Page 10🌼

123 19 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


--


Pagi ini, nasib sial sudah mengikuti jejak Setya, dari ia bangun tidur sampai dengan ia berlari-lari—seperti sekarang, hanya karena takut gerbang sekolah itu sudah tertutup.

Setya mengumpat pelan, kala kakinya menabrak tiang lampu karena sendari tadi fokusnya hanya ke depan saja, tidak melihat kanan kiri, berhenti sejenak untuk merasakan denyutan yang tidak seberapa itu, Setya kembali berlari, yang sampai pada akhirnya seseorang tiba-tiba saja muncul dari tikungan, membuat Setya berhenti mendadak, nyaris saja terjungkal jika orang itu tidak memegang bahunya.

"Cakra! Dih, jangan kaya hantu deh, tiba-tiba muncul kaya gitu. Minggir-minggir, gua udah telat!" Setya menggeser tubuh Cakra tidak sabaran, lantas kakinya mulai kembali berlari.

Anak tadi—tak lain adalah Cakra, ikut mempercepat langkah kakinya agar menyamai sang teman, agaknya bukan hanya Setya saja yang sial pagi ini, tetapi Cakra juga. Pagi ini, mereka sama-sama bangun telat karena tidak ada yang membangunkan. Biasanya Setya sering mendengar suara Bang Asa yang masuk ke dalam gendang telinga, Cakra juga biasanya mendengar seruan Bi Hanum yang menyuruhnya untuk bangun.

Namun, tidak untuk hari ini. Sial! Setya dan Cakra sama-sama kembali mengumpat dalam hati, saat kembali memikirkan paginya yang terlihat kacau.

"Gua juga telat Set, tungguin lah!"

"Emang bod*h lo tuh Cakra, punya banyak kendaraan kenapa milih lari-larian sih?" disela-sela napasnya yang tersenggal karena berlari, Setya masih menyempatkan untuk bertanya.

"Supir di rumah dua-duanya kagak ada, kesel lah gua! Bawa motor sama mobil, nanti gua ditilang gimana? Gua masih anak SMP!"

Setya ingin menertawakan Cakra, namun nasibnya sekarang lebih dari miris. Bangun-bangun tidak ada Bang Asa, biasanya sebelum berangkat Bang Asa memberikan uang saku, dan membelikannya makanan, namun pagi ini, Setya benar-benar merasa kosong. Ah! Setya jadi ingin kembali mengumpat lagi jika sudah begini.

"Cakra, jam berapa Cak!" teriak Setya, kini ia memelankan lariannya.

"Jam tujuh lewat sepuluh," balas Cakra santai. Namun kemudian, mereka sama-sama berhenti, lalu menatap.

"CAKRA KITA TELAT BOD*H! GIMANA DONG?!" Setya berteriak histeris sambil memegangi satu bahu Cakra.

Cakra meringis, sambil menggeleng. Mentang-mentang dirinya beneran bodoh, bisa dihitung jari Setya pagi ini sudah mengatainya bodoh berapa kali. Alih-alih kembali berlari, Cakra sudah malas lagi untuk pergi bersekolah hari ini, lain dengan Setya yang merasa gelisah, ia sama sekali tidak pernah terlambat seperti ini.

Bisa dikatakan, ini kali pertama.

"Mau gimana lagi Set, mohon-mohon sampe lo berlutut juga, gerbang enggak bakal dibukain. Mending jalan-jalan aja hayu." Cakra menyengir sambil menggandeng tangan Setya.

KrisanPhilia [Selesai] ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang