Chapter 35. Hukuman

165 24 13
                                    

Jeno terkapar di ranjangnya yang sempit dengan wajah frustasi.

Sudah beberapa hari gadis psyco itu menghilang dan ia juga sudah lelah bertanya Kasan kemari kepada semua orang di markas ini, namun semua jawaban hanya 'tidak tahu'. 

Jeno hanya dapat menghembuskan nafas kasar. Jika gadis psyco itu mati maka ia juga akan mati karena tidak ada yang memberinya obat penawar.

"Bangs*t" umpatnya frustasi dengan mengacak-acak rambut pendeknya secara kasar.

Pandangannya tanpa sengaja terjatuh pada kamera besar yang diberikan oleh Karina.

Dengan langkah gontai, jeno bangkit dari kasurnya. Jika dipikir-pikir, ia belum pernah melihat hasil dari rekamannya. 

jeno duduk di kursi dan mulai menyetel, karena isinya membosankan ia mulai mempercepat isi rekaman itu.

ck gaada yang seru.

"Wait a minute" gumamnya saat melihat sesuatu yang aneh, tangannya segera memundurkan rekamna.

Setalah melihat dengan seksama, mata jeno pun melotot terkejut.

...

"Arkhhhh!" teriak Lily kencang ketika menatap cermin yang diberikan oleh dokter. Ia tak percaya Wajahnya yang cantik kini menjadi penuh bekas luka cakaran.

Dengan marah, ia melempar cermin itu dengan keras hingga mengenai salah satu dokter berjas putih di dekatnya.

"Shhh," desis dokter tertahan, darah segar mengalir dari dahinya yang terkena pecahan kaca. 

"KALIAN KERJA APA HAH? KENAPA MUKA SAYA MASIH BANYAK BEKAS LUKA?" jerit Lily kesal, tak mampu menahan amarahnya. Para dokter berseragam putih hanya menundukkan kepala takut.

"KALIAN BISU YA? JAWAB!" teriaknya lagi menambah oktaf suara, menggema di ruangan itu.

"Maaf, nona," jawab seorang dokter dengan suara bergetar. "Karena markas sedang kekurangan dokter, hanya itu yang dapat kami lakukan untuk menghentikan pendarahan."

"Diam!" Lily memotong dengan kasar.

Brak! 

Suara pintu terbuka dengan kasar, beberapa prajurit berbaju hitam masuk, membuat para dokter terkejut dan menyingkir untuk memberi jalan.

Dengan paksa, para prajurit itu mengeret Lily keluar dari ruangan perawatan.

"Apa yang kalian lakukan, HAH!" Lily berontak, tak terima diperlakukan seperti tawanan. Namun, kekuatannya tidak sebanding dengan para prajurit yang terlatih.

"Kalian ingin dikeluarkan?" ancamnya, namun para prajurit tetap mengabaikannya dan terus menyeretnya keluar ruangan.

"Yhaak, lepas!" teriak Lily frustasi, tenggorokannya semakin kering dan tubuhnya kehabisan tenaga. Nafasnya kini terengah-engah, tapi ia tetap berusaha memberontak.

Saat tiba di sebuah aula besar, matanya menangkap sosok yang dikenalnya.  Dengan seluruh tenaga yang tersisa, ia memberontak lagi dan akhirnya terlepas dari cengkeraman para prajurit. 

Dia berlari menuju John, berharap mendapatkan perlindungan dan mengadukan perlakuan buruk yang ia terima.

Namun, sebelum ia sempat memeluk lelaki itu, sebuah tangan keras menampar pipinya, membuat tubuhnya jatuh tersimpuh di lantai.

Lily jatuh dengan mata melotot, pipinya memerah dan panas, matanya mulai berair menatap jhon tak percaya.

"Kak-k, kakak nampar Lily?" ucap Lily dengan mata berkaca-kaca denagn suara bergetar.

Zombie Apocalypse: Back to the PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang