"BANGUN!"
Renata terperanjat. Suara keras itu membuatnya terkejut. Renata melihat sekeliling. Ia masih ada di kamar. Tidak ada orang di sana. Lalu dengan langkah pelan ia keluar kamar.
Sebenarnya Renata masih bingung. Suara tadi terkesan nyata dan terasa seperti ada orang yang membangunkannya. Namun melihat tidak ada orang saat ia membuka mata, membuat Renata bingung sendiri.
"Loh, udah bangun? Baru mau Mbak bangunin." Hana juga ada di rumah itu ternyata. Renata kira ia benar-benar sendiri tadi.
"Aku tidurnya lama, Mbak?"
Hana menggeleng. "Nggak tau, ya. Soalnya pas Mbak ngecek rumah, kamu udah tidur di kamar itu. Mau Mbak bangunin tapi kayaknya kamu nyenyak banget."
Renata mengangguk. Bisa jadi itu memang suara dari mimpinya. Tidak perlu dipikirkan lebih lama. Saatnya membantu sang kakak ipar membersihkan ruangan.
"Aku yang nyapu, ya."
"Jangan disapu, vakum aja. Terlalu banyak debu di sini. Sebentar, Mbak ambilin dulu vakumnya."
Renata menunggu sembari duduk di kursi bar yang baru saja kakak iparnya itu bersihkan. Sembari menunggu, Renata melihat sekeliling lebih seksama. Rumah ini memang tidak sebesar rumah yang ia tempati sebelumnya. Tapi terlihat cukup cozy dan nyaman dipandang, berbeda jauh saat pertama kali ia datang melihat-lihat. Kalau saat itu jujur, saat awal masuk saja Renata sudah merinding sekujur badan. Syukurlah sekarang suasananya jauh lebih nyaman.
"Kamu lihat vakum di sini nggak, Mas?"
Pandangan Renata teralihkan pada kakak iparnya. Wanita itu menunjuk pojokan dapur di hadapan Handojo.
"Nggak, tuh. Tadi kan kamu yang ngeluarin dari mobil."
"Lah, iya. Tadi sempet aku pake buat bersihin dapur, kok. Aku inget banget nyimpennya di sini. Tapi kok nggak ada, ya?"
"Salah naruh kali. Coba diinget-inget lagi."
"Nggak, kok. Beneran aku inget naruhnya di sini tadi. Deket kompor. Kok nggak ada, ya? Soalnya yang ada di sini dari tadi aku sendiri, Renata lagi tidur. Masa dibawa Pak Tukang?"
Renata menghampiri mereka berdua. Perdebatan yang jelas ia dengar sejak awal. Vakum cleaner sebesar itu hilang? Agak tidak masuk akal baginya.
"Kenapa, Mbak?"
Hana langsung beralih pada Renata, sembari memegang lengannya. Tanda bahwa wanita itu sedang resah dan cemas.
"Vakumnya nggak ada masa, Ren. Tadi Mbak ingetnya naruh di sini, kok. Samping kompor. Kok nggak ada, ya?"
Renata berusaha menenangkan Hana yang sedang panik dan resah. "Dibawa Pak Tukang mungkin, Mbak. Nanti aku bantu cariin. Sekarang bersih-bersihnya pake sapu dulu, ya?"
Akhirnya Hana setuju. Lupakan sejenak Vakum Cleaner yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak itu. Saatnya bersih-bersih.
Handojo pun segera berlalu dari rumah itu dan kembali menghampiri tukang. Siapa tau memang Vakum Cleaner-nya dipinjam, meski agak tidak logis karena tukang-tukang di desa ini jarang menggunakan vakum cleaner seperti itu. Mereka terbiasa menggunakan sapu untuk membersihkan lantai.
"Pak, ada yang pinjem Vakum cleaner dari rumah nggak, ya? Istri saya nyariin soalnya." Para tukang yang sedang ada di halaman belakang kompak menggeleng.
"Sejak Bapak dan keluarga datang, nggak ada dari kami masuk ke rumah, Pak. Semuanya lagi kerja di sini," kata salah satu tukang sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya.
Aneh.
Amat aneh.
Melihat respon istrinya yang begitu yakin tadi, sepertinya tidak mungkin apabila Hana lupa letak vakum yang jelas-jelas ia gunakan beberapa menit sebelumnya. Hana juga memang berada di rumah beberapa saat setelah Renata masuk. Handojo juga lihat Renata sempat tertidur di salah satu kamar. Jadi, tidak mungkin Renata yang sengaja memindahkan vakum itu.
Handojo kembali ke dalam rumah. Melihat istri dan adiknya yang sedang membersihkan rumah. Sedikit mengabaikan istrinya, Handojo berusaha mencari vakum itu sendiri. Ia berkeliling mencari. Di dapur jelas tidak ada, kamar mandi juga tidak ada, kamar yang Renata tempati tadi juga tidak ditemukan vakum, kamar utama mereka pun tidak ada. Hanya tersisa satu kamar yang belum ia periksa. Kamar anak-anaknya yang sedang tidur.
"BUKA!"
Handojo terkejut. Suara keras itu berasal dari kamar anak-anaknya. Segera ia membuka pintu. Kosong, tidak ada siapapun di sana kecuali dua buah hatinya yang sedang tertidur lelap. Ketika matanya mencari-cari di mana sekiranya suara keras itu muncul, matanya malah menangkap keberadaan vakum cleaner di dekat lemari. Handojo segera mendekat dan membawa vakum itu keluar.
"Ini vakumnya."
Hana dan Renata terkejut. Lalu mendekati Handojo.
"Loh, vakumnya ada di mana Mas?"
"Di kamar anak-anak. Kamu ini, kebiasaan. Kalau lupa tuh diinget-inget dulu. Mas sudah tanya Pak Tukang juga mereka nggak ada ke sini."
Hana menggeleng ribut, dengan wajah yakin ia berkata, "Nggak, Mas. Aku beneran nggak lupa, kok. Vakumnya beneran ada di dapur tadi, aku simpen dekat kompor. Kenapa bisa tiba-tiba di kamar anak-anak? Aku sama sekali nggak masuk ke sana loh, Mas. Kan tadi yang naruh anak-anak tidur di sana Mas sendiri, aku nggak ada ke kamar anak-anak." Tatapan Hana lalu beralih pada Renata.
"Renata juga baru bangun, nggak tau apa-apa. Mbak juga dari tadi bersih-bersih di sini kok Mas." Renata berusaha membela kakak iparnya.
"Ya sudah, nggak papa. Lain kali diingetin aja nyimpen barang di mana. Lanjutin aja bersih-bersihnya. Mas mau ke belakang lagi." Handojo lalu pergi.
Sekarang beralih pada Renata dan Hana yang telah memegang vakumnya. Ini memang benar-benar kejadian yang aneh dan tidak biasa. Renata hafal kakak iparnya bukan orang yang mudah lupa dengan barang-barang. Biasanya juga Hana sering membantu Renata menemukan barangnya yang hilang. Agak tidak mungkin jika tiba-tiba Hana melupakan letak Vakumnya padahal baru beberapa menit yang lalu vakum itu dipakai.
"Kamu percaya Mbak, kan Ren?" Renata mengangguk.
"Aku percaya kok Mbak. Tenang aja. Nggak papa Mas Han nganggepnya begitu. Lupain aja, Mbak. Kita fokus bersih-bersih biar nanti malem tidurnya enak."
***
Kejadian siang tadi amat membekas di kepala Renata. Diawali dengan suara keras yang menyuruhnya bangun, dilanjutkan dengan kejadian vakum yang tiba-tiba bilang dan ditemukan di tempat yang berbeda. Renata sebenarnya percaya tidak percaya kejadian ini nyata dan terjadi pada keluarganya sendiri. Biasanya ia hanya menemukan ini di cerita-cerita horor fiksi yang pernah diceritakan temannya.
Handojo pun demikian. Bahkan hingga malam akhirnya datang, dan keluarga mereka berkumpul untuk makan malam, Handojo masih teringat suara misterius dari dalam kamar anaknya tadi. Aneh, sekali. Tapi untuk kejadian vakum, ia mengerti sih, Hana juga manusia biasa yang kadang lupa. Meski ia terlihat sangat yakin tadi, bisa jadi Hana memang benar-benar lupa karena lelah sehabis membersihkan barang-barang pindahan.
Namun bagi Hana, tidak begitu. Kejadian vakum tadi jelas terngiang-ngiang di kepalanya. Namun ia tidak berani kembali membahasnya. Kejadian tadi itu benar-benar aneh dan janggal. Kenapa bisa vakum itu ada di kamar anaknya? Padahal ke sana saja Hana tidak sempat karena sibuk membersihkan dan mengeluarkan barang-barang pindahan mereka.
"Bersih-bersihnya lanjut besok aja, habis makan istirahat. Anak-anak juga harus istirahat." Akhirnya Hana mengangguk saja.
Renata juga kembali ke kamar. Ia memutuskan untuk melupakan kejadian hari ini dan beristirahat. Besok adalah jadwalnya untuk survey sekolah sebelum mulai masuk Minggu depan.
~To be Continued~
1.119 kata
20 Mei 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Abandoned House: Rumah Belanda ✔️
Horor(SELESAI) Handojo yang bangkrut, terpaksa memboyong keluarganya pindah ke rumah Belanda peninggalan neneknya. Sehari setelah pindah, muncul Noni Belanda yang selalu menghantui mereka. Mulai dari yang ringan, hingga menyerang fisik. Handojo akhirnya...