas dari suster, dokter maupun pasien yang berlalu lalang. Hingga kemudian, ia tiba didepan ruangan dokter, setelah sebelumnya ia menanyakan ke resepsionis.

Tok ... Tok ... Tok

"Permisi," ucap Re.

"Silahkan masuk." setelah mendapat izin, Re segera masuk. Kedatangannya disambut senyuman sang dokter, Re pun membalas senyuman itu.

"Atas nama Re Arendra?" tanya sang dokter.

Re mengangguk. "benar, Dok."

"Ya sudah, silahkan duduk."

"Baik, Dok."

"Sebelumnya perkenalkan nama saya dokter Devan. Kalau boleh tahu, siapa nama panggilan kamu?"

"Salam kenal, Dokter Devan. Dokter bisa panggil saya Re."

Devan mengangguk. "baik, Re. Boleh kita mulai?"

KrisanPhilia [Selesai] ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang