18 - The Heart Rustle

12.8K 801 147
                                    

Pukul setengah sebelas malam. Menunggu seharian, Sabrina belum juga mendapat balasan dari @satriabajamerah3. Berulang kali memeriksa DM, berulang kali dibuat kecewa sebab pesannya bahkan belum dibaca. Wanita itu tengah duduk di balkon depan kamarnya, di sofa panjang bergelombang. Melihat kolam renang di bawah sejenak, pepohonan, dan lampu-lampu taman di halaman samping rumah, rasa gundah kembali menyerang.

"Sebenarnya niat nggak sih orang ini nanya? Nyesel aku jawabnya." Ia menggerutu sendirian.

Semoga Sabrina bisa lebih sabar. @satriabajamerah3 memang tidak suka main HP bila sudah sibuk di rumah sakit dan klinik, butuh konsentrasi segenap jiwa untuk para pasien yang keluhannya lain-lain. Ada yang ringan, ada yang gawat lagi genting, ada yang amat serius serta kronis.

Sabrina menghela napas. Banyak sekali pertanyaan menghampirinya. Mengapa akun entah siapa itu tiba-tiba menanyakan Adrian? Apakah orang itu mengenal suaminya? Ingin mengadukan sesuatu mengenai sang pria? Namun kalaupun mengenal Adrian, dari mana orang itu tahu Embun Bening ada hubungan dengan seseorang bernama Adrian?

Pusing sekali, Sabrina pun memilih berbaring di sofa bergelombangㅡada bagian yang lebih tinggi dan melandai, dijadikan tempat punggung dan kepala untuk setengah merebah.

Kini, pemandangannya pada lampu dan plafon teras balkon. Lantas semenit kemudian, kantuk mulai merundung. Namun, belum ingin tertidur. Untuk itu, ia pilih menyalakan lagu dari aplikasi musik pada ponsel, daripada sepi tidak tahu harus berbuat apa.

Sabrina sudah selesai memasak, memeriksa PR-PR muridnya, tinggal menunggu suaminya pulangㅡsembari menanti balasan @satriabajamerah3 juga.

Lagu dari Yovie Widianto dan Andmesh berjudul Bukan Sebuah Rindu, mulai mengudara. Menemani Sabrina di balkon kamar yang tenang. Ia cuma memutar secara acak.

Tangan kanan bergerak ke atas perut, lalu menyapunya tanpa sadar. Tapi sedetik kemudian, ia tersadar. Merasakan satu asa dan selaksa keinginan. Senyuman terulas, lembut dan membuat wajah kian cantik saja.

"Kapan ya aku hamil? Gimana ya nanti rasanya?" tanyanya pada udara.

Seketika, hati berbunga-bunga membayangkan akan mengandung anak Adrian, lalu membesarkan anak itu bersama Adrian juga. Itu akan jadi perjalanan seumur hidup yang indah, menantang, dan semoga penuh cinta.

Sabrina sudah tidak sabar.

Wanita itu kembali mendengarkan lantunan lagu, meresapi nada dan lirik dengan suasana tenang syahdu. Namun setelah lagu kedua, ketiga, mata Sabrina makin layu. Ia amat mengantuk.

Belum mengecek DM lagi. Malas. Besok pagi saja.

Ah, kalau sendirian begini, pasti pikiran gemar menjelajah. Sabrina teringat pada orangtua. Ia ada niat menceritakan semua pengalamannya dengan Adrian kepada mereka, baik yang lampau dan baru-baru saja.

Tidak tahu, tapi Sabrina merasa orangtuanya butuh minta maaf. Setidaknya.

Lagu keempat, kelima, terkumandang lagi dengan tenang. Hingga sampai di lagu keenam, kantuk Sabrina makin berat. Lirik-lirik kerap hilang dari kesadaran telinga. Mata tertutup-terbuka sebab membandelkan diri yang belum mau istirahat. Mau menikmati tenang malam sambil menunggu suaminya pulang kerja.

Menit-menit berlalu lagi, lagu-lagu mengalun silih berganti. Sampai di suatu detik, pintu kamar halus berbunyi. Namun sejak dua menit lalu, Sabrina tak sadar lagi. Itu suaminya, memberi salam, memanggil 'Sabrina' dan 'Sayang', tapi tiada sahutan. Hingga pria berkacamata itu tiba di pintu balkon yang terbuka, ia tercengang sambil mendekat.

"Astaga...," gumamnya tertegun. Ia mendekati sofa bergelombang, mendatangi Sabrina yang begitu cantik manis dibalut piama merah jambu, dengan mata tertutup.

BABY, LET'S HUG AGAIN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang