23. Sihir Non Elemen

1.2K 164 27
                                    

Aku terbangun seperti biasa di pagi hari dan bersiap-siap untuk pergi kelas. Saat itu, jam menunjukkan pukul setengah tujuh, masih ada waktu setengah jam sebelum kelas pagi dimulai.

Aku memperhatikan refleksiku di cermin besar dengan dekorasi klasik yang kudapatkan sebagai hadiah dari teman satu kelasku. Jujur, duel kemarin membawa pengaruh yang sangat baik untukku. Mereka yang awalnya memandangku sebelah mata, mulai menatapku dengan sisi yang berbeda. Mereka kini tahu, bukan tanpa alasan mengapa master menara menaruh perhatian padaku. Berkat kemenanganku juga, aku mendapatkan banyak hadiah dari orang-orang yang bahkan tidak aku kenali. Saat ini, hadiah-hadiah itu masih menumpuk di sudut kamarku karena aku terlalu kelelahan kemarin untuk membukanya. Mungkin selepas makan malam nanti, aku akan mencoba untuk membuka hadiah dari mereka.

Meski banyak juga yang tidak diberi bungkusan kertas, sehingga aku bisa langsung tahu apa yang mereka berikan. Misalnya, cermin ini, sebuah buku mengenai sihir, pena bulu berkualitas, kemeja berenda, dan lain sebagainya.

Setelah mengenakan seragam dan jubah penyihirku, aku tiba-tiba mendengar suara dari pintu kamarku yang diketuk. Aku segera menghampiri pintu kamar dan membukanya. Rupanya, Aatish berdiri di baliknya.

“Hei, pemenang duel, ayo ke kafetaria,” ujarnya dengan nada sembari agak menggoda.

Aku agak mencebik. “Panggilan macam apa itu,” keluhku yang membuat Aatish terkekeh.

Aku pun keluar dari kamarku dan menutup pintu, sebelum mengikuti Aatish ke kafetaria. Seperti biasa, Aatish cukup berisik dan banyak bicara. Namun hari ini, topik yang diutarakan kebanyakan mengenai duelku dengan Harley, reaksi para penonton saat tahu pemenangnya adalah aku, pendapat rahasia para profesor, dan rumor apa saja yang menyebar pagi ini. Informasi dari Aatish ini memudahkanku untuk tahu berita apa saja mengenai aku yang menyebar di menara sihir.

Selama di perjalanan, aku merasakan ada yang berbeda kali ini. Biasanya, setelah ada rumor mengenai aku dan master menara, persepsi mereka terhadapku begitu negatif. Namun kali ini berlawanan, mereka cukup hangat dan ramah. Bahkan beberapa dari mereka menyapaku di lorong saat bertemu, tersenyum, dan mengobrol sepintas seolah kami akrab di saat aku bahkan tak mengenali mereka sampai separuhnya.

“Menjilat sekali,” ujar Aatish dengan kekehan, tetapi aku bisa melihat jika sorot dalam tatapannya agak dingin.

Aku mengangkat alis. “Ya?”  

“Mereka, orang-orang itu. Orang-orang yang tiba-tiba mengubah sifat mereka padamu, begitu menjilat,” ujar Aatish mengulang.

Saat dia bicara, kami telah tiba di kafetaria. Di sana, lebih banyak orang yang menyambut kehadiranku dan menyapaku, sesekali memberi selamat atas kemenanganku kemarin, lalu menepuk bahu atau merangkul sok akrab. Aku hanya membalas mereka sekenanya sebelum mengantre untuk mendapatkan sarapan bersama Aatish.

Aku penasaran dengan apa yang ingin Aatish katakan, tetapi dia malah tersenyum dan menyapa orang-orang dengan ramah. Dia membantuku mengambil nampan, makanan, dan mencari bangku untuk kami di sudut ruang kafetaria. Setelah dia menyuap sekali, barulah dia melanjutkan dengan nada bicara yang agak aneh.

“Jadi, setelah tahu bahwa kau memiliki potensi dan relasi yang baik, mereka segera mengubah sifat mereka menjadi sangat ramah seolah kalian sudah lama akrab. Tentu saja, intensi mereka bisa jelas dilihat seolah tengah membaca buku terbuka. Ash, kini kau memiliki segalanya di menara sihir ini. Status terpandang hingga bisa tinggal di asrama bangsawan, relasi yang kuat dengan menara master hingga cepat atau lambat kau akan segera mengenal para penyihir senior, kekuatan sihir yang sangat kuat, dan masa depan cerah. Jelas sekali, mereka ingin dekat denganmu supaya masa depan mereka di menara sihir juga ikut terjamin . Aku tidak asing dengan orang-orang seperti mereka. Di dunia bangsawan, banyak orang seperti itu yang menjilatiku atau Marquis Aphelion. Mungkin inilah juga alasan sebenarnya mengapa aku tidak memiliki teman dekat,” katanya, dia bicara dengan sangat baik, memberi jeda ketika perlu, dan menekankan beberapa kata apabila harus diperhatikan.

I Transmigrated Into a Finished NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang