Dua jam berlalu tanpa istirahat dan kami tiba di kediaman utama Aithne. Salju di penghujung utara semakin tebal dan kastil berwarna putih sebagai kediaman utama Aithne itu menjulang tinggi bagaikan istana es yang ada di film fantasi. Pepohonan dan semak-semak tertutup oleh butiran salju yang menumpuk, air mancur membeku, dan jalanan menjadi agak licin walau sudah dibersihkan berkali-kali.
Para pelayan yang menyambut kedatangan tuan rumah di pekarangan kediaman memiliki seragam pelayan yang tebal dan berbulu supaya mencegah mereka mati kedinginan.
Ketika kereta kuda berhenti, Helios segera turun dan Luciel secara otomatis segera berdiri di samping tuannya. Lantas, ketika aku hendak turun dari kereta kuda, Helios mengulurkan tangannya padaku. Aku hanya memelototinya garang dan Helios hanya tertawa.
Aku tidak meraih tangan Helios dan turun dengan usaha sendiri. Karena telah telanjur nyaman dengan gerbong kereta yang hangat akibat item sihir penghangat, saat aku keluar, angin dingin yang beku menerjang wajahku dan aku menggigil.
Helios meletakkan mantelnya di atas kepalaku, menutupi kepalaku hingga separuh visiku hanya dipenuhi mantel berbulu hitam milik Helios.
Aku ingin protes, tapi Helios mendekat dan berbisik, “Rambut Anda masih perak, menandakan bahwa Anda adalah keturunan keluarga kerajaan.”
Aku langsung bungkam dan memegang mantel Helios dengan erat supaya menutupi seluruh bagian rambutku. Meski orang-orang Duke bisa setia pada tuan mereka, tetapi mungkin beberapa tidak. Bisa saja mereka melaporkan aku kepada kerajaan hingga aku harus mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan nyaman—meski aku skeptis apakah aku akan hidup nyaman di kediaman ini. Namun, tak ada salahnya untuk waspada.
“Tuan Duke, selamat datang kembali di kediaman.”
Suara harmoni para pelayan mengudara ketika Helios mulai melangkah maju. Aku diam-diam mengikuti dan berjalan melewati para pelayan yang membungkuk dalam. Tanpa menoleh pun aku bisa tahu jika Luciel mengikuti di belakang.
Tepat di pintu besar kediaman utama, seorang kepala pelayan pria membungkuk rendah.
“Tuan Duke, selamat datang kembali,” tutur kepala pelayan itu, walau sudah kelihatan tua, tetapi kebugaran tubuhnya masih patut diapresiasi.
“Ya. Akan ada seseorang yang tinggal di sini mulai sekarang, urus kebutuhannya.” Helios menepuk bahuku, aku segera menepisnya dengan kasar.
Helios, walau sudah aku kasari, dia tetap tersenyum bagai orang bodoh.
Kepala pelayan pun tetap tenang walau Duke yang dia layani telah diperlakukan tak terhormat di hadapannya. Dia hanya menunduk santun sembari mengangguk atas perintah Helios.
“Dimengerti, Tuan. Saya akan menyiapkan kamar untuk tamu Anda.”
“Ah, berikan kamar yang paling besar.”
“Baik, Tuan Duke.”
Helios lalu memasuki kediaman. Dan aku mengikuti. Udara sejuk di dalam pun menipis, angin dingin tak lagi berembus, dan aku menghela napas lega.
“Luciel, kerja bagus, aku akan pergi ke ruang kerja. Kau, segera pasang item sihirnya di seluruh kediaman,” titah Helios.
“Baik, Tuan Duke.”
Luciel membungkuk dan pergi.
Kini, hanya tersisa aku dan Helios. Aku ingin lari dari tatapannya, jadi aku makin menenggelamkan diri dalam mantel Helios.
“Yang Mulia, sembari menunggu kamar Anda siap, mari menunggu di ruang kerja saya. Kebetulan hanya di sana saja yang baru dipasang item sihir penghangat.”
![](https://img.wattpad.com/cover/368777870-288-k295691.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I Transmigrated Into a Finished Novel
Historical FictionHore! Aku jadi seorang pangeran yang hidup bergelimang harta dan serba kecukupan di dalam sebuah novel romansa-fantasi! Karena peranku adalah antagonis, jadi aku tinggal menghindari peran antagonis saja sambil melihat perkembangan pemeran utama dala...