Seperti biasa, setiap pagi Karina bangun lebih awal dari kebanyakan orang untuk menjalani rutinitas olahraganya. Langkahnya ringan melintasi jalan-jalan taman yang masih sepi.
Saat beberapa lama lari melintasi area taman sinar matahari pun mulai muncul perlahan, sehingga membuat orang orang memulai aktifitas pagi mereka.
Merasa terganggu dengan suara bising, iapun menoleh untuk mencari sumber suara. Ia melihat banyak orang berkumpul di depan stand buku, koran dan majalah.
Melihat mereka, Karina memutuskan untuk melangkah mendekat, mungkin saja ada berita baru tentang markas ini.
Matanya berkeliaran di antara tumpukan majalah dan koran, mencari-cari headline yang menarik. Namun, mata Karina tiba-tiba terhenti ketika melihat wajah Jeffry menghiasi cover sebuah majalah. Tanpa sadar, tangannya terulur untuk memegang majalah tersebut.
Saat yang sama, sekelompok gadis yang berada di sekitar juga melihat cover majalah itu. Suara mereka riuh rendah, penuh dengan kekaguman.
"Lihat deh, Ketua Markas kita ganteng banget!"
"Iya, ganteng, pinter, kaya lagi. Beruntung banget yang jadi istrinya."
Mendengar percakapan mereka tentang Jeffry, Karina mulai memfokuskan telinganya agar bisa mendengar lebih jelas.
"Eh, tapi sayang banget dia udah punya pacar."
Mendengar itu karina merengutkan dahinya pacar Jeffry punya pacar?, Bagaimana dia bisa punya pacar, bukankah beberapa bulan yang lalu Jeffry bilang menyukainya?.
"Ehem, jeffry punya pacar, darimana kalian tau, menyebarkan gosip yang salah kalian tau hukumannya" sela Karina
"Lo siapa?"
"Gue?"
"Ah lu pasti fans kan, gue jugaaa" ucap salah satu gadis yang hanya ia balas senyuman tipis.
"Tapi kayak nya orang biasa kayak kita kita ga akan bisa jadi pacarnya" sahut sedih gadis tersebut yang dibalas anggukan teman disebelahnya.
"Tapi gapapa, seenggaknya gue bisa koleksi foto ganteng ini ahahaha"
"Nih ambil ini edisi terbatas foto fotonya dijamin ganteng" gadis itu menyerahkan satu majalah di tangannya.Iapun terus menatap majalah tersebut di tangganya iapun engerutkan kening sebagai tanda ia tengah berfikir, kenapa ia harus membeli ini, hanya membuang buang kristal.
....
"Huff," desisnya lelah, merebahkan tubuhnya ke dalam kasur yang nyaman ini. Sejak tadi, ia sangat sibuk dengan risetnya, dan waktunya hanya dihabiskan di ruang laboratorium.
Matanya melirik ke sekeliling, menatap kamar barunya yang sudah seminggu ia tempati. Ia merasa senang, akhirnya bisa keluar dari kamar sempitnya.
Saat asik memandangi, pandangannya tiba tiba terhenti melirik banyak tumpukan majalah di sebelah lemari. Ia pun mengambil salah satu majalah itu dan melirik covernya.
"Kayaknya gue dah gila, ngapain gue borong majalah ini," gumamnya pelan. Dengan santai, ia mengulurkan telunjuknya tangannya ke bagian wajah, merenung sejenak tentang alasan di balik tindakannya.
"Tapi dipikir-pikir, Jeffry lumayan tampan," batinnya. Iapun melangkah ke depan kacamatanya terpaku pada bayangan dirinya di kaca besar di meja riasnya. Tanpa sadar, dia menutup mulutnya kaget, memperbaiki sedikit anak rambut yang mengganggu, lalu berpose.
"Aha, pantas saja Jeffry menyatakan perasaannya kepadanya, lihatlah wajah cantik di kaca itu," ia berkata pada dirinya sendiri dengan tertawa kecil.
Tiba-tiba, ekspresi wajahnya berubah datar. "Ehem," dehemnya pelan.
"Kalau dipikir-pikir, gue belum balas pernyataan Jeffry. Apa gue jawab sekarang?" Suaranya rendah, terdengar ragu.
Tiba-tiba, ingatan tentang para gadis yang memiliki banyak foto Jeffry membuat wajahnya memerah kesal.
Udara panas yang terasa lengket memenuhi ruangan itu, membuat Karina mengibas-ngibaskan bajunya untuk meredakan kegerahannya.Suasana malam yang gelap dengan cahaya remang-renang, membuatnya merasa tenang. hingga sebuah panggilan nama memecah keheningan.
"Katarina..."
Mendengar suara itu, ia membalikkan tubuhnya dan terkejut mendapati Jeffry berdiri di baliknya. Senyuman kecil terukir di wajah Jeffry, langkahnya mendekat kearahnya.
"Apa itu di tanganmu?"
Karina merasakan pandangan Jeffry yang terarah ke arah lengannya, lalu menyusuri hingga ke tangannya yang memegang majalah. Matanya membelalak kaget ketika menyadari bahwa wajah Jeffry terpampang di cover majalah itu. Dengan sedikit canggung, dia menyampaikan, "Ehm, gue tadi nemu, lumayan buat kipas-kipas. Astaga, panas banget"
Setelah mendengar penjelasan dari Karina, Jeffry pun tertawa kecil. Namun, tiba-tiba ingatan tentang beberapa gadis di stand koran melintas di fikirannya, membuat mood-nya menjadi jelek.
Langkahnya terhenti, dan dia menatap wajah Jeffry dengan ekspresi arogan, menyilangkan tangannya di dadanya. "Gue juga suka ama lo," ucapnya, mempertahankan ekspresi arogan.
Mendengar ucapan tiba-tiba dari Karina, jantung Jeffry terasa berhenti sejenak, kemudian berdetak dengan keras. Apakah itu yang dia dengar? Apakah dia berhalusinasi?
Melihat ekspresi Jeffry yang terdiam, Karina mengerutkan bibirnya dengan tidak terima. "Kalau lo ga suka gue lagi, bilang,"
"Tidak,"
"Engga!" teriak Karina dengan tidak percaya.
"tidak bukan begitu maksudnya, tentu saja saya mencintaimu, sebentar" ucap jeffry terbata bata.
Karina memicing heran saat melihat Jeffry berjongkok di semak-semak, seolah sedang mencari sesuatu.
Lalu, berjongkok di depannya, Jeffry dengan lembut menyerahkan tangkai rumput yang telah dibentuk menjadi bulatan. Dengan gemetar, Jeffry mengambil tangan kanannya dan memasangkan bulatan itu ke jari manisnya.
Hatinya pun menghangat saat melihat bulatan hijau di jari manisnya, dan Karina tidak bisa menahan senyumnya ketika menatap Jeffry. Dengan lembut, dia memperlihatkan bulatan itu ke hadapan Jeffry. "Ini lumayan,"
Tiba-tiba, semuanya menjadi gelap. Cahaya redup dari lampu sorot di sekitar mereka meredup hingga padam, menyelimuti keduanya dalam kegelapan.
"Sudah jam 23.00, lebih baik kamu kembali kamar. Ayo," ajak Jeffry sambil menggenggam telapak tangannya kembali ke gedung.
Karina mengikuti langkahnya dengan hati-hati, merasa nyaman dengan keberadaan Jeffry di sampingnya. Untungnya, mereka berdua berada di satu gedung yang sama karena telah resmi menjadi tim peneliti.
Setelah lama berjalan iapun tiba di kamarnya saat ingin memutar kenop pintu ia merasa sedikit ketidak relaan untuk masuk.
"Wait"
"Ada apa?"
"AC di kamar gua mati, duh, panas banget," keluhnya dengan ekspresi kepanasan, sepertinya ia memiliki bakat akting.
"Bukankah AC di kamar kamu mati? Kamu dapat tidur di kamar saya,"
"Hah?" Karina memandang Jeffry dengan bingung, namun segera menyadari kesalahpahaman itu. "Eh, bukan begitu maksud saya. Saya dapat tidur di ruang kerja,"
"Gua tidur di kamar Eila, ayo anter gua ke gedung sebelah," ucap Karina gugup, dan berjalan mendahului Jeffry.
Jeffry mengikuti langkahnya dari belakang dengan senyum. Sebenarnya ini hanya akal akalan Karina, karena gedung tempat Eila tinggal cukup jauh, membuatnya merasa bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama Jeffry.
* Vote dan coment
Jika ada salah kepenulisan, mohon beri tahu author agar tulisan ini menjadi lebih baik lagi.(ʘᴗʘ✿)
KAMU SEDANG MEMBACA
Zombie Apocalypse: Back to the Past
FantascienzaDilahirkan kembali lima bulan sebelum bencana kiamat, di mana zombie berkeliaran dan umat manusia hampir punah, Karina mendapati dirinya terlahir kembali dengan ingatan yang utuh. Terkejut oleh kesempatan yang diberikan, ia bersumpah untuk tidak men...