14. Her POV (2017)

45 8 9
                                    


Ameta

Gimana rasanya jadi orang yang punya privilege? Gimana rasanya jadi orang yang bisa dapatin apapun yang dia mau tanpa harus berusaha sekuat tenaga?

Sejak kecil, gue berandai-andai. Kalau misalnya gue jadi anak orang kaya enak kali ya? Kemana-mana dianter pakai mobil, tiap hari makan enak, mau beli barang juga tinggal minta langsung dikasih, mau sekolah di tempat bagus juga gak harus pusing-pusing cari beasiswa dulu.

Gue lahir di keluarga yang ekonominya bisa dibilang kurang. Nyokap gue udah meninggal sejak gue lahir dan bokap gue cuma pegawai biasa di sebuah perusahaan kecil yang bergerak di bidang konveksi. Kerja di perusahaan kayak gitu gajinya paling berapa sih? UMR juga gak nyampe.

Dengan penghasilan yang kecil, bokap gue harus membiayai hidup gue dan kakak gue yang sekarang kuliah di salah satu universitas swasta di Jakarta. Hampil 70% penghasilan dari bokap tuh masuk ke UKT kakak gue.

Sedangkan gue? Gue sekolah di salah satu SMA terbaik di Jakarta. Tentu saja dengan beasiswa karena bokap gak mungkin mampu sekolahin gue di sini kalau bukan karena itu. Bahkan gaji bokap gue selama 3 bulan aja tuh gak cukup untuk bayar SPP di SMA Pelita Harapan selama 1 bulan.

Dari SD, gue selalu usaha untuk mendapatkan pendidikan terbaik untuk diri gue sendiri. Lomba sana-sini, daftar beasiswa kemanapun supaya gue bisa sekolah di tempat yang bagus dengan gratis.

Untungnya gue berhasil, gue termasuk golongan siswa yang berprestasi di sekolah. Bahkan gue udah jarang banget minta uang jajan ke bokap karena sebagian besar uang yang gue pakai untuk membeli kebutuhan gue itu berasal dari uang hadiah lomba yang gue ikuti.

Gue terbiasa berusaha keras untuk mendapatkan apa yang gue mau makannya gak heran kalau semakin dewasa, kehidupan gue tuh dipenuhi dengan ambisi.

Bahkan dari awal masuk SMA aja gue udah bikin plan yang rinci tentang bagaimana caranya supaya gue bisa mendapatkan beasiswa untuk kuliah ke luar negeri.

Mengejar pendidikan, mengejar prestasi, mengejar nilai, semua itu gue lakukan karena gue ingin memiliki masa depan yang baik, gue ingin hidup enak. Gue lelah hidup serba kekurangan, gue ingin suatu saat nanti bisa membeli barang yang gue mau tanpa mempedulikan harganya, gue ingin suatu saat keberadaan gue ini diperhitungkan oleh orang-orang.

Mungkin itu adalah alasan kenapa gue akhirnya tumbuh menjadi orang yang super ambisius dan apatis. Sikap gue itu membuat gue jadi sulit bergaul, banyak orang yang akhirnya malas untuk deket-deket sama gue karena menurut mereka gue adalah orang yang terlalu serius, gak asik, gak seru, alias membosankan.

Masa-masa SD dan SMP gue habiskan sendirian tanpa memiliki teman atau sahabat. Gue ke sekolah benar-benar hanya untuk belajar, pulang juga masih belajar, pokoknya hidup gue isinya cuma belajar. Sampai akhirnya gue bertemu dua orang extrovert yang mengajak gue untuk berteman di awal-awal masa SMA.

Bisa dibilang momen perkenalan gue dengan mereka tuh agak aneh.

"Laskar, gue gebuk ya lo! Balikin gak photocard gue!"

"Ogahh!"

"Usil banget sih, awas aja sampe lecek ya itu mahal tau!"

"Yaudah sini ambil kalau bisa!"

Dua pasang manusia itu dengan innocent-nya berlarian di koridor. Entah mungkin itu gue lagi apes atau gimana, si cowok secara gak sengaja menabrak gue yang datang dari awah berlawanan dengan cukup keras

 Entah mungkin itu gue lagi apes atau gimana, si cowok secara gak sengaja menabrak gue yang datang dari awah berlawanan dengan cukup keras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AccismusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang