Bab 19 :: Awal yang Sulit

22 7 0
                                    

Meski merasa pening Saras tetap lanjut masuk. Andik juga sudah mengunci kembali gerbang benteng. Seperti yang mereka katakan, sementara ini warga tidak boleh tahu apa yang sedang mereka lakukan di sini sampai mereka benar-benar menemukan jasad itu. Lagipula letak benteng ini agak jauh dari pemukiman warga, warga juga belum tentu selalu mengawasi tempat ini. Kecuali mereka yang bekerja di sawah sekitar sini.

Mereka berempat kemudian melangkah masuk. Seperti namanya, benteng ini memiliki banyak sekali pintu dan juga jendela-jendela, di sini juga terdapat pintu utama untuk masuk ke dalam ruangan-ruangan benteng. Pak Joko juga mempunyai kuncinya, kata beliau, pintu ini memiliki kunci baru sekitar tahun 1990-an itupun kunci gembok. Karena seperti yang telah beliau ceritakan kemarin, tahun-tahun awal-awal kemerdekaan serta puluhan tahun kemudian masih banyak orang-orang yang datang kemari untuk mempraktekkan hal-hal yang semestinya tidak dilakukan.

Pak Joko juga bilang, kalau beliau juga pernah menemukan jasad pembunuhan di sini, sekitar tahun 70-80-an. Maka dari itu beliau percaya kalau jasad itu merupakan jasad terakhir yang dievakuasi dari benteng ini. Karena memang setelahnya, tidak ada kasus apapun lagi.

Pintu utama benteng terbuka, mereka berempat masuk. Pak Joko kembali memperingatkan mereka untuk membaca doa dan membaca bacaan-bacaan dalam hati. Tempat seperti ini memang tempat yang membutuhkan kehati-hatian ekstra. Apalagi bagi Saras yang memang bisa melihat. Orang-orang seperti Saras sangat rentan dimasuki hal-hal yang tidak jelas.

"Sepanjang jalan, jangan lupa berdoa." Pak Joko lagi-lagi mengingatkan.

Jujur, bagi Handojo yang tidak memiliki pengelihatan apa-apa, masuk ke dalam benteng ini sangat menyeramkan. Ada banyak hal yang pastinya tidak bisa ia lihat dan hal tersebutlah yang membuatnya merasa was-was dan takut. Handojo sempat melihat ekspresi Saras, namun wanita itu selalu berekspresi datar. Tidak banyak yang bisa Handojo baca dari raut wajahnya. Maka dari itu ia segera fokus kembali ke pencarian jasad Anne.

Berbeda dengan Handojo, meskipun merasa pening Saras tetap melanjutkan pencarian ini dengan tenang. Ia melangkah pelan mengikuti langkah kaki Pak Joko dan Andik di depan sembari mengingat-ingat tempat ini berdasarkan pengelihatannya masa lampau.

"Belok kiri, Pak!" Saras tiba-tiba berseru saat melihat sebuah lorong yang berbeda.

Pak Joko dan Andik yang semula berjalan lurus kini mengikuti arah Saras. Sembari memegang senter, Saras berusaha untuk fokus melihat detail demi detail setiap ruangan. Pasalnya sejak masuk, ruangan-ruangan ini terlihat sama. Tidak ada perbedaan yang mencolok di antara ruangan yang lain. Termasuk lorong yang sedang mereka lewati ini.

Lorong ini panjang, baru tiga meter setelahnya terlihat ruangan-ruangan kecil. Namun, bukan ini tempatnya. Saras masih ingat, ketika tentara-tentara Jepang itu membawa Anne masuk, mereka berbelok ke arah lorong ini dan berjalan terus.

"Ruangan seperti apa yang kamu lihat, Saras?" Pak Joko bertanya, karena beliau juga tidak mengerti apa yang sedang wanita itu incar selain tujuannya mencari jasad.

"Saya ingat sekali ruangan itu sangat kecil, Pak. Lebarnya mungkin hanya 1,5 meter. Sedangkan ruangan-ruangan ini memiliki lebar lebih dari itu."

Clue pertama sudah didapat. Kini pak Joko tinggal mengingat tempat-tempat yang memiliki ukuran ruangan kecil seperti itu. Beberapa saat kemudian, Pak Joko mengingatnya, ruangan kecil itu kalau tidak salah ada di ujung lorong ini, sedikit berbelok ke kiri dan turun ke bawah.

"Saya tahu tempatnya, ikuti saya." Mereka semua kemudian mengikuti Pak Joko.

Langkah pak Joko yang kecil membuat baik Saras maupun Handojo lebih bisa mengamati benteng ini. Karena mungkin memang sudah lama, ada beberapa bangunan yang rusak, temboknya bolong, banyak lumut juga. Handojo malah diam-diam mengagumi arsitektur dari benteng ini tanpa sadar kalau ia sebenernya tertinggal cukup jauh dari rombongan. Untung saja Saras mau menunggunya dan mereka kembali berjalan beriringan.

"Mas, tolong fokus. Ini memang siasat mereka supaya kita nggak fokus dan akhirnya ketinggalan. Saya nggak jamin Mas bisa keluar kalau ketinggalan sendirian di sini." Ucapan Saras sontak membuat Handojo merinding sekujur badan.

Karena memang benar. Sejak awal masuk, Handojo terkadang tidak fokus pada jalan. Ia lebih fokus melihat setiap ruangan yang mereka lewati daripada fokus pada jalan. Kalau Saras tidak menunggunya tadi, Handojo mungkin sudah hilang karena tidak fokus.

Saras juga tidak berbohong. Ada banyak sekali hal yang sudah terjadi di sini. Ditambah puluhan tahun tidak ditempati, bahkan sempat jadi tempat pembuangan mayat pembunuhan jelas membuat tempat ini tidak bersih dari segi manapun. Ada banyak sekali entitas-entitas yang datang mengunjungi mereka. Mengintip dari luar, dan mengamati dari dalam. Bahkan sepanjang jalan tadi, ada banyak sekali hal yang Saras jumpai. Menunggu mereka datang, lalu mendekat. Kalau Saras tidak fokus dan menahan sejak tadi mungkin ia sudah pingsan, saking banyaknya energi negatif yang ada di sini.

"Di sini?" Pak Joko berhenti di salah satu ruangan.

Seperti kata Saras, ruangan tersebut satu-satunya yang tidak begitu lebar dibanding ruangan lain. Letaknya dipojok dan mereka memang ada di ciri-ciri yang telah Saras sebutkan. Namun, Saras tidak bisa menjawab dengan pasti. Ia memejamkan mata, fokus kembali melihat masa lalu Anne sembari meraba-raba dinding.

Anne lagi-lagi tidak bisa masuk. Anne menunggu di luar benteng. Energi yang ada di sana tidak sebanding dengan energi Anne. Jika Saras memaksa Anne masuk, akan ada banyak peristiwa yang mungkin akan terjadi. Maka dari itu, Saras meminta Anne untuk menunggu di luar saja.

Tidak butuh waktu lama untuk Saras kembali memastikan tempat itu. Meskipun keadaan yang ia lihat dan keadaan saat ini sangat jauh berbeda, Saras masih bisa melihat perbedaannya. Dan ketika ia kembali melihatnya, Saras menemukan sebuah tanda panah keluar dengan cat berwarna hitam. Ia tidak tahu tanda apa itu, tapi yang pasti jika memang ada tanda panah di tempat ini itu berarti memang benar, ini tempatnya.

Saras membuka mata, ia meminta izin pada Pak Joko melalui matanya untuk masuk ke dalam dan pak Joko memperbolehkan. Benar, Saras sudah melihat tanda panah yang hampir pudar itu. Berarti benar adanya kalau dulu ruangan ini tempat Anne mengembuskan napas terakhirnya.

"Benar tempat ini, Pak." Saras kemudian mundur dan mempersilakan Pak Joko untuk masuk.

"Saya butuh kuas."

Handojo kemudian membuka tasnya, menyerahkan kuas cat berbagai ukuran dalam satu plastik pada pak Joko.

Pak Joko kemudian masuk sendirian, mereka semua tidak bisa masuk bersamaan. Berhubung Pak Joko memang berpengalaman, Saras mempersilakan beliau untuk memeriksa.

Lima menit kemudian, Pak Joko keluar. Beliau menyerahkan kembali kantong plastik itu pada Handojo sembari menggelengkan kepala. "Tidak ada tulang-belulang di sana. Bersih. Nggak ada apa-apa. Memang benar ada banyak bekas darah, tapi yang jelas tidak ada jasad di sana."

Saras menghela napas dalam. Kalau bukan di tempat itu, berarti setelah kematian Anne mereka sempat membawa jasadnya keluar. Soalnya, Saras tidak bisa mencari petunjuk hanya dari kisah masa lalu Anne. Ia butuh sosok yang memang tahu ke mana mayat Anne dibawa pergi.

Belum sempat Saras berpikir lebih dalam sesuatu seperti datang, tergesa-gesa cenderung berlari. Awalnya Saras kira itu adalah Anne namun saat menoleh, tubuh Saras seolah ditabrak oleh suatu hal. Saras pingsan seketika.

~To be Continued~

1.134 kata

6 Juni 2024

Abandoned House: Rumah Belanda ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang