32 - Satria Baja Merah (END)

17.2K 705 226
                                    

Seorang remaja lelaki dan wanita dewasa yang adalah ibunya, baru saja keluar dari ruang praktik Dokter Adrian di ASW Dental. Mata dan wajah anak lelaki itu hampa, mulutnya tak terkatup sebab gusi disumpal kain kasa. Syok habis dianiaya dokter, maksudnya dicabut giginya yang sakit dan berlubang.

Sabrina tersenyum pada ibu si remaja tatkala pandangan berjumpa tak sengaja. Si istri dokter tengah duduk di satu kursi tunggu sekarang, bersama Genta, Rika, dan juga Silvyㅡasisten Adrian. Pak Janu sedang di luar, berteleponan dengan anaknya.

"Bu Sabrina silakan masuk, Bu. Mumpung lagi nggak ada pasien." Silvy berkata ramah setelah melihat situasi yang ada.

"Iya." Sabrina tersenyum pada Silvy, kemudian menoleh pada Rika. "Mbak, aku ke dalam bawa Genta, ya. Kamu tunggu sini," pesannya.

"Iya, Bu." Rika mengangguk dengan senyuman. "Oh ya, makanannya?"

"Oh iya, hampir lupa. Minta tolong bawain sampai pintu, ya." Sabrina berucap sambil berdiri dan menggendong Genta.

Rika mengangguk patuh. Bangkit dari duduk, ia bawakan rantang tiga susun seraya mengikuti majikan yang lebih tua darinya itu.

Sampai di ruangan berbau alkohol streil tersebut, ada acara tercengang sebentar yang diperankan suami Sabrina. Karena pada kebiasaan, yang membawakan makan malam untuknya adalah Pak Janu saja di setiap petang menuju malam. Biasanya lagi, Sabrina akan berkabar kalau mau datang. Tidak begini yang tiba-tiba saja.

"Kaget sekali saya." Adrian berkata sambil berdiri, lalu melepas kacamata dan ia taruh di atas meja.

Sabrina tertawa mendengar nada suaminya yang sok berkelas. Memang, tiada hari tanpa terbahak bersuamikan Adrian Satria Wijanitra yang humornya membahana.

"Bawa si anak kecil ini juga." Adrian menambahkan, lalu segera menggendong putranya yang wangi parfum bayi, bedak, dan minyak telon ketika melihat tangan sebelah Sabrina menenteng rantang tiga susun warna pasel.

"Genta mau bantuin Papi di sini, ya? Iya, Dek?" tanyanya lucu, lantas mencium dengan hidung pipi dan leher yang enak sekali baunya itu.

Genta mengeluarkan suara girang dari mulut kecilnya. Melihat itu, Sabrina tersenyum membuat matanya hampir tertutup semua. Genta memang tidak bisa melihat ayahnya, pasti langsung senang sekali dan kegirangan.

Lalu, perhatian Adrian beralih pada maminya Genta. "Taruh situ aja, Sayang." Ia menunjuk sebuah rak serbaguna di dekat meja kerja.

Sabrina pun bergerak sedikit ke samping, menaruh rantang susun berisi nasi, lauk, dan buah untuk suaminya. Tidak menyadari sang suami tengah memperhatikan.

"Biasanya kalau tiba-tiba datang ke klinik begini, ada yang mau diomongin banget. Nggak bisa nunggu aku pulang, rasanya mau cepet-cepet bilang. Iya atau iya?" Adrian menebak kemudian.

Istrinya menoleh. Senyum malu tanpa membantah keluar, seperti malu-malu tapi mengalah.

Adrian yang tengah menggendong putranya mendekat. "Ada apa, Sayang?" tanyanya lembut, belum apa-apa sudah menenangkan.

Sabrina tersenyum sendu menatap suaminya. Berdesir hati menyaksikan betapa selalu Adrian peka padanya.

"Mau kasih biskuit dulu ke Genta supaya dia nggak ganggu Mami ngobrol serius sama Papi." Sabrina memasukkan tangan ke tas pundak yang ia bawa-bawa sejak tadi.

Adrian dan Genta menatap aktivitas si Mami sambil sama-sama diam. Kalau ada yang melihat, lucu sekali. Mereka tampak seperti botol kemasan 1 liter dan 100 mililiter dijejerkan.

"Mas, nanti kalau pas ngobrol ada pasien, kita lanjut di rumah, ya," kata Sabrina lagi sambil memberikan biskuit langsung ke tangan Genta.

Adrian tersenyum di ujung bibir dan menggeleng-geleng kecil, sedangkan Genta segera menyantap biskuit.

BABY, LET'S HUG AGAIN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang