Chapter 22. Penyelamatan

239 29 0
                                    


Jeffry beberapa kali melirik jam tangannya gelisah, meraka berjanji untuk makan malam bersama pada pukul 20.00. Namun, hingga jam menunjukan pukul 20.30, ia tak kunjung melihat karina.

"Apakah karina menyesal menerima lamarannya, karena cincin yang ia berikan dari tangkai rumput" pikiran itu berkecamuk di pikirannya. Atau jangan jangan ada sesuatu yang membuat karina tak bisa datang atau bahkan kekasihnya itu lupa.

Memantapkan hatinya, ia berjalan menuju kamar karina. Setelah mengetuk begitu lama, namun dari dalam ruangan itu ia tak mendapatkan respon, membuatnya semakin khawatir.

Tanpa berfikir panjang ia menghentikan pembersih gedung yang lewat.

"Apa anda melihat pemilik kamar ini?" tanya jeffry, membuat petugas itu terkejut.

Dengan gugup petugas itu menjawab
"Terakhir saya melihat nona karina pagi tadi bersama seorang wanita muda yang biasa dijumpai nya" jawab petugas yang membuat ekspresi khawatir Jeffry tapak terlihat jelas.

Dengan cepat jeffry berlari ke gedung B, ia menebak wanita yang di sebutkan petugas tadi adalah Eila, setelah mengetuk begitu tak sabar, pintunya terbuka. Namun, itu bukan orang yang ia cari.

"Selamat malam pak, ada yang bisa saya bantu?"
"Katarina dan Eila apa ada di dalam?"

"Mohon maaf saya tidak melihat mereka sedari tadi pagi"

"Apa kamu tau dimana mereka?"

"Maaf pak saya tidak tau" ucap gugup wanita itu, karena sedang berbicara berhadapan dengan pemimpin markas.

Setelah mendengar jawaban yang tidak memuaskan, Jeffry pun berbalik pergi.

Dengan panik jeffry Mengeluarkan alat komunikasi memanggil divisi yang bertugas menjaga keamanan. Setelah mengecek cctv, jeffry bersama pasukannya pergi ke lokasi terakhir Karina dan Eila yaitu salah satu pasar terdekat.

...

Kegelapan menyelimuti atap gedung tinggi, yang hanya sedikit dikelilingi beberapa lampu. Di tengah atap berdiri seorang pria sedang tersenyum, kearahnya dan empat orang lainnya di sampingnya.

"Kalian akan di berkati"
Kata-kata itu bukannya membuat gisel tenang malah membuatnya merasa merinding. Namun, tidak bagi keempat lainnya yang menunjukan eskpresi penuh pengharapan.

Perlahan beberapa orang berpakaian putih maju ke arahnya, dengan memegang seutas kain yang akan digunakan untuk menutup matanya. Membuat tangannya sedikit bergetar.

Pada semingu sebelumnya, ketika ia sedang memakan santapan pagi setelah berdoa. Secara tidak sengaja menemukan sepotong daging di mangkuknya terdapat sebuah gambar aneh. Merasa penasaran menghantuinya, ia langsung mengusap daging tersebut di bajunya.

Setelah melihat gambar di daging itu, ia membelakan mata, sebuah tato yang tampak familiar terukir di makananya.

Tentu saja ia sering melihat tato itu, karena sebagian penjaga gedung ini memili tato yang sama. Tidak mungkin jika daging sapi yang dikatakan tuan cores memiliki tato seperti ini.

Sebuah cairan sepertinya akan keluar melalui kerongkongannya, dengan cepat ia pun berlari menuju toilet.

Huek! Huek!

Sebuah cairan tak berbentuk keluar melalui mulutnya, dengan lemas iapun bersandar di pintu toilet dengan nafas terengah-engah, ia masih tak mempercayai bahwa ia baru saja memakan daging manusia.

Ketika ia berusaha mengatasi rasa mualnya, Gisel merasakan kehadiran seseorang mendekatinya. Dengan mata yang terpejam rapat, ia tidak melihat siapa yang mendekat. Tiba-tiba, ia merasakan sebuah cengkraman di lehernya, mempersempit jalur nafasnya.

Dengan tangan yang terikat, Gisel berjuang keras, melawan kekuatan yang mencengkeram lehernya. Ia meronta, memukul kepala orang yang mengancamnya.

"Dasar wanita sialan" teriak orang itu dengan memukul bagian kepalanya, membuat nya terkapar di lantai, rasa sakit pun tak terbendung mulai menghampiri nya.

Seperti belum puas, tangan kasar meremas dagunya dengan kejam, menambah rasa takut dan keputusasaan di dalam dirinya.

"Ed, langsung bunuh wanita ini, dan jangan lupa kumpulkan bagian darahnya. Sisanya, seperti biasa bagikan pada penurut itu"
Setalah perintah itu terlontar, dengan cepat ed mengeluarkan pedang.

Saat pedang itu diayunkan.

"Boss"

Tiba tiba seorang pria datang, memberikan informasi pada mereka, bahwa gedungnya telah di serang, membuat Gisel menangis lega, setidaknya ia ada kesempatan untuk kabur.

"Halau mereka sekarang" ucapan Cores dengan cepat dipatuhi, mereka mulai berlari keluar meninggalkan dirinya yang terikat, sehingga ia pun bernafas lega.

Tak tak tak!

Suara sebuah langkah kaki terdengar di telinganya, kembali membuatnya takut. Bayangan itu mendekat. Dengan sisa tenaganya ia berusaha memundurkan badannya ke belakang.

Ia kemudian memejamkan matanya pasrah ketika melihat siluet itu semakin dekat. Namun, tiba-tiba apa yang ia bayangkan tidak terjadi, malah tali yang mengikatnya terlepas, memberinya sedikit kebebasan.

Dengan cepat, Gisel membuka mata dan menatap sekelilingnya. Apa yang dilihatnya membuat bulu kuduknya merinding. Tumpukan mayat berceceran, beberapa di antaranya adalah orang yang pernah dikenalnya, tersebar di sekitarnya.

Sebelum ia bisa berteriak, sebuah tangan menutupi mulutnya dengan cepat, membatasi suaranya yang tercekat.

"Sttt"

Ketika matanya mendongak, ia melihat wanita yang kemarin dibawa oleh Cores, kekasih pemimpin markas itu, matanya sekarang terdapat sedikit harapan untuk bisa diselamatkan membuat Gisel menangis dalam diam. "hiks hiks"

...

Karina dengan cepat turun dari atap menuju ke depan gedung, dengan kekhawatiran yang melanda pikirannya. Meskipun Jeffry membawa rombongan orang berkekuatan, terlalu impulsif dalam menghadapi situasi.

Meskipun kesepuluh orang itu memiliki kekuatan, mereka belum sepenuhnya mengendalikannya, dan Karina tahu betapa berbahayanya jika mereka kehilangan kendali dan menjadi alat bagi raja zombi.

Karena, walau bagaimanapun inti tersebut berasal dari otak zombi, sehingga raja zombi bisa saja mengendalikan mereka.

Menutup matanya, ia merasakan segerombolan zombi tampak mengarah ke arah mereka, membuatnya semakin gelisah. Saat tiba di lantai bawah, dia melihat Jeffry tengah berhadapan dengan raja zombi.

Dengan cepat, Karina berlari ke arah Jeffry, meraih pinggang itu dan memeluk dengan sangat erat. "Kamu dari mana, I miss you hu hu hu," serunya keras, agar beberapa orang terdengar, yang tentu saja pelukannya dibalas erat oleh jeffry.

"Kamu darimana saja, tidak ada yang terluka kan" tanya Jeffry yang hanya dibalas gelengan ringan karan, setalah cukup lama berpelukan ia melonggarkan pelukan itu.

Kemudian, dia berbalik ke arah raja zombi.

"Mohon maaf, tuan. Pacar saya mengira ini penculikan, dia tidak tahu apa-apa," ucap Karina sambil sedikit membungkuk. Jeffry membelalakkan matanya mendengar ucapan Karina.

"Apa yang kamu lakukan, Karina? Lihatlah saya, jangan percaya padanya, dia ingin menyakiti kamu," desak Jeffry dengan nada khawatir yang jelas terpancar di wajahnya.

"Jangan bicara sembarangan," teriak Karina sambil memelototi Jeffry, sebelum kemudian berbisik kecil di telinganya, "Ikuti permainanku."

"Tuan, jangan bunuh dia. Saya berjanji akan memberikan penjelasan padanya," ucap Karina, berusaha membujuk raja zombi.

"Saya selalu membuka tangan kepada orang yang berniat baik, tapi pastikan kekasih mu tidak membuat keonaran disini" balas raja zombi dengan senyuman yang tampak luar tulus.

"Terima kasih, saya berjanji akan memberikan pengertian pada pacar saya," ucap Karina dengan senyum palsu.

"Teman anda sepertinya sedang tidur nyenyak di dalam. Apakah kalian ingin menginap juga malam ini? Kalian pasti lelah setelah perjalanan yang panjang," tawar Cores dengan nada yang menyelubungi.

Zombie Apocalypse: Back to the PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang