Udara Korea Selatan.
Senyum Sara terlukis indah menunjukkan betapa bahagia dirinya kembali ke Korea Selatan. Menggunakan taksi ia mengunjungi mendiang ibunya terlebih dahulu untuk melakukan penghormatan dan menyapa karena sudah sangat lama tidak berkunjung. Senyumnya luruh begitu tiba di pemakaman sang ibu. Kenangan-kenangan bersama Mendiang kembali terputar di kepalanya, tatapannya berubah sendu dan mulai berkaca-kaca.
Tak ada yang diucapkan Sara hingga selesai melakukan penghormatan. Tidak perlu berbicara, mata mengatakan segalanya. Saat berbalik badan, netranya bertemu dengan milik seorang pria tua bersetelan hitam yang memegang bunga. Pria tua itu mengangkat kedua alis dan membeku, berbeda dengan Sara yang mendengkus pelan dan menunduk tiga puluh derajat untuk menunjukkan bahwa dirinya masih menghormati meski sedikit.
Untuk beberapa saat tidak ada yang bersuara. Sara tidak berniat membuka percakapan terlebih dahulu, sementara pria tua tersebut kehilangan seribu bahasa. Beberapa detik berikutnya ia melanjutkan langkah, sepertinya memang tidak ada yang ingin diucapkan pria tua itu. Namun belum sempat melangkah, akhirnya pria tua itu membuka suara.
"Kau pulang sebelum hari peringatan kematian ibumu. Pulang bersama supir Ayah saja, kau tidak pakai mobil, 'kan?"
Tanpa sadar Sara mendengkus mendengar pria tua itu menyebut dirinya sendiri 'ayah'. "Aku akan langsung ke rumah sakit, dan akan menggunakan taksi. Terima kasih atas tawarannya."
"Tapi kau akan pulang ke rumah, 'kan?"
"Aku punya apartemenku sendiri, Ayah. Aku tidak punya alasan untuk pulang ke sana."
Tatapan pria tua yang merupakan seorang ayah itu berubah sendu. Ada harapan yang tersirat di sana, yang diabaikan Sara atas ketidakterimaan satu dan lain hal yang terjadi.
"Baiklah. Tapi satu hal yang harus kau ingat, Nak. Pintu rumah selalu terbuka kapanpun dan dalam keadaan apapun kau ingin pulang," ucap sang ayah dengan lembut. Sara mengangguk dan kembali menunduk hormat, lantas pergi sedikit terburu-buru.
Ia melambai di pinggir jalan saat melihat taksi dari kejauhan. Tanpa sadar ia menggigit bibir bawah menahan empati yang dirasakan meski matanya berkaca-kaca. Setelah masuk ke dalam taksi Sara terus menatap jalan dengan pandangan menerawang. Ia tidak tahu apa yang terjadi di depan akibat terlalu sibuk dengan pikiran dan melawan rasa empati di hati, hingga mobil tiba-tiba mengerem membuatnya terkantuk ke depan.
"Maafkan saya, nona. Ada anak anjing yang tiba-tiba berlari ke tengah jalan," kata supir taksi, melirik pada Sara melalui kaca spion tengah dengan ekspresi bersalah. Sara mengembuskan napas lega setelah mengetahui tidak ada hal serius yang terjadi.
Mobil kembali melaju saat si pemilik anjing berhasil membawa anak anjingnya. Karena terlalu fokus pada apa yang baru saja terjadi, supir taksi tidak sadar akan kedatangan mobil lain dari arah yang berlawanan dengan kecepatan tinggi. Bukan cuma supir taksi yang tidak sadar, Sara pun tidak sadar. Tidak, sampai mobil di sana membunyikan klakson dan supir taksi tak mempunyai waktu untuk menghindar.
Kedua pupil Sara membesar bersamaan dengan taksi dan mobil di depan saling menghantam, membuatnya perlahan kehilangan kesadaran. Dari penglihatan yang mengabur dan menghitam, pendengaran perlahan menghilang, hingga dirinya benar-benar tidak sadar akibat benturan yang begitu keras.
***
"Pasien TA* datang!"
* TA: Traffic Accident.
Paramedis mendorong tiga pasien dari ambulans. Para dokter dan perawat yang berjaga segera mengambil alih pasien. Hiro yang kebetulan baru tiba ikut memeriksa pasien yang membutuhkan penanganan darurat. Dua pasien pertama adalah pria, sudah ada dokter lain yang mengambil alih. Saat pasien terakhir tiba, Hiro tanpa ragu-ragu mendekat untuk memeriksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nap of Love
RomancePada hakikatnya semesta mempunyai skenario yang paling baik untuk manusia dan selalu mempunyai caranya sendiri untuk menunjukkan bahwa manusia tidak direstui. Pada hakikatnya, cinta tidak pernah salah dalam bekerja dan menjanjikan pengganti bagi ya...