"AKU MINTA TOLONG! AKU MINTA TOLONG! AKU MINTA TOLONG! AKU MINTA TOLONG! AKU MINTA TOLONG! AKU MINTA TOLONG! AKU MINTA TOLONG! AKU MINTA TOLONG."
Suaranya tepat berada di belakang telinga Handojo.
Handojo terdiam kaku. Ia tidak bisa melakukan apapun saat suara itu menggema dan terdengar begitu menyeramkan. Apa maksud semua ini? Mengapa gangguan ini terjadi pada keluarganya?
"Ayah, Tantenya hilang."
Handojo langsung tersadar dan akhirnya memeluk sang anak. Ia tidak tahu apakah yang Bintang, anak usia 5 tahun itu lihat sama seperti yang ia lihat. Namun melihat Bintang yang terlihat riang ketika berbicara dengan sosok itu, membuat Handojo berspekulasi kalau ia tidak menampakkan wajah aslinya pada sang anak.
"Mas, kenapa ribut-ribut?" Hana tergopoh-gopoh menghampiri mereka. Ia tadi memang mendengar anaknya seperti mengobrol. Ia kira sang anak sedang berbicara bersama ayahnya.
Renata pun ikut menghampiri dengan menggendong Kirana. Melihat keributan yang terjadi saat ini, ia paham. Pasti ada kejadian yang tidak beres lagi di rumah ini.
"Bintang tadi ngobrol sendiri. Pas aku tanya, dia lagi ngobrol sama Tante cantik katanya."
"Astaghfirullah, Mas!" Hana bahkan sampai terduduk ke sofa saking terkejutnya. "Noni itu udah mulai terang-terangan ganggu kita. Gimana ini, Mas?"
Handojo juga tidak tahu harus bagaimana. Ia tidak mengerti apa yang harus ia lakukan untuk menghentikan semua kejadian buruk ini.
"Besok kita pikirkan, malem ini kita tidur bareng di kamar utama, oke? Besok Mas pikirkan gimana caranya."
Seketika mereka mengangguk. Semenjak kejadian aneh itu selalu menganggu kediaman mereka, malam hari menjadi sesuatu yang sangat ingin mereka hindari. Apalagi setiap malam, ada saja gangguan yang mereka alami. Ingin pindah, tapi mereka benar-benar tidak punya pilihan lain untuk tetap tinggal di sini.
***
Keesokan harinya, Handojo menghampiri rumah Bu Romlah. Ia ingin mendapatkan informasi mengenai ustadz atau siapa saja yang bisa membantu mereka untuk mengusir makhluk-makhluk jahat penghuni rumah itu. Handojo dan keluarganya jelas ingin hidup tenang tanpa bayang-bayang Noni Belanda yang terus menghantui mereka.
"Ada apa pagi-pagi, Nduk?" Bu Romlah terlihat terkejut saat Handojo datang pagi-pagi sekali menghampiri rumahnya.
"Ibu punya informasi kontak ustadz yang bisa meruqiyah rumah nggak, ya? Saya butuh." Handojo dengan wajah lelahnya menghampiri dan menyalami Bu Romlah.
"Duduk dulu. Nanti Ibu kasih nomornya, sekarang kamu duduk dulu. Ada yang ingin Ibu bahas mengenai rumah kamu."
Handojo menurut. Ia mengikuti langkah Bu Romlah dan segera duduk di sampingnya.
"Ibu sudah bertahun-tahun membantu keluarga kamu mengurusi rumah itu. Dari yang masih diurusi Nenek kamu sampai Ibu kamu pun Ibu tetap yang mengurusi rumah itu. Judulnya saja Rumah Belanda, Nak. Pasti ada banyak sekali kejadian yang terjadi di rumah itu. Ibu tidak sekali dua kali melihat apa yang kamu lihat. Saat itu, sosoknya tidak mengganggu. Hanya sekedar lewat dan menampakkan diri, itu saja. Ketika kamu dan keluarga datang, Ibu masih bisa lihat sosok itu." Bu Romlah terlihat menghela napas dalam. Ada bagian yang sebenarnya tidak ingin ia sampaikan karena ia sendiri tidak tahu bagaimana kebenarannya.
"Sosok itu berbeda. Dulu, Ibu lihatnya dia tidak menganggu dan cenderung mendiami rumah itu sebagai penghuni. Asal tidak ada yang mengganggunya, dia nggak akan ganggu. Tapi sekarang berbeda. Sorot matanya tajam, yang jelas ada sesuatu yang dia inginkan sejak kamu datang. Ibu tidak tahu itu apa, makanya Ibu bilang segeralah kamu pindah. Sosok itu mengincar kamu dan juga keluargamu. Matanya seperti meminta tolong, tapi di saat yang bersamaan matanya berkilat dendam. Ibu juga tidak mengerti." Bu Romlah mengusap-usap punggung Handojo. Pasti berat sekali mengalami hal-hal menyeramkan seperti itu.
"Saya nggak bisa pindah dari sana, Bu. Ibu tahu sendiri, kan, rumah itu nggak pernah laku terjual. Makanya kepemilikannya selalu berganti."
Ya, Bu Romlah paham itu. Ia mengerti alasan dibalik mengapa rumah itu tidak pernah bisa laku terjual. Keberadaan si Noni lah yang membuat rumah itu tidak laku. Seakan-akan sosok itu sedang melindungi apa yang ia punya. Bu Romlah tidak bisa mengetahui lebih jauh karena kemampuannya hanya sampai di situ.
"Nggak papa, Ibu bantu doa dari sini. Semoga apa pun yang menganggu kamu dan keluarga segera berlalu." Bu Romlah meraba kantong roknya, dan mengeluarkan sebuah hp jadul yang ia miliki. "Ini, kamu catat di hp ini ada nama Ustadz Mahsyur. Dia terkenal bisa meruqiyah manusia dan benda. Cobalah kamu hubungi."
Handojo segera mengetik nomor itu. Semoga setelahnya gangguan dari Noni itu segera berlalu. Ia tidak ingin melihat keluarganya selalu ketakutan setiap kali gangguan itu muncul.
***
Ustadz Mahsyur yang kemarin Handojo hubungi akhirnya datang. Beliau terlihat tidak begitu nyentrik. Hanya mengenakan pakaian Koko berwarna putih, sarung kotak-kotak hijau dan juga peci biasa berwarna hitam. Maklum, Handojo berasal dari kota yang jarang sekali berinteraksi dengan ustadz secara langsung seperti ini.
Beruntung semalam tidak ada gangguan yang menyeramkan. Handojo hanya mendengar suara langkah kaki mondar-mandir di depan kamar mereka. Setidaknya semalam Handojo dan keluarga bisa tidur dengan lelap tanpa bayang-bayang rasa takut sedemikian rupa.
"Rumahnya bagus, Mas." Komentar ustadz Mahsyur saat pertama kali datang dan masuk ke rumah ini.
"Bagus pun percuma Ustadz, kalau banyak setannya." Sang ustadz tertawa, ternyata Handojo masih memiliki selera humor meski garing.
Handojo pun mengajak ustadz Mahsyur itu keliling rumah. Seperti dugaannya, tidak ada lagi wajah jenaka dari sang ustadz. Mimik wajahnya berubah menjadi serius dan beliau jadi lebih sering menghela napas. Pasti ada yang tidak beres dari rumahnya.
"Rumah lama emang suka gini, Mas. Ini rumah dan tanahnya sudah sangat lama. Ada banyak peristiwa yang terjadi di rumah ini. Tapi saya nggak bisa lihat dengan jelas. Yang suka ganggu bentuknya Noni Belanda ya, Mas?" Handojo mengangguk. Ia sedikit menjelaskan kalau tidak hanya dirinya yang melihat sosok itu, sang istri, Renata dan juga Bintang anak sulungnya pernah diperlihatkan oleh sosok itu.
"Penghuni rumah ini dia, Mas. Sudah lama sekali. Saya nggak yakin bisa mengusirnya. Dia keliatan marah sekali karena Jennengan (kamu) bawa saya ke sini. Tapi tetep saya coba. Sosoknya ada di kamar belakang. Hati-hati, Mas. Keluarganya jangan ada yang tidur di sana sementara waktu. Itu tempat dia."
Handojo mengangguk. Kamar belakang yang ustadz Mahsyur maksud adalah kamar Renata. Sepertinya mulai sekarang sampai gangguan itu menghilang mereka berlima harus tidur satu kamar. Lebih baik begitu.
Selepas keliling rumah, sang ustadz memulai langkah ruqyah. Mereka semua duduk di ruang tamu secara melingkar. Terdapat air yang sudah dimasukkan daun Bidara di depan mereka dan satu di baskom yang cukup besar. Sang ustadz tengah merapalkan ayat-ayat suci dan juga doa-doa. Handojo sekeluarga duduk diam mendengarkan ustadz Mahsyur.
Hening melanda kediaman mereka. Hanya suara dari ustadz Mahsyur yang terdengar sejak 10 menit yang lalu. Namun entah mengapa, mulai muncul desisan dan decakan, seperti tidak suka. Handojo mengira ia mendengar suara itu dari si Noni. Namun beberapa saat setelahnya ia baru sadar, suara itu berasal dari Renata yang duduk di sebelahnya. Tanpa pikir panjang, Handojo menyenggol lengan Renata, menyuruhnya untuk fokus mendengarkan sang ustadz.
Decakan dan desisan itu tidak berhenti, membuat Handojo menoleh pada Renata dan berniat kembali menegurnya, namun Renata malah memandangnya dengan tatapan aneh. Matanya melotot, seperti sedang marah. Kepalanya yang menoleh ke arah Handojo semakin menunduk, gerakannya tidak biasa. Hingga akhirnya Handojo sadar kalau itu bukanlah Renata yang biasanya.
"KAMU!"
~To be Continued~
1.165 kata
25 Mei 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Abandoned House: Rumah Belanda ✔️
Horror(SELESAI) Handojo yang bangkrut, terpaksa memboyong keluarganya pindah ke rumah Belanda peninggalan neneknya. Sehari setelah pindah, muncul Noni Belanda yang selalu menghantui mereka. Mulai dari yang ringan, hingga menyerang fisik. Handojo akhirnya...