Bab 23 :: Hampir Selesai

26 6 0
                                    

Tiba di saat mereka harus berpamitan dengan Pak Joko dan juga Andik. Baik Saras maupun Handojo telah siap berangkat. Mereka sekarang berada di depan rumah Pak Joko, bersiap pamitan. Pak Joko memeluk Handojo lebih dulu, menepuk-nepuk punggungnya berkali-kali. Dari raut wajah Pak Joko tergambar jelas kalau beliau berterima kasih pada Handojo dan juga Saras.

"Saya berterima kasih banyak pada kalian berdua. Kalau bukan karena kalian, mungkin jasad-jasad itu tidak akan pernah ditemukan entah sampai kapan. Maaf, kalau awalnya saya tidak percaya." Pak Joko mengatakannya sembari memegang erat tangan Handojo.

"Nggak masalah, Pak. Saya justru yang berterima kasih banyak. Berkat bantuan Bapak, saya bisa menemukan jasad nenek buyut saya. Akhirnya saya bisa menuntaskan keinginan terakhir mendiang."

Saras juga tidak ketinggalan mengucapkan terima kasih pada Pak Joko dan juga Andik. "Saya juga berterima kasih banyak, sudah sangat membantu kami. Bahkan menawarkan kami untuk menginap."

"Saya senang sekali, sudah lama rumah ini tidak kedatangan tamu. Maafkan saya dan juga anak saya kalau selama kalian berada di sini, sikap kami kurang berkenan." Handojo menggelengkan kepalanya, tidak setuju.

"Kami juga minta maaf kalau maksud dan tujuan kami merepotkan bapak dan juga Mas Andik. Saya akan mampir ke sini kapan-kapan bersama keluarga saya, Pak."

Tiba saatnya Handojo dan Saras benar-benar meninggalkan desa ini. Setelah beristirahat sampai sore hari, mereka akhirnya pamit pulang. Kejadian tadi siang cukup membuat desa ini gempar. Beberapa wartawan bahkan datang selang dua jam, meliput kejadian langka seperti tadi. Pak Joko selaku pemegang kunci adalah saksi pertama yang diwawancarai oleh wartawan-wartawan itu. Rumah pak Joko bahkan tidak kunjung sepi sejak kejadian itu. Bahkan saat ini pun, warga desa masih memadati kediaman pak Joko dan turut mengantarkan mereka berdua pulang.

Sekilas info yang sudah Handojo dan Saras dengar, jasad-jasad tadi akan dimakamkan dalam satu liang lahat di pemakaman umum desa ini atas persetujuan pemerintah setempat. Berhubung pemakaman umum desa ini tidak banyak memiliki lahan sisa, maka dari itu seluruh warga dan juga aparat pemerintahan mengusulkan dan menyetujui jika jasad-jasad tadi dimakamkan dalam satu liang lahat. Kini giliran Handojo yang akan mengurus pemakaman Anne di tempatnya selepas ia sampai nanti. Kemungkinan besar jasad Anne baru bisa dimakamkan tiga hari kemudian.

Mereka berdua akhirnya benar-benar pulang. Saras juga tetap melambaikan tangan sepanjang jalan sampai keluar dari desa. Dari pengelihatannya, tidak hanya manusia yang mengantarkan kepulangan mereka berdua, ada banyak sekali sosok-sosok yang belum pernah Saras temui sebelumnya. Bukan yang sering berkumpul di depan rumah Pak Joko, bukan pula tentara-tentara Belanda dan Jepang yang memang sering berlalu-lalang di jalanan-jalanan desa. Sepertinya kalau boleh Saras tebak, mereka-mereka itu berasal dari benteng tadi. Memang, semenjak benteng itu terbuka dan dipasangi garis polisi ada banyak sekali entitas yang akhirnya bisa keluar dari benteng itu.

Mereka berada di sepanjang jalan, melambaikan tangan, seakan-akan berterima kasih pada Saras dan Handojo yang membantu mereka untuk bebas dari belenggu benteng itu. Kendati tidak bisa dipercaya seratus persen, Saras tetap melambaikan tangannya.

"Akhirnya, selesai." Handojo membuka pembicaraan di antara mereka setelah sejak tadi ia membiarkan Saras melambaikan tangan terus menerus hingga keluar dari desa Belanda tadi.

"Saya lega akhirnya permintaan terakhir Anne dapat dikabulkan."

"Saya berterima kasih banyak atas bantuanmu Saras."

Saras tertawa sepertinya baru kali ini ia bisa bersikap santai pada Handojo setelah beberapa hari belakangan ketegangan terus terjadi di antara mereka. "Saya juga dibayar, kan, Mas. Jadi nggak perlu merasa begitu, saya di sini juga kerja, Mas."

Handojo ikut terkekeh. Sepertinya ini juga kali pertama Handojo bisa bersantai setelah terus menerus merasa tegang.

"Waktu pertama kali kita sampai di desa, saya belum pernah lihat warga desa bercerita tentang benteng itu. Baru tadi banyak yang cerita. Katanya mereka sering dengar suara orang menangislah, menjeritlah, suara-suara baris-berbaris ala tentara, kadang suara tembakan juga sering terdengar."

"Kalau yang lain saya nggak tahu, ya, Mas. Tapi kalau masalah tentara itu memang benar, kok. Sejak tiba di sini saya lihat mereka emang suka baris-baris di pinggir jalan. Kayak lagi patroli. Di mata saya, mereka cuma menjalankan tugas dan begitu terus. Mereka belum sadar kalau mereka sudah mati, yang mereka lihat masih masa lampau, seperti ketika mereka masih hidup."

Ah, ternyata memang benar adanya. Mendengar cerita seperti itu dari Saras membuat Handojo sadar, dunia ini terlalu luas. Ada banyak hal yang tidak ia ketahui, ada banyak sekali misteri. Mulai sekarang, Handojo harus tetap percaya kalau dunia mereka memang ada dan bersinggungan dengan kehidupan manusia.

***

Mereka tiba dua jam setelahnya. Setelah sampai dan membersihkan diri, mereka berkumpul kembali. Sebelumnya Handojo dan Hana meminta Saras untuk tinggal di sana sampai pemakaman Anne selesai dilaksanakan. Saras pun setuju, daripada waktunya dihabiskan sendirian ketika ia pulang nanti, memang lebih baik Saras berada di sini sejenak. Kehangatan keluarga Handojo dan Hana sedikit membuat kerinduan Saras akan keluarganya yang sudah lama tiada terobati.

Ngomong-ngomong soal pemakaman Anne, sejak Saras bangun dari tidak sengaja tidur di benteng itu, ia sama sekali tidak melihat keberadaan Anne. Bahkan sampai detik ini, Anne tidak ada di mana-mana. Awalnya Saras khawatir Anne tertinggal di sana, kenangan buruk di sana membuat dendamnya kembali muncul dan akhirnya Anne menetap di sana. Saras juga sempat hendak memanggil Anne, namun setelah ia pikir-pikir sepertinya Anne sedang bersama dengan tubuhnya sekarang.

"Tante, tante." Saras yang sedang bersama Renata dan anak-anak Handojo menoleh ketika Bintang memanggilnya.

"Ya, kenapa sayang?"

"Kok aku nggak pernah lihat Tante cantik itu lagi, ya? Kemarin masih ada. Tante cantiknya kadang tiba-tiba dateng, terus pergi gitu aja." Saras cukup terkejut Bintang bisa dengan gamblang menceritakan sosok Anne seperti ini. Awal pertemuan mereka Saras mencoba bertanya pada Bintang tentang sosok Anne tapi anak itu tidak mau menjawab. Sekarang, Bintang malah menceritakannya.

"Tantenya lagi ada urusan, sayang. Bintang nggak lihat yang lain lagi?" Bintang menggeleng, namun tangannya malah menunjuk ke pojok ruangan keluarga ini, dekat dengan sekat ruang tamu.

"Tapi di situ ada yang jelek. Bintang nggak suka, kalau lihat Bintang suka lari." Sayangnya, apa yang Bintang lihat benar adanya. Sosok yang pernah Handojo lihat waktu itu memang masih ada di rumah ini.

Seperti yang biasa Saras lakukan, sebelum menyelesaikan kasus yang ia terima, Saras akan melakukan pembersihan. Memang, tidak akan sepenuhnya bersih dari hal-hal demikian, setidaknya rumah ini tidak akan didiami oleh sesuatu yang jahat dan menganggu. Kalau yang di ruang tamu itu, jelas dia menganggu, niatnya memang ingin mengganggu Bintang karena Bintang bisa melihatnya.

"Oke, nanti Tante bersihkan, biar Bintang nggak lari lagi."

Selesai dengan Bintang kini giliran Renata. Gadis itu seperti ingin mengatakan sesuatu, namun tertahan. Seperti ada yang memang mengganjal dari semua teror yang Anne lakukan pada keluarga ini. Alhasil, Saras memancing Renata dengan satu pertanyaan.

"Kamu masih bisa lihat mereka?"

~To be Continued~

1.105 kata

10 Juni 2024

Abandoned House: Rumah Belanda ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang