The Tears of a Goddess.
Jika diberi kesempatan untuk bisa menilai novel bergenre fantasi-romansa itu, yah, lumayan menurutku. Mungkin sekitar 7/10. Isi novelnya tidak terlalu buruk karena pemeran utama wanita di sini merupakan tipe wanita kuat yang tidak mudah goyah.
Pemeran utama wanita adalah putri tunggal Duke yang telah dipaksa menghadapi kerasnya dunia aristokrat semenjak usia belia. Makanya, dia tidak memiliki sifat yang naif dan punya pendirian kuat. Wajahnya yang menawan, serta memiliki sihir tipe cahaya membuat banyak pria bertekuk lutut di hadapannya tanpa diminta. Tak jarang, ada banyak pria yang meminang pemeran utama wanita itu untuk dinikahi.
Akan tetapi, karena pemeran utama wanita adalah tipe wanita yang tegas dan tak mudah tunduk, dia tak sekalipun menerima pinangan dari pria mana saja. Hal inilah yang menarik perhatian putra mahkota, yaitu pemeran utama pria, karena merasa tertarik akan sifat seorang wanita bangsawan yang tidak biasa, yaitu tak mudah ditundukkan oleh pria.
Dalam novel itu, tidak diciptakan second male lead yang pastinya akan tersakiti di akhir cerita, sehingga novel ini hanya berfokus pada kisah cinta kedua pemeran utama dan perkembangannya.
Dalam sebuah novel, tentunya akan terasa kurang jika tidak ada peran antagonis. Dan di dalam novel ini juga, telah seratus persen terhindar dari lotus putih PPB yang selalu membuat pembaca resah. Sebagai gantinya, antagonis di dalam novel ini adalah seorang pangeran keturunan garis akhir, yang walaupun sudah memiliki segalanya, tetap merasa tak cukup, dan ingin memiliki lebih lagi dari sekadar yang bisa direngkuhnya.
Ketika putra mahkota dirumorkan dapat meminang jemari putri Duke yang dikenal tegas dan sulit untuk ditundukkan, maka pangeran itu pun langsung mengusahakan beberapa cara untuk menarik hati putri Duke juga. Sayang sekali, putri Duke tak tertarik pada pangeran manja yang arogan, makanya penolakanlah yang selalu didapatnya. Hal ini membuat kompetisi antara putra mahkota dan pangeran terakhir semakin membara untuk mendapatkan hati putri Duke.
Karena perannya adalah antagonis, maka sudah dipastikan jika dia akan menghalalkan segala cara untuk meraih apa yang dia inginkan, walaupun terlibat dengan kriminalitas sekalipun. Karena tindakan bodohnya, akhirnya pangeran terakhir jatuh dari takhtanya, dan seluruh pedang menodong padanya.
Akhir kisah, putra mahkota dan putri Duke bertunangan. Lalu, di akhir cerita, antagonis akan dieksekusi karena tindakan kriminalitas dan kejahatannya terhadap putri Duke.
Lumayan, bukan? Tidak ada pemeran utama wanita yang lemah dan naif sehingga menarik atensi putra mahkota, ataupun antagonis bertipe lotus putih yang membuat frustrasi.
Aku pun menghela napas lega sembari menutup lembar akhir novel The Tears of a Goddess yang telah tamat. Novel ini lumayan bagus untuk dibaca. Tidak sia-sia waktuku dihabiskan untuk membaca novel ini.
Aku pun sudah merasa bahwa mataku lelah, karena setelah melirik jam dinding, rupanya itu sudah tengah malam. Waktunya tidur karena besok aku kerja pagi.
Menarik selimut setelah berbaring di atas ranjang, aku pun terlelap tak lama kemudian. Karena tubuhku punya sensor waktu, biasanya aku selalu bangun tepat waktu di pagi hari untuk pergi kerja. Hanya saja, aku rasa sensor waktu itu bekerja terlalu maksimal sampai aku seolah mendengar teriakan dan sorakan penuh sarat akan kebencian? Dan apa ini, kenapa sekujur tubuhku terasa sakit seperti dikekang? Anehnya, aku juga merasakan lemparan sesuatu yang mungil mirip batu kerikil mengenai tubuhku, dan itu terasa sangat perih.
Kalau ini lucid dream, aku tidak akan merasa sakit, 'kan? Jadi, aku berusaha untuk membuka mataku. Di saat yang sama, aku merasakan kalau sesuatu menutup wajahku.
Aku agak memberontak, ini pengap, dan bau amis. Aku tidak suka. Lalu, ada teriakan di sekelilingku yang memekakkan, telingaku sakit.
Tak lama kemudian, sesuatu yang menutup kepalaku dibuka dan aku mengerjap, masih mencoba berpikiran positif kalau ini hanyalah mimpi.
"Bunuh penjahat itu!"
"Pangeran tak tahu diri yang menodai garis keturunan suci!"
"Penggal kepalanya!"
"Potong tubuhnya dan berikan pada babi!"
Woi?! Dengan mata melotot, aku menatap ke sekeliling. Apa-apaan ini, sebenarnya?!
Aku memberontak, tapi kepalaku ditekan pada sesuatu berbahan balok kayu yang aku tidak tahu apa benda ini, tapi kelihatan mengerikan jika berbagai macam teriakan dan manusia mengelilingi aku ketika tubuhku tak bisa digerakkan secara leluasa. Jika menilai di mana aku berada, seharusnya aku dipaksa berlutut di sebuah panggung kecil yang terbuat dari kayu. Kedua sisi tubuhku ditahan oleh dua orang berbadan besar.
"Sebelum kau mati, apa kalimat terakhirmu, Anastasius?"
Dan aku baru menyadari kalau di sisi kiriku, ada seseorang yang menatapku dari atas dengan angkuh. Sepasang matanya menyorot tajam dan bibirnya tertekuk ke bawah.
Ciri khas orang ini membuatku melongo. Rambut putih dan mata biru, memang kelihatan angelic, tapi di Asia, tak banyak orang yang memiliki ciri khas seperti itu. Aku jadi bingung sendiri, situasi apa ini, di mana aku, siapa dia, bahkan aku saja ragu siapa aku?!
"Anastasius!" Pria itu menggeram kesal karena aku tak kunjung merespons. "Sepertinya tidak ada yang ingin kau katakan, langsung jalankan eksekusinya."
Pria itu memutar tubuhnya dan meninggalkan panggung kayu. Segera saja, kedua orang bertubuh besar yang menahan tubuhku langsung menjalankan aksi mereka dan aku langsung panik.
Ini adalah perasaan tak enak hati seolah aku akan mati seketika! Kedua tanganku dikunci oleh rantai, leherku ditekan oleh balok kayu, dan dikunci di sana, serta sorakan pun teriakan kebencian hanya memenuhi kepalaku sampai pening.
Sring. Tubuhku merinding ketika aku mendengar suara familier yang mirip dengan pisau diasah. Dan saat aku agak mendongak, ternyata ada pisau tajam di atasku yang siap jatuh dan memenggal leherku?! Kumohon, jika ini mimpi, tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini!
Dan orang bertubuh besar yang berdiri di sisiku melihat ke sekeliling sekilas, lalu melepaskan pisau itu. Aahhh! Aku bisa gila!
Dan tiba-tiba saja, teriakan orang-orang yang menyuruhku mati terhenti, pergerakan mereka beku, ekspresi marah masih tersorot dalam wajah mereka tapi terhenti bagai menghentikan jalannya suatu video. Aku melongo lagi, ada apa ini?! Sudah kuduga ini hanya mimpi! Aku pun bernapas lega dan tertawa miris. Mimpi yang sangat mengerikan.
[Sayang sekali, Tuan! Ini bukan mimpi~]
Aku terlonjak kuat, tapi leherku langsung sakit ketika baru sadar leherku dikunci oleh balok kayu. Tiba-tiba saja, ada layar hologram di hadapanku yang menuliskan abjad satu-persatu dengan cepat.
"Hah? Bukan mimpi?" heranku.
[Betul, Tuan! Ini adalah kenyataan. Saat ini, Tuan berada di akhir cerita The Tears of a Goddess, yaitu cerita yang terdapat sebuah adegan di mana antagonis akan dieksekusi. Dan antagonis tersebut ialah Anda, Tuan Anastasius! Anda diberikan kesempatan terakhir oleh sistem untuk menghentikan kematian Anda, yang jika waktu kembali dijalankan oleh sistem, hanya tersisa tiga detik saja sebelum waktu pemenggalan Anda. Dalam waktu singkat itu, selamatkan nyawa Tuan dan bertahan hiduplah dalam kisah yang telah berakhir ini! (。•̀ᴗ-)✧]
Di sanalah, jiwaku rasanya berkurang seribu tahun.
***
Nitip ide cerita di sini ya, takut kalau ditaro di draf doang malah ada yang ngeduluin ide novel kek gini HAHAHA. Atau udah ada yg kek gini? Tapi insyaallah aku lanjutin setelah bikin alur lengkapnya, papayy~
11/5/24
KAMU SEDANG MEMBACA
I Transmigrated Into a Finished Novel
Historical FictionHore! Aku jadi seorang pangeran yang hidup bergelimang harta dan serba kecukupan di dalam sebuah novel romansa-fantasi! Karena peranku adalah antagonis, jadi aku tinggal menghindari peran antagonis saja sambil melihat perkembangan pemeran utama dala...