Bab 22 :: Ucapan Terima Kasih

35 7 0
                                    

Meskipun diliputi rasa sedih yang cukup menguras emosi, Pak Joko segera mengambil alih dengan menyuruh mereka semua kembali ke atas. Mereka berempat tidak mungkin mengurus mayat-mayat ini, yang paling utama adalah melapor pada pihak berwajib.

"Sebaiknya kita kembali ke atas. Jangan ada yang menyentuh jasad-jasad itu sebelum pihak berwajib datang."

Pihak berwajib? Handojo sedikit mengerutkan kening, namun akhirnya ia paham juga. Dengan jumlah jasad yang tidak terhitung, apalagi dengan kondisi yang sudah menjadi tulang-belulang, sebagian mungkin hanya tersisa beberapa tulang saja, tidak mungkin mereka yang mengurus ini. Seperti kata Pak Joko sebelumnya, mereka akan memanggil pihak berwajib dan menunggu proses ini sampai selesai.

Akhirnya mereka beranjak naik ke atas. Sesampainya di atas, Pak Joko meminta Andik untuk menelpon pihak berwajib alias kepolisian yang mereka kenal. Adanya penemuan ini cukup mengejutkan bagi Pak Joko yang sebelumnya selalu merasa benar, bahwa ia telah mengurus semua mayat yang tersisa di sini. Tapi ternyata apa? Masih ada banyak hal yang tersembunyi bawah bangunan megah penuh misteri ini.

Sesampainya di atas, Pak Joko dan Andik sibuk dengan mengurus kepolisian. Sedangkan Handojo, sedang membereskan barang-barang yang ia pakai untuk membuka pintu tersembunyi tadi.

"Mas, gimana perasaannya lihat keluarga sendiri mengalami kejadian seperti ini?" Saras yang sejak tadi diam, mengubah suasana di antara mereka. Diam saja membuat emosinya lebih naik turun, maka dari itu ia mencoba mengajak Handojo berbicara.

"Saya sedih pasti. Membayangkan kalau hal sekeji ini pernah terjadi rasanya saya ingin marah. Tapi nggak tau mau marah pada siapa." Helaan napas Handojo terdengar keras.

Saras sendiri paham sekali bagaimana rasanya. Melihat semua kejadian berputar secara detail, Saras tidak sanggup, tapi tetap harus melihatnya. Benar kata Handojo, rasanya ia ingin marah tapi tidak tahu mau marah pada siapa.

Beberapa saat kemudian, hening kembali tercipta. Baik Saras maupun Handojo terduduk di lantai, terdiam dengan pikiran masing-masing sembari menunggu kabar terbaru dari Pak Joko dan Andik yang masih berbicara di telepon.

"Kita harus keluar, polisi sudah dalam perjalanan. Mereka meminta kita keluar dan meninggalkan barang bawaan kita, alat-alat dan lain-lain tetap ditinggal." Mereka mengangguk.

Lalu mengikuti Pak Joko dan Andik keluar benteng. Mereka berdua akan menunggu di luar gerbang sementara Saras dan Handojo tetap di dalam. Sembari menunggu, Saras menyandarkan badannya yang lelah pada salah satu pohon besar di sana. Sedangkan Handojo sibuk dengan ponsel. Ia pasti sedang mengabari keluarganya di rumah.

Emosi, badan yang lelah, energi yang terkuras membuat Saras seketika terlelap. Kali ini ia tidak pingsan ataupun dirasuki oleh sesuatu seperti tadi. Saras benar-benar tertidur. Namun dalam tidurnya, ia melihat sosok gadis yang sebelumnya merasuki tubuh Saras dan mengungkap keberadaan Anne. Di sana, Saras mengucapkan terima kasih karena telah membantunya menemukan jasad Anne, dengan begitu tugasnya akan selesai dan keluarga Handojo bisa hidup dengan damai.

Gadis yang cantik itu juga tersenyum. "Saya berterima kasih padamu, Saras. Kamu menemukan dia, itu berarti kamu menemukan saya juga. Saya Lizbeth, nama panggilan ketika saya masih hidup dulu. Saya juga yang memberitahu Anne kalau keturunannya masih hidup sampai sekarang."

Gadis yang akhirnya Saras ketahui namanya itu mengungkap identitasnya. Masa lalu yang kurang lebih sama seperti Anne, bedanya tidak ada dendam membara dalam hati gadis itu sehingga yang Saras lihat saat ini dalam mimpinya adalah sosok gadis cantik bermata biru dan rambut pirang.

"Kamu salah, Saras. Saya juga dendam pada mereka, namun keinginan untuk ditemukan jauh lebih besar dibanding dendam itu. Saya ingin beristirahat dengan tenang, kejadian itu sudah berlalu dan saya yakin mereka semua mendapatkan balasan yang setimpal oleh Tuhan." Tutur katanya yang lembut, Saras jadi paham bagaimana perbedaan antara keduanya.

Di mimpi itu, Saras tidak banyak bicara. Hanya mendengarkan bagaimana Lizbeth berterima kasih, sedikit kisah dari hidupnya dan bagaimana akhirnya ia berteman dengan Anne si hantu Noni Belanda yang dulunya menyeramkan. Menyadarkan Saras jika dendam yang terbawa sampai mati memang menjadikan sesuatu begitu menyeramkan.

"Terima kasih Saras, saya ucapkan terima kasih banyak padamu dan laki-laki itu. Anne beruntung, keturunannya mampu menyanggupi keinginannya. Tentu dengan bantuan manusia baik hati seperti kamu." Lizbeth kemudian perlahan menghilang, seperti abu yang tersapu angin.

Lalu Saras tersadar begitu saja.

"Kamu nggak papa? Lebih baik istirahat saja, kalau tidak kuat." Pak Joko ada di hadapan Saras dengan tatapan lembut.

Saras menggeleng, lalu bangkit dari duduknya. Ternyata sudah ada polisi dan beberapa ambulans. Sepertinya polisi-polisi itu juga telah membawa ahli forensik.

"Saya masuk dulu, kamu tunggu di sini saja." Pak Joko melangkah masuk ke dalam benteng.

Jadi Saras hanya bisa melihat lalu lalang polisi yang jumlahnya puluhan itu. Beberapa area benteng termasuk gerbang dan pintu utama telah diberi garis polisi. Warga-warga juga mulai berkumpul, mendekat. Seperti bingung mengapa tiba-tiba ada banyak polisi dan ambulans di depan benteng yang tidak pernah mereka masuki itu.

Satu per satu jasad mulai dievakuasi.

***

Handojo ikut di antara rombongan para polisi itu. Beberapa dari mereka meminta Handojo untuk ikut ke kantor polisi memberikan keterangan. Perbuatan mereka tidak dianggap sebagai tindakan ilegal dikarenakan Handojo dan Saras telah mendapatkan ijin dari Pak Joko selaku penjaga benteng ini. Namun mereka memerlukannya untuk mengevaluasi lebih lanjut terkait jasad-jasad yang mereka temukan.

"Penjajahan Jepang memang gila banget. Nggak nyangka masih ada banyak jasad yang ada di sini, sengaja diumpetin lagi." Salah satu dari sekian banyak komentar yang Handojo dengar dari para polisi itu.

Handojo sendiri tidak banyak melakukan apapun. Ia melihat tulang belulang itu satu per satu diangkat dan dimasukkan ke dalam kantong. Entah yang mana nenek buyutnya, Handojo merasa begitu bersalah, karena membutuhkan waktu yang lama untuk mereka menemukan jasad-jasad manusia tidak bersalah ini. Handojo juga telah menghubungi keluarganya terkait perkembangan kasus ini. Begitu mendapatkan kabar kalau jasad Anne ditemukan, Hana sang istri banyak mengucapkan syukur, termasuk Handojo.

Dan ketika satu per satu jasad diangkat ke atas, Handojo menyentuh kantong-kantong itu sembari mengucapkan kalimat, semoga setelah ini mereka beristirahat dengan tenang.

Emosi campur aduk yang Handojo rasakan mengantarkannya pada suatu penglihatan. Di matanya, sesosok gadis berpakaian dres dengan gaya zaman dulu berwarna putih, berbando tersenyum ke arahnya, dan melambai. Handojo tidak tahu apakah gadis yang dilihatnya adalah Anne atau bagian dari jasad-jasad yang lain. Hanya beberapa detik, kemudian menghilang. Pak Joko yang menyadari Handojo seperti melihat sesuatu menariknya keluar, beruntung semua jasad telah selesai dievakuasi.

Membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk membereskan semua dengan penuh kehati-hatian. Ditemukan lebih dari 30 jasad yang ada di bawah sana. Setelah ambulans pergi, salah satu pihak kepolisan memberikan kabar.

"Sepertinya akan butuh waktu lama untuk proses pengidentifikasian. Nanti setelah selesai pihak kepolisian dan ahli forensik akan mengabari Anda." Handojo mengangguk, mengucapkan terima kasih lalu menjabat tangan polisi itu.

Saatnya menunggu hasil dan kembali ke rumah.

~To be Continued~

1.092 kata

9 Juni 2024

Abandoned House: Rumah Belanda ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang