Setelah pertemuan yang tak terduga dengan Pangeran Adrian, Lysandra kembali ke istana dengan pikirannya yang dipenuhi oleh pertanyaan dan keraguan. Dia tidak bisa menghapuskan bayangan pria muda itu dari pikirannya, dan dia merasa bahwa ada sesuatu yang istimewa tentangnya yang menarik hatinya.
Namun, di balik perasaan penasaran dan rasa ingin tahu itu, ada juga rasa ketakutan yang mengintai dalam pikiran Lysandra. Dia masih terikat oleh sumpah kuno yang mengunci hatinya, membuatnya tak bisa jatuh cinta pada siapapun. Setiap kali dia merasa dekat dengan Adrian, ketakutan akan konsekuensi sumpah itu memenuhi pikirannya.
Dalam keheningan malam yang berkilau, Lysandra duduk sendirian di kamar tidurnya, membiarkan pikirannya melayang ke masa lalu. Dia teringat akan kata-kata keras dari nenek moyangnya, tentang bagaimana dia harus mengorbankan kebahagiaannya demi kedamaian di kerajaan mereka.
"Kehidupanmu harus didedikasikan sepenuhnya untuk menjaga kedamaian di kerajaan kita," kata Ratu Melisande, suaranya terdengar keras dan tak terelakkan. "Sumpah ini adalah perlindungan bagi kita semua. Kau adalah pewaris takhta kerajaan, dan keselamatan kerajaan kita tergantung padamu."
Lysandra merasa terkekang oleh kata-kata itu, oleh belenggu yang mengunci hatinya dan membuatnya tak bisa melepaskan diri. Dia tahu bahwa dia harus menaati sumpah itu, bahwa dia tidak bisa mengabaikannya tanpa menghadapi konsekuensi yang mengerikan.
Namun, di balik ketakutan dan keraguan itu, ada juga sesuatu yang menggerakkan hati Lysandra. Ada perasaan yang tumbuh di dalam dirinya, perasaan yang tidak bisa dia jelaskan, tetapi membuatnya ingin terus mendekati Adrian.
Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka, dan Mariana masuk dengan cemas. "Maafkan saya, Putri Lysandra," ujarnya dengan suara gemetar. "Tapi Anda harus tahu bahwa ada tamu yang tiba-tiba datang untuk bertemu dengan Anda."
Lysandra menatap Mariana dengan heran. Dia tidak mengharapkan adanya tamu pada malam itu, terutama setelah pertemuan yang tidak terduga dengan Pangeran Adrian.
"Siapa tamu itu?" tanya Lysandra dengan rasa ingin tahu.
Mariana menggigit bibirnya dengan cemas. "Dia tidak memberi nama, Putri Lysandra," jawabnya. "Tetapi dia mengatakan bahwa dia memiliki sesuatu yang penting untuk disampaikan kepada Anda."
Lysandra merasa penasaran, meskipun juga merasa sedikit khawatir. Dia tidak tahu apa yang diharapkan dari tamu yang misterius itu, tetapi dia merasa bahwa dia harus menemui mereka.
"Bawalah tamu itu ke ruang audiensi," perintahnya pada Mariana.
Dengan cemas, Mariana menurut dan keluar dari kamar, meninggalkan Lysandra sendirian dengan pikirannya yang berputar. Meskipun dia merasa takut akan konsekuensi sumpahnya, dia juga merasa bahwa dia harus menghadapi tamu yang misterius itu.
Dengan langkah yang mantap, Lysandra keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ruang audiensi, di mana tamu yang misterius itu menunggu.
Saat dia memasuki ruangan itu, dia melihat seorang pria yang duduk di tengah-tengah ruangan, dengan wajah yang dikelilingi oleh bayangan kegelapan. Dia merasa ketakutan saat melihatnya, tetapi dia juga merasa bahwa dia harus berani.
"Siapa Anda?" tanyanya dengan suara yang gemetar.
Pria itu mengangkat kepalanya, dan Lysandra terkejut melihat wajah Adrian di depannya. Dia tidak mengharapkan kedatangan pangeran itu, terutama setelah pertemuan mereka yang tak terduga di hutan.
"Maafkan saya, Putri Lysandra," ucap Adrian dengan suara yang rendah. "Tapi saya harus berbicara dengan Anda tentang sesuatu yang penting."
Lysandra menatap Adrian dengan tatapan yang penuh kebingungan. Dia tidak tahu apa yang diharapkan dari pria muda itu, tetapi dia merasa bahwa dia harus mendengarkan apa yang dia katakan.
"Silakan, duduklah," kata Lysandra, menunjuk ke kursi di depannya.
Adrian mengangguk dan duduk, sementara Lysandra duduk di kursi di seberangnya. Mereka berdua saling menatap dalam keheningan, sementara kegelapan menutupi ruangan itu dengan mantap.
"Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan kepada Anda, Putri Lysandra," ucap Adrian dengan suara yang serius. "Sesuatu yang saya harap Anda akan mendengarkannya dengan hati terbuka."
Lysandra menatap Adrian dengan kebingungan yang dalam. Dia tidak tahu apa yang diharapkan dari pria muda itu, tetapi dia merasa bahwa dia harus berbicara dengan jujur.
"Silakan, berbicaralah," kata Lysandra dengan lembut.
Adrian mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Saya tahu bahwa saya adalah tamu yang tak diundang di sini, Putri Lysandra," ujarnya dengan hati-hati. "Dan saya tahu bahwa hubungan kita tidak dimulai dengan cara yang tepat. Tetapi saya tidak bisa mengabaikan perasaan yang saya miliki terhadap Anda."
Lysandra merasa terkejut mendengar kata-kata itu. Dia tidak pernah mengharapkan bahwa Adrian akan mengaku memiliki perasaan untuknya, terutama setelah dia tahu tentang sumpah yang mengikat hatinya.
"Tetapi Anda tahu tentang sumpah yang mengikat hatiku, Adrian," ucapnya dengan suara yang gemetar. "Saya tidak bisa jatuh cinta pada siapapun."
Adrian menatap Lysandra dengan tatapan yang tulus.
"Saya tahu tentang sumpah itu, Lysandra," jawabnya dengan lembut. "Dan saya tidak akan memaksa Anda untuk melanggarnya. Tetapi saya ingin Anda tahu bahwa perasaan yang saya miliki untuk Anda tidak bisa dihentikan oleh sumpah apapun."
Lysandra merasa terharu oleh kata-kata Adrian. Dia tidak pernah menduga bahwa seseorang akan bisa mengatakan hal seperti itu kepadanya, terutama setelah dia merasa terikat oleh sumpah yang mengunci hatinya.
"Tetapi bagaimana mungkin kita bisa bersama, Adrian?" tanyanya dengan rasa putus asa. "Bagaimana mungkin kita bisa menemukan kebahagiaan bersama jika hatiku terikat oleh sesuatu yang tidak bisa saya kendalikan?"
Adrian menatap Lysandra dengan tatapan yang penuh keberanian. "Kita akan menemukan cara, Lysandra," ucapnya dengan mantap. "Karena cinta tidak mengenal batas atau hambatan. Dan saya yakin bahwa jika kita bersatu, kita bisa mengatasi segalanya bersama."
Lysandra merasa tersentuh oleh kata-kata Adrian. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang istimewa tentangnya, sesuatu yang membuatnya ingin mempercayainya.
Namun, di balik perasaan terharu itu, ada juga rasa ketakutan yang mengintai dalam pikiran Lysandra. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi dia merasa bahwa dia harus berani menghadapi masa depan yang tak pasti itu.
Dengan langkah-langkah hati-hati, Lysandra berdiri dari kursinya dan mengulurkan tangan kepada Adrian. Dia merasa gemetar, tetapi dia juga merasa bahwa dia harus memberikan kesempatan pada perasaannya.
"Saya percaya pada Anda, Adrian," ucapnya dengan suara yang lembut. "Dan saya akan mencoba yang terbaik untuk mengatasi sumpah ini bersama-sama dengan Anda."
Adrian tersenyum dan meraih tangan Lysandra dengan lembut. "Terima kasih, Lysandra," ujarnya dengan penuh rasa syukur. "Kita akan melewati ini bersama-sama, saya yakin."
Dengan itu, mereka berdua saling menatap dalam keheningan, sementara kegelapan menyelimuti mereka dengan mantap.
Tbc.