Page 24🌼

154 9 2
                                    

___

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___

Malam yang tidak biasa—bagaimana bisa dikatakan tidak biasa, hamparan langit yang seharusnya, ditaburi banyak bintang, juga pancaran sinar rembulan, harus terkubur oleh hujan deras yang tiba-tiba datang.

Gemuruh hujan, ditambah kilatan petir menambah kesan dramatis. Beberapa kali, Fauzan menggerutu, kala gorden yang tidak tertutup sempurna itu, terus bergerak didorong angin yang menyelip pada sela-sela jendela. Semakin terlihat horor, apalagi jika listrik tiba-tiba padam. 

Sh*t! Apa semesta mendengar gumaman nya malam ini? Suasana kamar Fauzan, gelap total seketika. Kilatan dari luar, semakin terlihat jelas, menembus gorden putih yang masih bergerak-gerak yang disebabkan oleh angin itu.

"Zan? Butuh stok lilin?!" Ridwan terdengar berteriak dari luar kamar.

"Udah tidur ya?" pria itu kembali terdengar menguarkan suara, namun kali ini dengan sedikit mendorong pintu kamar, lalu disusul cahaya dengan wajah Ridwan saja yang nampak terlihat.

Fauzan menarik selimut yang menutupi kepalanya,  tersentak kaget, saat melihat Ridwan yang hanya menyembulkan kepalanya saja dari balik pintu. Apalagi, saat lilin itu hanya menerangi wajah Ridwan saja, jelas itu sangat menyeramkan disaat suasana seperti sekarang.

"Om! Jangan gitu deh, nyeremin!" Fauzan berseru dengan lantang, lantas menyibak selimut yang sendari tadi menutupi seluruh tubuhnya itu.

"Penakut, suruh siapa dipanggil kagak nyaut," timpal Ridwan. Kini, ia membuka pintu itu lebar-lebar seraya berjalan mendekati Fauzan.

"Suruh siapa jadi orang kaya, bukannya punya lampu cadangan malah pake lilin. Jangan jadi orang susah deh." Fauzan menimpali ucapan Ridwan, membuat dengkusan kesal terlontar begitu saja dari yang lebih tua.

"Heh! Lampu cadangan gitu tahan nya enggak lama, mendingan lilin," ucap Ridwan sambil menaruh lilin yang sudah dilapisi alas itu pada nakas.

"Lilin tuh ada bekasnya, nyampah."

Ridwan mengusak rambut Fauzan, gemas. Ia rasa-rasanya ingin mencekik Fauzan jika tidak ingat anak orang.

"Bisa aja kamu tuh jawabnya."

Waktu kian semakin menyusut, padamnya listrik seakan menjadi sebuah pelengkap, gemuruh hujan di luar sana semakin terdengar ribut, disertai dengan petir yang terus menyambar terus-terusan, hembusan angin yang terasa semakin kencang dan meninggalkan dingin yang ketara.

Fauzan merapatkan duduknya, menjadi dekat Ridwan. Pria itu tidak mengeluarkan ucapan apapun lagi, selain dengan tangan yang sibuk men-scroll internet, melihat-lihat berita meskipun hari semakin malam. 

"Taro kenapa sih ponsel nya Om, enggak takut tuh nanti petir de—"

Bersamaan dengan ucapan Fauzan, petir benar-benar bersuara dengan nyaring, bahkan Fauzan rasa, sumbernya sangat dekat dengan telinga, Ridwan refleks melemparkan ponsel pintarnya sembarang, dengan data seluler yang masih menyala.

KrisanPhilia [Selesai] ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang