Memori Lama

226 30 7
                                    

Satu lagi pagi yang cerah di sekolah. Iofi datang lebih awal, menghirup udara pagi yang segar. Kemudian ia menghembuskan napas pendeknya.

"Sekolah, neraka terindah," ucapnya tersenyum. "Kira-kira di jam segini siapa aja yang udah dateng?"

Lalu ia melihat Moona, namun kondisinya terlihat agak berantakan. Akhirnya Iofi menghampirinya. "Moon, kamu kenapa? Pasti berantem lagi sama anak sekolah sebelah."

"Bukan urusanmu." Moona menjawab ketus.

Iofi menghela napas. "Kan sudah kubilang jangan begitu lagi. Sini aku obatin."

Untungnya Iofi adalah anak PMR yang selalu siap dengan segala pertolongan pertama yang dibutuhkan. Iofi mengeluarkan kotak P3K dari tasnya dan mengobati luka Moona dengan perlahan. Ia tidak ingin luka temannya itu tambah parah.

"Harusnya ini udah gak aneh lagi buat kamu."

"Tapi ini demi kebaikanmu juga, kalau begini terus-"

"Aku gak perlu dikasihani, Yop. Kamu urus diri kamu sendiri aja, aku bisa jaga diri. Lagian ini satu satunya caraku bertahan hidup." Moona pun berbalik, hendak pergi sesaat setelah Iofi mengobatinya.

"Bentar! Mungkin kita bisa cari cara lain kan? Maksudku kita bisa cari pekerjaan dan kamu bisa hidup lebih aman sejahtera."

Dari dulu Iofi selalu mencoba memberikan ide, tapi selalu disangkal oleh Moona. Nampaknya ia semakin keras kepala akhir-akhir ini.

Moona menghela napas. "Kamu gak inget?"

Pergi ke kejadian-kejadian sebelumnya. Trio Area 15 pernah berkeliling mencari lowongan pekerjaan. Mulai dari yang berat namun gajinya lumayan, sampai yang hanya menjadi pembantu saja. Meski upahnya kecil, setidaknya itu bisa membantu untuk ukuran anak sekolah seperti mereka.

Namun justru di situ lah permasalahan mereka. Setiap lowongan yang mereka datangi, selalu saja ditolak dengan alasan mereka yang masih di jenjang sekolah. Masih terlalu kecil untuk diberi pekerjaan. Takutnya mereka tidak akan fokus belajar.

"Ya ... kita kan bisa coba lagi. Pasti masih ada kesempatan! Daripada harus dilakuin pake kekerasan kan?"

"Kamu gak tau apa-apa soal bertahan hidup. Hidupmu itu enak masih diurus. Lagian sekolah sambil kerja tuh gak gampang, belum lagi mereka gak bakal menerima bocil SMP kayak kita. Kalau kamu cuma mau ganggu orang mending pergi aja," ucap Moona yang terlihat jengkel.

"Aku cuma mau bantu, kok! Aku gak mau liat kamu kayak gini tiap hari! Dan juga hidup aku gak kayak yang kamu pikirin, aku juga harus selalu liat pemandangan yang gak ingin aku liat setiap harinya!" Iofi mulai meninggikan suaranya.

"Setidaknya kamu masih punya orangtua! Gak perlu tuh mikirin gimana cara supaya tetap hidup dan bebas dari penderitaan!"

"Jadi kamu pikir aku gak menderita gitu?!"

Sepertinya pagi ini dimulai dengan debat panas antara mereka. Keduanya nampak tidak mau mengalah. Meski mereka sering berdebat namun konflik kali ini terlihat lebih serius.

Mereka terus bertatap tatapan sebelum diakhiri oleh hmph dari keduanya dan memalingkan wajah. Moona pergi memasuki gedung sekolah, Iofi tetap diam di tempat. Tiba-tiba ia dihantam bola lagi entah sudah yang ke berapa kalinya.

"Aw!" rintih Iofi memegang kepala.

"Masih pagi loh, udah ribut aja." Ternyata itu Risu yang melempar bola pada Iofi, menatapnya dengan serius. "Kalian itu sama-sama susah gak usah saling roasting gitu."

Mereka berdua duduk di bangku samping lapangan, berbincang dulu sebentar, mencoba meluruskan semuanya.

"Kamu denger, ya? Kayaknya aku salah ngomong deh, tiba-tiba aku amnesia tentang dia."

Harmoni Anak SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang