22. Answer of Every Why

92 12 0
                                    

Laskar

Orang yang paling berpotensi besar untuk menyakiti kita itu bukan musuh atau orang yang kita benci, melainkan orang yang paling kita sayang.

Orang tua adalah salah satunya.

Banyak anak yang depresi karena keluarga mereka yang berantakan.

Kenapa? Karena setiap anak sayang orang tuanya.

Orang tua adalah manusia pertama yang ada di hidup mereka dan tentunya mereka punya harapan dan ekspektasi lebih untuk diperlakukan baik.

Tapi ternyata tidak semua anak beruntung, terkadang ada beberapa dari mereka yang harus menelan kekecewaan berkali-kali karena orang tua yang mereka andalkan itu tidak bisa memenuhi ekspektasi mereka.

Beberapa anak ditinggalkan, ditelantarkan, diperlakukan tidak adil, dan bahkan tidak dianggap ada.

Jadi jangan heran jika ada banyak anak yang membenci orang tuanya sendiri. Karena orang tua akan dengan mudahnya menyakiti hati seorang anak dengan sedikit perlakuan buruk mereka.

Sedikit memori buruk saja bisa menjadi trauma dan kepahitan untuk anak hingga dewasa.

Lalu bagaimana jika seorang anak memiliki orang tua yang tidak punya harga diri dan gak punya perasaan? Orang tua yang gak hanya meninggalkannya, tapi juga mengkhianati keluarganya?

Mungkin mereka akan seperti gue.

"Bokap lo gak bisa dihubungi dari tadi."

Gue hanya tersenyum tipis.

Apa yang mengejutkan? Gak ada. Gue tahu kalau bokap gak akan mungkin bisa gue temui dengan mudah.

Entahlah... mungkin lagi asik sama selingkuhannya?

Sejak mama memberi tau gue soal perbuatan bokap, gue tanpa ragu mengatakan bahwa gue adalah termasuk ke dalam golongan anak itu.

Anak yang membenci orang tuanya.

Atau mungkin lebih tepatnya, anak yang membenci sosok ayah di hidupnya.

Gue adalah anak yang pernah sangat menyayanginya dan memiliki ekspektasi besar soal figur ayah yang sempurna namun dikecewakan dengan fakta bahwa bokap gue gak jauh dari seorang pria bajingan yang gak bertanggung jawab dan tega berselingkuh ketika istrinya sedang sakit keras. 

"Coba telpon lagi."

Biasanya gue gak mau berusaha banyak untuk bisa menemui laki-laki bajingan itu. Tapi kali ini gue bersikeras untuk membuat dia datang kesini karena gue gak bisa untuk mencarinya sekarang.

Kecelakaan sialan.

Harusnya sekarang gue sudah melayangkan bogeman keras kepada bajingan itu. Tapi karena kecelakaan gak terduga siang tadi, gue harus terjebak di ruangan serba putih ini dengan tangan penuh perban.

"Nomornya gak aktif, Kar."

Kalau saja bukan Claire yang ada di samping gue sekarang, mungkin gue sudah memaksakan diri untuk cabut dari rumah sakit dan mencari pria itu sampai ketemu. Gue bahkan sudah gak sudi untuk memanggil dia Papa.

"Bangsat!!" umpat gue pelan namun penuh penekanan.

Gue gak tahu sejak kapan gue mulai menggertakan gigi dan mengepalkan tangan dengan sangat kuat sehingga kuku-kuku gue memutih.

"Hey... what happened?" Suara dan tatapan lembut itu membuat gue perlahan menghentikan gertakan gigi dan melonggarkan kepalan tangan gue.

Ada keheningan yang tercipta cukup lama di ruangan ini karena gue gak langsung menjawab pertanyaannya melainkan hanya mengusap wajah gue kasar dan berkali-kali menghela nafas berat.

AccismusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang