ANGRY

420 34 4
                                    








Ingat ini hanya fiksi, semua muse tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh di dunia nyata!





















"Wil, bilang! Jangan diem aja! Ngomong, Wil!"

Kavita memutar tubuh Wilasa yang akan masuk ke dalam kamar. Sama seperti kemarin, Kavita dibuat cemas dengan Wilasa yang pulang dengan luka di wajah. Kemarin sebuah tamparan yang tercetak jelas di pipinya, sekarang Wilasa membawa luka baru di pelipisnya.

"Demi Tuhan, Wilsa! Ini bukan cuma biru aja, ini sobek 'kan?!"

Wilasa melepas tangan Kavita yang berada di wajahnya, Wilasa jelas tahu seberapa paniknya Kavita. Tapi ia tetap memilih bungkam.

"Aku capek, Kak."

"Wilsa!" Bentak Kavita.

Wilasa menghela nafas lelah, ia tertunduk dan kedua tangannya menahan lengan Kavita.

"Aku gak apa-apa... jangan khawatir, Kak." Wilasa mencoba untuk tak ikut emosi, dirinya sudah sangat lelah, ia tak mau berdebat dengan Kavita.

Namun Kavita tetap bersikukuh, "Siapa yang tega ngelakuin ini sama Kamu?"

Wilasa menggeleng, "Kakek Sam 'kan?" Wilasa menggeleng lagi, "Wil, jangan belain kakek Kamu! Dia udah tega sama cucunya sendiri, Wil!"

"Bukan kakek, Kak."

"Jangan bohong!" Bentak Kavita lagi.

Kavita tidak menangis, ia malah terlihat begitu marah hingga wajahnya memerah. Dia terus saja yakin, bahwa Samana-lah yang telah tega melukai Wilasa. Ini sudah kedua kalinya, bukan tidak mungkin besok atau lusa, Wilasa akan kembali terluka.

Wilasa yang merasakan kemarahan Kavita, hanya bisa memeluknya perlahan, ia mengusap lembut punggung Kavita. Wilasa dengan begitu sabar menenangkan Kavita yang dilanda amarah.

Seperti dulu, sama seperti dulu, begitu sabar dan tenang dalam menghadapi amarah Kavita.

Namun kali ini bukannya tenang, amarah Kavita menjadi rasa sedih yang begitu dalam. Bagaimana ia tidak bisa menjaga Wilasa, bagaimana ia tak berdaya menghadapi Samana. Kavita menangis, ia membalas pelukan Wilasa, tangisannya begitu memilukan. Seolah Kavita menggantikan Wilasa yang tak bisa mengeluarkan air matanya.

Pasti rasanya sakit, terlebih Wilasa seorang gadis. Kavita terus membayangkan, bagaimana tangan besar seorang Samana, melukai wajah kecil Wilasa. Tanpa tahu yang sebenarnya, Kavita terus menyalahkan Samana.

"Wil, mau ya pulang sama aku?"

"Pulang kemana?"

"Jangan di sini, pulang sama aku kerumah kita."





















"KAIVANJING!!!"

"Bibi, telingaku sakit!" Jasper memekik karena teriakan Krystal di sambungan telephone. "Jangan teriak, di sini udah malem."

"Diem Kamu! Di suruh jagain satu anak aja gak bisa!"

Krystal tampak begitu marah, padahal ia sedang sarapan bersama suami dan anaknya. Tak urung teriakannya tadi mengundang atensi keduanya.

Krystal berdiri dan berjalan menjauh dari meja makan, sang suami; Joko Waradana, menatap punggung Krystsl yang mengarah ke halaman belakang. Ia jadi tak nafsu makan, melihat istrinya yang begitu kesal, ia tahu bahwa topik yang sedang Krystal dan Jasper bahas adalah menyoal Wilasa.

"Kenapa ibu gak nyamperin Wilasa aja kalo khawatir kayak gitu, sih?" Aida bersungut- sungut, ia hanya mengacak makanannya, ia juga jadi tak nafsu makan.

"Biar nanti bapak bujuk ibumu." Kata Joko akhirnya.





"Berani bener itu orang nyakitin Wilasa!" Krystal masih memutahkan amarahnya, "Apa kakeknya diem aja, padahal cucunya di tampar?!"

"Wilasa gak ngadu ke pak Sam."

"Bocah goblok!" Teriak Krystal, yang membuat 2 anggota keluarganya sekali lagi menatapnya kaget.

"Wilasa gak mau ada pertikaian keluarga nantinya kalo sampai bu Tanisha denger. Lagian Kavita masih di sana 'kan?" Penjelasan Jasper itu setidaknya sedikit membuat Krystal mengerti, tapi amarah masih menguasainya.

"Aku yang bakalan turun tangan sendiri buat ngabisin orang gila kayak dia, kalo berani nyentuh Wilasa lebih jauh lagi!"

"Apa Sana gak ada sama Wilasa pas kejadian itu?" Tanyanya setelah ia dapat mengatur nafasnya yang sempat memburu.

"Sana lagi di suruh pak Sam buat nemenin adik Miss Eloise." Jawab Jasper diujung sana.

Krystal menghela nafas, "Ya udah kalo gitu. Kamu jagain Wilasa-nya yang bener! Jangan sampe kecolongan lagi!"

Krystal menutup panggilannya tanpa menunggu respon dari Jasper. Ia kembali ke meja makan, menarik kasar kursinya dan duduk dengan wajah jengkel. Sang suami hanya mengulum senyum melihat tingkah istrinya, Aida sendiri hanya geleng- geleng kepala.

"Samperin aja yuk, Wilasa-nya." Saran Joko.

Krystal melotot kearah suaminya.

"Gak usah ngengsi." Aida menambahkan.

Krystal sekarang melotot ke sang anak.

"Makan! Gak usah ikut campur, kalo Kamu sendiri aja gak mau ke sana!"

"Temuin Wilasa, ya?" Joko menggenggam tangan Krystal, memberi kekayakinan. "Aku temenin."

Krystal terdiam sejenak, ia nampak berpikir, tapi akhirnya mengangguk juga menyetujui saran suaminya.

"Nanti sekalian Kamu bisa nampol mantan Kamu yang gak seberapa itu." Lanjut Joko dengan senyum lebar.

"Idih!" Cibir Aida.

"Tapi gak dalam waktu dekat ini, kemaren kita baru balik dari sana." Kata Krystal.

"Tapi gak nemuin Wilasa." Celetuk Aida yang menyuapkan nasi kemulut.

"Ya ampun ini anak satu, bisa diem, gak?!"





















"Beneran harus Jasper, Wil?" Kavita bertanya pada Wilasa yang tidur di sebelahnya, wajahnya masih sembab.

Mereka tidur terlentang bersisihan, menghadap langit- langit kamar, tangan kanan Wilasa di genggam Kavita di atas perutnya. Mereka sedang menikmati waktu berdua setelah berhasil menenangkan diri.

"Wil...?" Tanya Kavita lagi karena Wilasa yang juga tak menjawab dirinya.

Ia menoleh pada Wilasa yang memejamkan mata, "Kamu tidur?" Tanya Kavita pelan.

Wilasa membuka matanya perlahan, "Aku... percaya sama Jasper, Kak." Ia juga menoleh pada Kavita dan tersenyum, "Setidaknya kita tau ayah biologis anak kita nantinya."

Kavita merubah posisinya dan memeluk Wilasa dari samping, ia sembunyikan wajahnya pada leher Wilasa. Kavita menghirup dalam- dalam aroma tubuh Wilasa, Wilasa tersenyum, ia geli dengan hembusan nafas Kavita di sekitaran lehernya.

"Gak pa-pa asal anak dari Kamu juga, Wil." Kavita menjeda kalimatnya, "Tapi apa harus Jasper juga...?" Rengek Kavita.

"Apa mau dari mantan Kamu." Ledek Wilasa.

Kavita langsung memberikan cubitan pada pinggang Wilasa.

"AAAWWW!"

"Coba ngomong lagi."

"Enggak, ampun! Maaf, Kak!"





















TBC

Other kind of feedback would be very much appreciated.

HEARTBEAT (WINRINA) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang