Hujan

255 35 2
                                    

"Kalian jalan lama banget, kita lomba, yuk!"

Risu bersama Ollie, Iofi, dan Reine berjalan bersama ke tempat penyiksaan pelajar yang disebut sekolah. Risu yang sedang dalam mode semangat mengajak tiga temannya itu untuk melakukan hal yang lebih menguras tenaga dan supaya mereka cepat sampai juga.

"Gak dulu." Iofi menolak.

"Yang sampai duluan nge-date seharian sama Moona–"

Wushh!

Debu berterbangan akibat gerakan kilat secara tiba-tiba. Iofi dan Ollie berlari kencang, mencoba menjatuhkan satu sama lain demi mendapatkan hadiah mereka.

Ngeeng

Sepertinya sesuatu mulai mendekat, seperti suara mesin. Dari arah kanan mereka lewat lah sebuah kendaraan roda dua yang dikemudikan oleh makhluk kuning, Kaela. Sebenarnya bukan Kaela yang menyetir tapi ayahnya. Makhluk kuning itu bisa-bisanya duduk di depan supir. Di belakangnya pun terlihat ada satu orang lainnya yang menumpang. Reine?

"Bye, girls." Reine melambai.

"Curang!" Kesal merasa dicurangi, Iofi dan Ollie mempercepat kecepatan.

Akhirnya mereka sampai di sekolah dengan Reine yang sudah sampai lebih dulu menggunakan kecepatan mesin. Sedangkan Iofi dan Ollie terengah-engah akibat berlari.

"Kalian lama."

Sebuah suara mengalihkan perhatian. Asal suara tersebut berasal dari seseorang yang menatap mereka dari tangga dan orang itu adalah Moona, sang hadiah. Namun suara itu bukanlah miliknya. Terlihat di atas kepalanya terdapat sesosok makhluk halus berbulu nan kecil, tupai.

Switch

Makhluk kecil yang bertengger di kepala Moona berubah menjadi sosok manusia. Tupai yang kecil mulai menjadi sosok Risu yang duduk di atas Moona.

"Berat woy!"

"Hup!" Risu melangkah turun, menapakkan kakinya ke tanah. "Berarti aku yang menang, yuk masuk!"

Risu menarik tangan Moona dan mereka memasuki gedung dengan bergandengan.

"Menang apa?" Moona bertanya.

"Ada deh."

Iofi, Ollie, dan Reine memasang muka masam. "Sia-sia aku sogok Kaela dan bapaknya," gerutu Reine.

***

Hari berlalu dengan normal, tak terasa sudah hampir memasuki mata pelajaran terakhir. Di kelas Risu mengantuk, matanya mulai terpejam, kepalanya sudah siap jatuh kapan saja. Padahal dalam satu atau dua jam lagi bel pulang akan segera berbunyi. Mencoba menghilangkan kantuknya, Risu melihat keluar jendela, melihat pemandangan. Langit mulai gelap pertanda hujan.

"… terima kasih, tunggu pelajaran berikutnya, jangan ada yang keluar kelas," ucap bu M yang baru saja mengajar. Ia pun melangkah pergi meninggalkan kelas. Pelajaran berikutnya akan segera dimulai.

Kondisi kelas saat ini menjadi ribut karena tidak ada gurunya. Sampai bunyi guntur pun terdengar, awan mulai menjatuhkan tetesan air. Udara menjadi semakin sejuk.

"Hujan …." Risu yang mengantuk meregangkan badannya.

Kobo yang awalnya ingin log in ke suatu permainan di ponselnya jadi teralihkan dengan suara guntur. Lalu Kobo mengecek ke luar pintu. Kebetulan kelas 2-D ada di lantai paling bawah, berdekatan dengan kantin pula. Melihat hujan yang deras dan air yang membasahi lantai koridor, Kobo jadi memiliki sebuah ide.

"Guys, seluncuran!" Kobo berseru memanggil teman-temannya.

Seolah saling terhubung, mereka langsung mengerti dan menghampiri Kobo. Kobo terlihat berada di sisi kanan luar kelas, melepas alas kakinya. Mengambil ancang-ancang, Kobo mulai berlari dan siuuu meluncur dari satu sisi ke sisi lainnya membuat cipratan air kecil.

Harmoni Anak SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang