"Gila."
Caine merebahkan tubuhnya dikasur miliknya dan menatap langit langit kamarnya. Sepulang dari sekolah, Caine langsung mandi dan berganti baju.
"Kenapa ya, gue ngeliat Rion rasanya kaya ada yang salah..." gumam Caine.
"Oh! Kukunya! Tadi gue pas mungutin bukunya, ga sengaja kena gores kukunya yang panjang. Mana tajem banget lagi, gue baru sadar ada cowo yang mau manjangin kuku sampe segitunya." ucap Caine pada dirinya sendiri.
Ia melihat ke punggung tangannya yang terluka sedikit dalam itu sudah dia beri plester.
"Bodo amat deh." Caine pun tak memperdulikan hal itu dan langsung pergi tidur.
♠♠♠♠♠♠♠•♠♠♠♠♠♠♠
"Udah gue bilangin kan? Jangan ke sini lagi. Lo mau cari mati ya." ucap Rion mengarahkan kukunya kearah leher Caine.
"Tapi lo berani juga. Dateng kesini sendirian, ga bawa temen. Emang niatnya mau bunuh diri ya lo." Rion langsung mencekik Caine yang terdiam.
"Udah bosen hidup sampe ga bales omongan gue?"
"Rion, stop it. Caine bisa mati." cengkeramannya pada leher Caine mengendur.
Caine pun terjatuh ke tanah dan terbatuk. Lehernya mengeluarkan darah cukup deras. Rion menatapnya semakin tajam, ia pun mengalihkan pandangannya tak menatap Caine.
Bau dari darah Caine memicu adrenalin Rion. Ia merasa tak tahan dengan baunya. Saat Rion ingin pergi karena tak tahan, pergelangan tangannya dicekal.
"Minum." ucap Caine.
"Hah?! Gila lo?!" bentak Rion.
"Gue ga akan ngomong hal yang sama dua kali." balas Caine dengan pelan.
Rion menatap kearah anak-anaknya. Seketika, mereka semua yang berkumpul mengelilingi Caine pergi meninggalkannya berdua bersama Caine.
"Lo.. Yakin?" tanya Rion ragu-ragu.
"Gue gapapa." balas Caine semakin pelan.
Saat kepalanya jatuh dan hampir membentur batu, Rion dengan sigap menangkapnya dan hidungnya langsung mencium bau darah yang semakin pekat.
"Hmph!" Rion menutup hidung dan mulutnya.
Caine menarik kepala Rion mendekat ke lehernya membuat bau darah itu semakin pekat. Rion pun menghembuskan nafasnya.
"Tutup mata lo."
Caine menurut. Begitu sudah tertutup matanya, Rion langsung menerjang Caine. Hanya sedikit yang ia minum karena tak ingin Caine semakin kehilangan banyak darah karena ulahnya.
"Sui."
Yang dipanggil datang dan menunduk tak menatap Rion yang mulutnya dipenuhi darah.
"Gak perlu gue omongin, lo pasti tau apa yang harus lo lakuin kan?" Sui mengangguk paham.
Ia maju mendekati Caine dan menyembuhkan lukanya hingga tak seperti memiliki luka.
"Buat tanda yang satu ini, gue gabisa hilangin. Ini permanen, lo udah nandain dia." ucap Sui mundur menatap Rion.
"Tanda?" tanya Rion.
"Lo lihat sendiri aja. Gue pergi." Sui pun menghilang dalam hitungan detik.
Rion mendekat kearah Caine yang terlelap itu dan mencari 'tanda' yang dikatakan oleh Sui. Matanya pun menangkap tanda yang ia lihat, seperti mawar dan warnanya merah yang sangat gelap.
"Mawar?" gumam Rion.
"Semoga mimpi lo indah, Caine."
♠♠♠♠♠♠♠•♠♠♠♠♠♠♠
Caine terbangun di pagi hari. Ia bangun dan berdiri mendekati kaca. Untungnya hari ini libur jadi ia dapat bersantai sedikit lebih lama.
Riji dan temannya yang lain mengajaknya untuk bertemu nanti sore jadi dia ada waktu bersantai dirumah.
"Bentar, ini apaan?" tanya Caine pada dirinya sendiri.
Saat berkaca, Caine melihat bahwa ada tato berbentuk mawar berwarna merah gelap di leher bagian bawah.
"Kapan gue masang tato? Gue ga inget." ucap Caine pada dirinya.
"Tapi dilihat dari warnanya, kayanya udah lama. Masa dulu gue pernah tatoan? Mana bentuknya mawar gini."
Caine menghela nafas. Ia pun pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah ia selesai dan berganti baju santai, Caine kembali berkaca.
"Lah, ilang?"
Ajaibnya tato mawar yang dilihat Caine tadi saat bangun tidur telah menghilang.
Caine bersyukur karena sepertinya ia hanya halusinasi. Ia memaklumi karena biasanya orang lain bangun tidur suka mengigau, jadi mungkin dirinya mengalaminya juga.
"Dahlah, ga usah diambil pusing."
Namun yang tak disadari oleh Caine, tato itu tetaplah ada tetapi ia menyatu dengan warna kulit Caine sehingga pemilik tato tak akan menyadarinya.
♠♠♠♠♠♠♠•♠♠♠♠♠♠♠
Caine berjalan menuju supermarket dekat rumah nya. Ia melihat bahwa ada Arhan bersama Gin yang sedang menuju ke supermarket juga.
Caine tak ingin menyapa keduanya karena sepertinya mereka berdua sedang sibuk. Caine pun masuk ke supermarket dan berkeliling untuk berbelanja.
Sampai dimana, dia berdiri didekat freezer yang berisikan daging segar. Caine mengambil beberapa lalu membayarnya ke kasir.
Caine menatap Gin dan Arhan yang masih saja berdebat ingin daging yang mana. Caine pun mendekati mereka dan menepuk bahunya.
"Ngapain sih? Mau gue bantu pilihin?" tanya Caine.
"Caine! Menurut lo, daging yang gue pegang sama yang dipegang Gin tuh seger yang mana?!" tanya Arhan menggebu-gebu.
"Punya lo sih... Kalo punya Gin tuh kek ga seger aja kelihatannya." Arhan tersenyum kemenangan dan mengejek Gin.
"Kan apa gue bilang, hidung gue tuh lebih tajem dari punya lo!" ucap Arhan dengan wajah mengesalkannya.
"Hidung?" tanya Caine bingung.
"E-eh maksudnya---"
"Duh, kalian ini kemana sih? Lama amat kalo disuruh belanja." Rion datang dengan raut wajah kesalnya.
"Rion?" panggil Caine.
"Oh? Halo Caine, ketemu lagi ya?" Caine mengangguk pelan.
"Kalo udah selesai sana bayar, gue mau keluar. Nunggu lo pada bisa telat gue." Gin dan Arhan mendengus.
"Lo kenal sama Gin sama Arhan?" Rion mengangguk.
"Mereka temen gue dari kecil, jadi gue tau." Caine diam.
"Oh... Kalo gitu gue duluan ya." Rion pun menatap kepergian Caine.
"Awas kalo mulut lo bocor." ancam Rion pada Arhan dan mereka berdua langsung menunduk.
"Ayo pergi."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyctophile
Vampire"On that night, I hope we meet again someday." ⚠️Fantasy, OOC ⚠️18+ (beberapa adegan akan terlihat berbahaya dan dapat memunculkan trigger tertentu.)